and so the battleships
will sink
beneath the waves
..
TENGGELAM
.
.
.
Pagi yang tenang di rumah Nagarjuna terlihat begitu memuakkan. Menemani Hara yang terpekur diam dengan secangkir kopi dalam genggam yang tak lagi hangat. Manik coklat gelapnya menatap kosong pada apapun yang ada dalam jarak pandangnya, berbanding terbalik dengan isi kepalanya yang riuh akan segala kemungkinan yang tak ingin ia pikirkan.
Kejadian kemarin membuatnya begitu tidak tenang. Tentang Narel dan segala sesuatu yang tak mampu ia tangkap dengan baik. Hal itu membuatnya tak mampu bahkan untuk memejamkan mata di malam hari. Memikirkan segala hal yang menyakiti kepalanya begitu saja. Hela napasnya terdengar tak terhitung, seolah putus asa namun ia tak ingin berakhir tanpa usaha dan berakhir menyakiti adiknya lagi.
Hingga pada teguk terakhir kopinya Hara memutuskan beranjak demi meraih ponselnya yang ternyata baru ia sadari jika ia tak menyentuh benda itu sejak semalam. Jemarinya menggulir layar hingga berhenti pada satu kontak yang mungkin bisa membantunya, Nara. Entah sudah sejak kapan terakhir kali ia menghubungi perempuan itu, ia hanya sedikit, rindu.
Setelah mengetikkan beberapa pesan untuk meminta bertemu, Hara kembali mendaratkan pandangan pada pintu kamar Narel yang belum terbuka sejak kemarin. Dadanya menyesak sakit sekali. Terbelenggu akan rasa bersalah yang ia sendiri bahkan tak tahu bagaimana cara untuk menyelamatkan adiknya.
Maka pada detik selanjutnya, Hara memilih beranjak untuk kemudian berjalan menuju dapur. Mungkin dengan menyiapkan sarapan untuk adiknya lebih baik sebagai permulaan memulai semuanya dari awal lagi. Kembali membangun retak panjang antara mereka sehingga Hara tidak lagi kehilangan siapapun.
atau mungkin tidak.
.
.
.
Hari ini matahari terasa lebih terik dari biasanya. Mengantar hawa panas yang kurang nyaman bagi siapapun yang memilih berkegiatan di luar. Namun siapa sangka bahwa hawa panas tadi tidak sampai pada dua manusia dengan pembicaraan serius di sudut kafe yang tenang.
Itu Hara dan Nara. Menatap satu sama lain bersama dua cangkir kopi dingin yang hampir kehilangan sejuknya. Nara bersama senyum teduh yang tak hilang dari parasnya menatap Hara dengan kelegaan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Hara datang padanya setelah sekian lama. Mengadu akan banyak hal tentang dirinya, tentang Narel, dan segala penyesalan yang membabat habis kewarasannya. Nara tidak pernah tau jika penyesalan Hara akan membawanya datang dalam dekapnya, merengek tentang keinginannya untuk kembali menarik Narel dalam kehidupannya lagi.
Tangan Nara beranjak mendekat, menggenggam dingin jemari Hara yang saling meremat gugup di hadapannya. Mengusapnya hangat dengan ibu jarinya, mencoba mencari tenang yang kini terasa hilang. Nara menatap Hara dalam, sudah sejak sekian lama ia melihat Hara dengan gelap yang ia bawa. Seperti apa yang tengah ia ceritakan sebelumnya tentang Narel, kini Hara benar berada dalam sesalnya.
"Hara..."
Hara mendongak mendengar Nara memanggil lembut namanya. Mendapati tatapan teduh yang mampu membawa sedikit tenang dalam benaknya yang penuh. Kehilangan mama membuatnya hampir bergantung penuh pada Nara yang selalu mampu membawanya 'pulang'.
KAMU SEDANG MEMBACA
You're Doing Well
Teen FictionNarel adalah marah tanpa ledak. Luka tanpa darah dan perih tanpa reda. Rasa cintanya pada rasa sakit membuatnya tak mampu rehat dari lara. Hingga semua yang ada padanya hanya semu dan palsu. Mimpinya sederhana, amat sederhana. Namun entah mengapa, s...