"Azka, gua suka sama lu."
Aku masih terpaku saat kalimat tersebut keluar dari mulut Aci. Jujur aku bingung harus menjawab apa. Selama ini aku hanya tahu kalau Aci suka sama aku dari Je dan Kevin. Tapi sekarang mendengarnya langsung dari Aci membuatku bingung.
"Emhhh... maaf," akhirnya hanya kata 'maaf' yang bisa aku keluarkan. Aku menggaruk rambutku yang tidak gatal. Jujur kami sedang dalam posisi awkward sekarang. Tadi saat sedang membaca buku di taman tiba-tiba Aci datang dan mengobrol bersama. Awalnya hanya obrolan ringan dan biasa, tapi kenapa tiba-tiba kalimat itu yang keluar.
Aci tertawa kecil. "Enggak apa-apa aku udah tahu, kok jawabannya." Di mulut berkata tidak apa-apa tapi aku tahu sebenarnya Aci tidak baik-baik saja. Kini air mata sudah menggenang di kedua bola matanya yang besar dan jernih. Oh, bagaimana ini? Aku sudah membuat gadis menangis.
"Maafin aku." Lagi-lagi hanya kata maaf yang keluar dari mulutku.
"Enggak apa-apa. Aku cuman mau bilang aja buat mastiin perasaan kamu. Tapi ternyata bener kamu enggak suka sama aku. Maaf, udah bikin kamu bingung." Aci menghapus air matanya yang menetes. "Aku ke ruang OSIS dulu, ada yang mau diurus."
Tanpa sempat menjelaskan alasanku, Aci sudah pergi dari hadapanku. Aku menutup buku yang tadi sedang aku baca dan menghela napas berat. Aku jadi kasihan melihat Aci, tapi bagaimana lagi aku memang tidak ada perasaan padanya. Aku hanya menganggap Aci hanyalah teman atau sahabat sama seperti Je dan Kevin.
Alasanku menolak Aci sebenarnya masih ada lagi. Dari awal aku memang tidak percaya dengan cinta, melihat Mama dan Papa yang berpisah sejak aku sangat kecil, hingga melihat kelakuan Mama padaku dan juga Aksa. Cinta itu hanya sesaat dan sakit. Tidak ada hal positif yang bisa aku ambil dari cinta. Selain itu semua, aku tidak punya waktu untuk melakukan itu semua, aku sibuk dengan diriku sendiri. Aku masih menata bagian-bagian dari diriku yang hancur. Mengurus diri sendiri saja aku belum selesai apalagi harus mengurus suatu hubungan.
Biarlah nanti kalau ketemu Aci lagi aku akan menjelaskan semuanya. Sekarang aku mau ke kelas dulu. Sampai kelas aku melihat Je yang sudah sampai. Aku jadi teringat kalau aku mau bertanya pada Je mengenai tugas essai sejarah. Aku benar-benar nol besar kalau harus menulis atau menyusun kata-kata. Aku lebih baik disuruh menjawab berpuluh-puluh soal kimia, fisika, atau matematika.
Saat sedang berdiskusi dengan Je perihal tugas sejarah, tiba-tiba Kevin masuk dan menuduhku macam-macam soal Aci. Aku simpukan saja, yah, karena aku malas menceritakannya panjang lebar, Kevin menganggap aku menyakiti hati Aci dengan memberikan harapan palsu. Aku menolaknya dengan mengatkan kalau aku tidak sebrengsek itu, tapi Kevin yang sedang dibakar api emosi memilih tidak mau mendengar dan terus-terus menyudutkanku. Jadilah aku ikut terpancing emosi.
Kevin bahkan tidak mau duduk di sampingku lagi dan memilih meja di pojok belakang. Sebenarnya kami tidak duduk satu meja juga, hanya saja jarak antara meja yang satu dengan yang lainnya berdekatan. Hari ini masih pagi tapi aku sudah pusing. What a bad day.
---
"Kevin kenapa, sih, Ka?" tanya Je sambil meminum jus alpukat.
Kini kami berdua sedang berada di kantin sekolah untuk mengambil jatah makan siang. Sebuah hal langka untuk aku dan juga Je mau mengambil jatah makan siang. Kami biasanya hanya membeli beberapa snack dan memakannya di markas kami. Tapi tadi saat bel istirahat berbunyi Kevin langsung menegaskan kalau kami berdua tidak boleh ke markas karena dia mau memakainya sendirian. Bahkan dia merebut kunci markas dari Je. Benar saja saat kami sampai di sana, pintunya terkunci dari dalam.
Aku mengangkat bahuku sambil memisahkan beberapa sayuran yang tidak aku sukai seperti brokoli dari piringku dan menaruhnya di piring Je. "Enggak tahu. Enggak jelas." Mengingat Kevin aku jadi tidak napsu makan. Jadilah aku menjauhkan piring dan langsung memakan jeruk yang disediakan juga.
"Tadi lu ditembak Aci?" tanya Je lagi sambil menyuap seseondok nasi.
"Gitu, deh."
"Apa?!?" Beberapa butir nasi yang ada di mulut Je muncrat ke arahku. Anak ini benar-benar jorok.
"Ih, muncrat, kan," eluhku sambil mengelap dengan tisu.
"Sori-sori. Jadi bener lu ditembak Aci?" Aku hanya mengangguk sebagai jawaban. "Pantesan si Kevin murka."
Aku bingung mendengar jawaban Je. Aku diam beberapa detik untuk mencernanya sampai otakku menemukan jawabannya. "Kevin suka sama Aci?" tanyaku kaget.
"Lu baru sadar? Lu emang enggak lihat kalau Kevin selalu mendadak jadi good mood kalau ada Aci di sekitarnya?" Aku menggeleng sebagai jawaban, aku memang tidak begitu peka terhadap hal yang beginian.
"Jadi karena itu Kevin marah," jawabku paham sambil mengangguk-angguk.
"Kevin itu udah suka sama Aci dari lama. Dari SMP kelas tiga kalau enggak salah. Makanya dia kesel banget waktu tahu lu nolak Aci, sedangkan dia susah payah buat dapetin hatinya Aci," cerita Je.
Jadi karena itu. Kevin marah padaku bukan karena emosi semata karena sudah membuat Aci menangis, tapi dia juga cemburu. Kalau sudah begini aku jadi bingung harus melakukan apa. Hati manusia adalah hal yang paling sulit ditebak. Tapi walau bagaimanapun aku harus meluruskan hal ini pada Kevin secepatnya.
Jadilah saat bel pulang sekolah berbunyi aku langsung menghampiri Kevin yang sedang melangkah buru-buru. Dia pasti ada les hari ini, jadi aku harus bicara padanya dengan cepat.
"Kevin! Tunggu!" Kevin berhenti saat aku meneriakkan namanya.
"Kenapa?" tanyanya datar saat aku sudah ada di hadapannya.
"Aku mau minta maaf."
Kevin sepertinya langsung sadar topik apa yang mau aku bicarakan. "Minta maafnya jangan sama gua, Mas. Sama Acinya sonoh," ucapnya sambil berjalan lagi.
"Aku udah minta maaf sama Aci tadi langung pas dia bilang suka sama aku. Sekarang aku mau minta maaf ke kamu." Aku menyamai langkah Kevin.
"Buat?"
"Kamu suka sama Aci, kan. Jadi maaf kalau aku udah nyakitin cewek yang kamu suka."
Kevin menghentikan langkahnya. "Gua enggak butuh permintaan maaf lu. Aci juga bukan cewek gua, kok." Kevin membuka pintu mobil dan meninggalkanku yang kebingungan dengan sikapnya. Apa maksudnya, sih, si Kevin ini, tadi pagi marah karena Aci kau tolak, sekarang dia malah bilang begitu. Tak tahulah aku pusing.
Kepada Bumantara, tolong jangan libatkan aku dalam masalah cinta dalam bentuk apapun. Berat, Azka tidak akan kuat.
---
Hai, maaf minggu kemarin aku enggak update. Terima kasih sudah menemani Azka hari ini. Lucu lihat Azka yang kelimpungan sama masalah percintaan. Ini juga si Kevin kenapa mendadak labil begitu.
Jakarta, 2 Oktober 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara yang (TAK) Terucap
Teen FictionEKSTRA BAB AKSARA AZKARA --- "Kalau Aksa masih hidup, apa benar dia mau aku buat bahagia? Apa Aksa enggak nyesel ngorbanin semuanya buat aku?" "Walaupun lu bukan adik kandung gua, sampai kapanpun enggak akan ada yang misahin kita." "Azka, aku suka s...