03

4 2 0
                                    

Bertahan Terluka - Fabio Asher

↻ ◁ II ▷ ↺

Rin Florist sudah dibuka sejak satu jam lalu. Namun, pelanggan pertama baru saja datang. Setelah cukup bosan Rindu berjalan mondar-mandir di toko sepi itu. Satu-satunya karyawan yang ia miliki tengah pergi mengantar bunga. Sedangkan Alvin, terlalu sibuk dengan band-nya.

Seorang pemuda berusia dua puluhan berjalan masuk, seusai membuat lonceng di pintu berbunyi. Segera Rindu pasang senyum terbaiknya. Ia tebak pemuda itu ingin membeli bunga untuk pacarnya. Hanya saja, Rindu memilih untuk tidak sok tahu dengan langsung membicarakannya kepada pelanggan pertama hari itu.

"Selamat pagi! Mau beli bunga buat siapa?"

Pemuda itu tersenyum. Demi apapun Rindu merasa senyumannya terlalu manis. Meski tidak dihiasi lesung pipi seperti Alvin. Namun, Rindu langsung menyukai senyuman itu di kali pertama ia melihatnya. Detik itu pula, Rindu harap tebakan yang disimpannya tadi tidaklah benar. Semoga saja pemuda itu membeli bunga untuk ibunya atau mungkin neneknya. Siapapun, asal bukan gadis yang ia cintai. Terlalu aneh jika dipikir-pikir, Rindu belum pernah jatuh cinta pada pandangan pertama—mungkin kali ini sudah.

"Buat perempuan yang saya sayangi."

Senyuman yang mati-matian Rindu jaga sempat pudar sesaat. Sebelum akhirnya Rindu kembali menaikkan kedua sudut bibirnya meski terasa berat setelah mendengar jawaban dari pemuda yang meruntuhkan harapan kecilnya.

"Oh ... buat pacarnya, ya?"

Pemuda itu tertawa kecil.

"Kenapa? Ada yang salah?" Rindu berupaya memeriksa penampilannya pada sebuah cermin kecil di meja. Mungkinkah lipstik merah jambu yang dipakainya terlihat aneh atau ia hanya terdengar konyol karena ucapannya?

"Memangnya perempuan yang disayangi itu harus pacar?"

Rindu terdiam sesaat. Sebelum satu menit, mendadak kedua sudut bibir merah jambu itu terangkat naik. Ada kemungkinan pemuda itu belum memiliki pacar. Nanti, Rindu akan menggunakan kemampuannya untuk mencari tahu.

"Bener juga, ya. Jadi ... mau pesan bunga buat siapa?"

"Buat Oma."

Sepertinya pemuda itu cucu kesayangan nenek. Bagus, Rindu suka dengan laki-laki yang dekat dengan keluarganya.

"Saya mau bunga matahari."

"Gak sekalian bunga buat pacarnya, Mas?" Rindu bergurau. Meski sebenarnya gadis itu diam-diam berharap mendapat jawaban. Setidaknya ia ingin memastikan laki-laki itu belum memiliki kekasih. Sehingga ia bisa melangkah ke tahap berikutnya.

"Belom punya pacar saya, mah. Duluan, ya, Mbak."

Pemuda itu perlahan menghilang, dari balik pintu kaca Rindu lihat ia pergi bersama bunga matahari dan mobilnya. Meninggalkan Rindu dengan sedikit harapan serta senyuman yang rasanya enggan gadis itu lepaskan. Rindu yakin, suatu saat nanti mata mereka akan beradu pandang kembali.

•••

"Aku minta maaf, Rin. Aku punya alesan kenapa ga dateng hari itu dan aku sama sekali gak ada apa-apa sama Aurel."

Rindu masih betah mengaduk milk shake stroberinya dengan sedotan. Meski duduk dengan gelisah, gadis itu masih enggan bersuara. Hingga lima belas menit telah ia buang. Lidahnya baru melepaskan ikatan untuk berkata, "Tapi kenapa kenapa kamu anterin dia pulang?" Hanya itu. Padahal sudah pernah ia sampaikan lewat pesan beberapa hari lalu.

"Karena udah malem. Gak mungkin aku biarin dia pulang sendirian."

"Kamu mikirin dia. Terus, aku gimana, Arsena? Kan bisa pesan ojol." Jemari lentiknya berhenti. Sedotan itu ia lepaskan begitu saja bersamaan dengan kepasrahan yang lelah digenggamnya. Arsena akan selalu melakukan itu, demi alasan kemanusiaan. Padahal pemuda itu tahu Rindu sering cemburu karena Aurel.

"Kamu tahu sendiri belakangan ini juga banyak kejahatan yang dilakuin sama driver ojol. Please, maafin aku."

Alvin berusaha sekuat tenaga untuk tidak melayangkan tinju ke pipi pemuda sialan itu. Sedari tadi ia yang duduk di meja lain memperhatikan keduanya dengan tatapan tajam. Ia benci Sena menyakiti Rindu.

Lagi-lagi Rindu ditempatkan dalam posisi rumit yang membuatnya sulit melangkah ke luar, meninggalkan hubungan menyakitkan itu. Sebab, Rindu tahu dirinya akan merasa lebih sakit lagi jika Sena tidak bersamanya. Pemuda itu adalah rumahnya. Sehingga, Rindu berulang kali memilih pulang ke rumah yang hancur daripada harus hidup tanpa rumah.

Sena pun selalu berusaha untuk mempertahankan hubungan mereka. Membuat Rindu merasa bersalah setiap kali ia mencoba memutus hubungan yang susah payah ia dapatkan. Butuh waktu nyaris dua tahun untuk mendapatkan Sena. Maka, ia tidak akan menyia-nyiakan penantiannya.

"Kamu janji gak bakal lakuin itu lagi, kan?"

01 Oktober 2022

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 01, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Seikhlas Awan kepada Hujan yang Mencintai BumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang