Deringan ponsel, membuat Mark yang sedang bermain di pantai bersama dengan Haechan, ia pun menghentikan kegiatannya sebentar.
"Aku mengangkat telepon dulu ya." Izin Mark kepada Haechan. Haechan tersenyum, seraya menganggukkan kepalanya.
Sambil menunggu Mark, Haechan pun bermain di pinggir pantai. Sudah lama rasanya dirinya tidak ke pantai.
Yup, tadi setelah sarapan, Mark mengajak Haechan pergi ke pantai. Karena Haechan bosan, Haechan pun menyetujui permintaan Mark, dan mereka berdua pun pergi ke pantai bersama. Menikmati waktu seharian. Dari siang, sampai sore dini hari. Tinggal menunggu matahri terbenam saja.
Ketika melihat Mark sudah selesai mengangkat telepon, Haechan pun bergegas menghampiri Mark.
"Ada apa? Tadi siapa yang telpon kamu?" Tanya Haechan kepada Mark. Saat ini, wajah Mark benar-benar tidak enak di lihat, tepat setelah ia mengangkat telepon.
"Mommy." Satu kata yang terucap dari mulut Mark, membuat Haechan bungkam.
Haechan baru sadar, kalau dirinya belum pernah bertemu dengan Taeyong, sejak pertama kali dirinya menjajalkan kaki di Jakarta. Padahal ia berjanji akan langsung menemui Taeyong, ketika ia kembali.
"Mommy Taeyong menelepon kamu? Apakah ada suatu hal yang terjadi?" Tanya Haechan, menatap Mark cemas.
Pasalnya Taeyong sudah Haechan anggap sebagai Mama keduanya. Orang yang selalu perhatian, dan baik kepada Haechan.
"Yak! Kau kenapa panik seperti itu? Mommy tidak apa-apa. Ia menelepon aku hanya untuk menyuruh aku pulang, karena ada hal penting yang ingin dia bicarakan." Seru Mark yang terkejut, ketika ia melihat wajah panik Haechan.
Haechan yang mendengar itu, ia pun langsung menghela nafasnya lega. Ia sangat bersyukur tidak ada hal mengerikan yang terjadi dengan Taeyong.
"Mommy menyuruh kamu pulang?" Tanya Haechan sekali lagi.
"Heum. Kenapa? Kau mau ikut ke rumah aku tidak?" Seru Mark, menawarkan Haechan untuk ke rumahnya, bersama dengan dirinya.
Haechan berfikit sejenak mengenai tawaran itu. Ia sangat ingin bertemu dengan Taeyong. Tapi sepertinya ia belum siap bertemu Taeyong. Ada rasa tidak enak begitu melihat Taeyong. Apalagi setelah dirinya meninggalkan Mark, anak satu-satunya keluarga Lee.
"Eum kayaknya gak dulu deh. Aku belum siap bertemu dengan Mommy kamu, Mark." Ujar Haechan, menolak ajakan Mark.
"Loh kenapa? Dia itu merindukan kamu, dan selalu bertanya tentang dirimu. Mommy pasti senang melihat kamu." Sahut Mark, yang bingung atas penolakan Haechan.
Haechan mengigit bibir bawahnya. Ia juga tidak tau kenapa dirinya seperti ini. "Aku belum siap Mark. Jadi tolong, jangan paksa aku ya? Aku akan ke sana setelah siap." Pinta Haechan, menatap Mark dengan tatapan memohon, agar Mark tidak memaksa dirinya untuk datang.
Mark hanya bisa menuruti permintaan Haechan. Toh dia tidak bisa memaksa kalau Haechan belum siap bertemu dengan Mommy-nya. Mungkin perlahan Haechan bisa, dan mau bertemu dengan Mommy-nya.
"Baiklah. Kalau begitu kita pulang ya? Maafkan aku, rencana menginap kita jadi batal karena ini." Ujar Mark, menuntun Haechan untuk kembali ke mobil mereka, meninggalkan pantai, serta sunset yang tadinya ingin Haechan lihat.
Sampai di depan mobil milik Mark, Mark langsung bergegas membukakan pintu untuk Haechan masuk. Setelah Haechan masuk, Mark pun menutup pintu mobilnya, lalu ia pun bergegas masuk ke dalam mobil, menyusul Haechan.
Sampai di dalam mobil, Mark langsung mengulurkan tangannya untuk memasangkan seatbelt milik Haechan. Haechan itu kebiasaan banget! Kalau naik mobil, dia keseringan lupa memakai seatbelt.
Padahal sudah sering Mark ingatkan kalau seatbelt itu sangat penting untuk keselamatan dalam berkendara. Jadi, setiap kali Mark, dan Haechan berpergian, Mark selalu mengecek seatbelt Haechan. Setelah selesai, barulah Mark menjalankan mobilnya pergi meninggalkan pantai Jakarta.
Di sepanjang jalan, mereka mengobrol bersama. Apa saja mereka obrolkan. Namun lebih sering membahas tentang hubungan mereka. Entah hubungan masa lalu mereka, atau masa depan mereka.
Haechan sendiri sih gak terlalu berharap mengenai hubungan antara dirinya, dan Mark di masa depan. Ia hanya bisa berserah diri kepada Tuhan akan takdir ke depannya. Yang jelas, saat ini ia hanya bisa berusaha untuk hubungan mereka.
"Kalo ngantuk tidur aja. Jangan paksain buat nungguin aku. Mommy soalnya suka lama kalo aku di sana. Suka ngelarang aku buat pulang cepat." Peringat Mark, sebelum Haechan keluar dari mobilnya.
Haechan menganggukkan kepalanya. "Hati-hati ya nyetirnya. Jangan mengebut." Peringat Haechan.
"Mark, kenapa di kunci sih?" Tanya Haechan, ketika dia hendak membuka pintu mobilnya, malah terkunci.
"Kiss penyemangat-nya mana?" Tanya Mark, seraya memajukan wajahnya.
"Tipes lo? Apa-apa minta semangat." Dengus Haechan kesal, namun ia tetap mencium Mark.
"On Lips." Pinta Mark, meminta Haechan untuk mengulang ciumnya. Dari cium pipi, ke cium bibir.
Haechan memutarkan kedua bola matanya jengah. Peelahan ia memajukan wajahnya, dan mencium bibir Mark.
*plak* Haechan memukul lengan Mark, karena Mark menahan tengkuk lehernya.
Mark langsung melepaskan tangannya dari tengkuk leher Haechan. Bukannya takut atau merasa bersalah, Mark malah terkekeh.
"Cepat buka!" Kesal Haechan, dan Mark pun membukakan pintunya.
"Sampai Jumpa, babe." Ucap Mark, sebelum Haechan menutup pintu mobilnya.
Setelah memastikan Haechan sudah masuk ke dalam apartemen, Mark langsung bergegas meninggalkan perkarangan apartemennya, menuju rumah Mommy-nya.
Sedangkan Haechan, ia langsung masuk ke dalam lift. Menekan angka 23, lalu keluar ketika lift terbuka. Mencari kamar bernomor 2307 lalu masuk ke dalam.
"Ah~~~" helaan nafas keluar dari mulut Haechan, seraya menaruh bokongnya di atas sofa milik Mark.
Setelah beristirahat sejenak, Haechan pun langsung melangkahkan kakinya menuju kamar mandi, guna membersihkan tubuhnya.
Setelah mandi dan melakukan skincare rutinnya, Haechan langsung membaringkan tubuhnya di atas ranjang berukuran queen size miliknya, mencharger ponselnya, Menarik selimutnya, dan langsung menuju alam mimpi.
***
"Eungh~~~" Gumam Haechan begitu alarmnya berbunyi.
Tangannya terulur untuk mematikan alarm, lalu bergegas menuju kamar mandi.
Setelah mandi, dan memakai seragam formal untuk ke kantor. Haechan pun segera bergegas ke kantor menggunakan taksi, karena Mark tidak pulang.
Sepertinya Taeyong benar-benar menahan anak semata wayangnya untuk menginap di sana, dan Haechan tidak keberatan akan hal itu.
Memakan waktu sekitar 15 menit, Haechan pun sampai di depan perusahaan Mark. Masuk ke dalam perusahaannya, menekan tombol yang langsung mengarah pada lantai ruangan milik Mark.
Tiba di lantai ruangan Mark, Haechan pun langsung bergegas menaruh tasnya ke atas kursi mejanya. Lalu ia langsung pergi membuat kopi untuk Mark.
Niatnya ingin cepat pun terurungkan. Seperti biasa, kalau dua orang wanita sudah bersatu untuk mengobrol ria, waktu pun tidak akan terasa, serasa dunia milik berdua.
"Kalau begitu aku pergi lebih dulu ya! Pak Manager pasti sudah menunggu aku." Pamit Doyoung. Senior wanitanya. Haechan pun tersenyum, dan langsung kembali ke ruangannya.
*tok tok tok* ketukan yang Haechan lakukan, sebelum ia masuk ke dalam ruangan.
"Tuan Lee, ini coff--e anda." Perlahan namun pasti, intonasi riang Haechan pun berubah, begitu ia melihat 2 orang ada di hadapannya.
Iya! Bukan hanya Mark saja yang ada di dalam ruangannya, melainkan dengan Kim Garam, tunangan Mark.
KAMU SEDANG MEMBACA
NOT TRIAL - MARKHYUCK
Fiksi PenggemarCERITA INI KHUSUS UNTUK MARKHYUCK SHIPPER! APABILA KALIAN TIDAK MENYUKAI SHIPPER INI? DIHARAPKAN UNTUK TIDAK BACA CERITA INI! TAPI JIKA KALIAN MEMAKSA UNTUK MEMBACA CERITA INI? JANGAN BERKOMENTAR NEGATIVE DI KOLOM KOMENTAR / DI KEHIDUPAN PRIBADI PA...