04. Awal Pertemuan

8.8K 1K 28
                                    

William Sylvester Stallone atau yang kerap disapa Duke Sylvester itu kini tengah mengarahkan pedang pusaka keluarga dengan motif Amphiptere yang melingkar anggun di gagang pedang.

Pedang bermata ganda itu sudah banyak bermandikan darah dari berbagai kalangan, tanpa rasa belas kasihan ketika menusuk mangsa atau bahkan menebas nya.

Tom sendiri menggunakan pedang bermata tunggal yang fungsi utamanya adalah untuk tebasan.

Sebenarnya mereka ingin menggunakan sihir untuk menjatuhkan beruang besar coklat yang memiliki bentuk piring di wajahnya dan punuk di bahunya, namun karena suatu alasan tertentu membuat siapa saja yang masuk ke dalam hutan terlarang itu tidak bisa menggunakan sihir secara maksimal.

Beruang coklat besar yang diyakini sebagai Ursus Arctos itu kini tengah marah lantaran hasil buruannya yang tengah melawan untuk tidak di makan.

Beruang coklat besar yang diyakini sebagai Ursus Arctos itu kini tengah marah lantaran hasil buruannya yang tengah melawan untuk tidak di makan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bermodalkan ilmu berpedang dan pengalaman pertempuran, William dan Tom bersama-sama menyerang beruang tersebut. Cukup lama mereka membuang waktu meladeni beruang itu, yang nampak baik-baik saja.

Tiba-tiba dari arah selatan seorang kurcaci dengan tudung kepala warna hitam datang diikuti seekor rubah putih bercorak merah. Apa yang mereka lakukan? Pikir William.

"Hey kurcaci, kau menjauh lah dari sana! Kita akan segera membereskan beruang sialan ini!" Tegasnya memberi peringatan pada dua mahluk yang datang dengan tujuan apa.

"Ngannn" teriaknya dengan aksen yang masih belepotan juga cadel tentunya, membuat William juga Tom merasa bingung. Kenapa suara kurcaci itu seperti anak kecil. Eh, bukankah dinamakan kurcaci karena badannya yang kecil?

E-than, yang mereka kira kurcaci itu membuka tudung hitam nya. Menampilkan rambut pirang berkilau karena pantulan sinar matahari, kulit putih bersih dengan berpaduan pipi berisi yang hampir tumpah, serta bola mata biru dengan pupil mata yang seperti kucing?

"Danan atit papaaaa" teriaknya lantang. Tangan mungil bantetnya ia arahkan ke beruang tersebut, melanjutkan ucapan yang tertunda, "fiyee bawll" dan Boomm..

Tiba-tiba saja beruang coklat besar itu terbakar api biru yang sangat panas. Kaget. Itulah yang dirasakan William juga Tom.

Mereka tahu batasan mana menggunakan sihir jika di dalam hutan ini, tapi kenapa tiba-tiba saja beruang itu terbakar? Satu hal yang pasti, kurcaci itu, ah ralat- bocah itu yang melakukan nya.

E-than tergesa mendekati William yang dibuat cengo, namun hanya sebentar. Ia menetralkan mimik wajahnya menjadi datar berbeda dengan Tom yang masih menganga lebar menatap apa yang terjadi di depan.

"Papa, da ukaa?" E-than bertanya dengan menarik ujung mantel merah William.
Yang ditarik hanya menampilkan ekspresi datarnya, siapa yang dia sebut papa itu.

"Siapa?" Dengan intonasi rendah dan mata tajam yang menatapnya, tidak membuat E-than gemetar. Ia malah semakin gencar membuat ekspresi menggemaskan.

Tom saja sudah sadar, sekarang sedang melihat buntalan daging yang di beri nyawa ini tengah mantap binar atasan sekaligus temannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tom saja sudah sadar, sekarang sedang melihat buntalan daging yang di beri nyawa ini tengah mantap binar atasan sekaligus temannya.

Bisa William lihat, bocah mungil yang kini memeluk kaki jenjangnya itu seperti anak anjing yang tengah menatap orang dengan puppy eyes nya agar di bawa pulang. Keimutan yang hakiki.

"Hey, dia berbicara denganmu, Liam" tukas Tom pada akhirnya, tak kuasa dia menahan kegemasan ini.

"Papaa".. panggilnya sekali lagi, William jongkok dan mensejajarkan tingginya dengan mahluk mungil itu.
"Kenapa kau memanggilku papa, bocah?" tanyanya. Namun tak ayal dia mulai menggendong bocah itu, meninggalkan beruang yang terbakar api sedikit demi sedikit berubah menjadi abu karena panasnya api biru.

"Papa ampan hihihi, E-than ukaa" tawa bocah itu yang bernama E-than, mengelus rahang tegas William, dan bertepuk tangan dengan semangat. Sangat tampan batin E-than.

Entah karena apa, namun tiba-tiba saja Willian menarik ujung bibirnya. Membuat senyuman tipis karena bocah aneh yang datang dari hutan, karena tersesat. Huh? Tersesat? Hmm seperti nostalgia.

Tom juga menyadari sesuatu pada tuannya ini, namun ia memilih abai. Fokusnya ia alihkan pada buntalan daging yang tengah di bawa tuan besarnya.

"Tuan, bagaimana kelanjutan dari pencarian itu?" Tom bertanya, sembari membuka sebuah pintu kereta kuda dengan lambang dan bendera Amphiptere yang tengah terbang.

Mereka berhasil keluar dari hutan terlarang dengan sangat mulus, ini membuat Tom yang sebagai pengawal pribadi William merasa aneh.

Amphiptere sendiri merupakan bagian dari ras Dragon, hanya saja bentuknya yang panjang seperti ular namun memiliki sayap.

"Kita lanjutkan nanti, aku akan membawa bungsu ku dahulu"

"Ha? Maksud anda?"

"Kau bodoh Tom, kau bodoh!" Sarkasnya, sangat menonjol hati kecil Tom yang rapuh.

"Kau mengatai aku bodoh dua kali, Liam" kesal Tom, "bukankah tadi bocah gembul itu bersama rubah?kemana rubah putih itu?"

"Kau terlalu banyak tanya seperti anak gadis, lanjutkan jalan dan pulang!" putusnya yang lagi-lagi membuat Tom syok.

Dia ingin keluar dari pekerjaan ini, namun gajinya bukan main. Menghadapi teman temboknya membuat hati kecilnya perlahan bertambah kecil saja. Huuh 💨

E-than yang di gendong dan merasa di usap-usap punggungnya itu kini mulai mengantuk. Rasa nyaman ketika bersama kakeknya kini tersalurkan ketika ia bersama orang yang ia panggil 'papa'. Sangat nyaman.

Sihir pendeteksi pun tidak mendapatkan rasa bahwa akan ada ancaman bahaya, jadi ia akan memejamkan matanya, meraungi alam mimpi yang penuh dengan cake coklat dan berbagai manisan.

"Teylima.. tashiii, Yvonna-san"

🪴🪴🪴

The Prince of Dragon | ONGOING Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang