⌜ ᝰ‌ ˖ 06. False Memories ⭒﹆ ⌟

50 12 0
                                    

Bau antibiotik yang menyengat, sama-samar terdengar suara yang mirip dengan suara tombol-tombol pada  game konsol yang ditekan, dan sekujur tubuhku terasa dingin, apalagi bagian tangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bau antibiotik yang menyengat, sama-samar terdengar suara yang mirip dengan suara tombol-tombol pada  game konsol yang ditekan, dan sekujur tubuhku terasa dingin, apalagi bagian tangan. sebenarnya di mana aku sekarang?

Aku mencoba membuka mataku yang terasa berat untuk mengetahui jawaban dari rasa penasaranku tersebut, namun karena aku langsung disambut oleh sebuah cahaya menyilaukan yang membuat  kepalaku seketika terasa berat, kedua mataku pun otomatis menutup kembali seiring mengeluarkan erangan pelan.

"Tsukasa?" Suara tombol-tombol game konsol itu langsung terhenti disusuli dengan suara seorang gadis yang terdengar sangat familiar.

Sekali lagi, aku mencoba untuk membuka paksa kedua mataku. Untunglah cahaya silau itu kini terhalau oleh kepala seseorang sehingga penglihatanku tidak tertusuk lagi seperti sebelumnya.

Awalnya buram, namun lama-kelamaan seperti menyesuaikan diri, pengelihatanku pun menjadi jelas. Sepertinya aku Sekarang mengetahui  kepala siapakah itu.

"... Nene ...?" Aku mencoba memanggil namanya, dan ia mengganguk pelan pertanda tebakanku benar.

Pandanganku pun mencoba menyapu sekitar. Ruang serba putih, bau menusuk dari obat-obatan, serta selang infus yang terhubung ke tanganku sudah cukup menjadi gambaran bahwa aku tengah berada di rumah sakit.

"Kau tiba-tiba pingsan. Kata dokter, kondisi tubuhmu hari ini kurang bagus, jadi inilah imbasnya." Tanpa aku perlu mengajukan pertanyaan, Nene sudah menyambar duluan seolah dia dapat membaca pikiranku.

Kemudian tangannya perlahan terulur, menyibak poniku, dan meletakkannya tepat di atas keningku. Nene diam untuk beberapa saat, sampai akhirnya sebuah senyum simpul terbit pada wajahnya yang biasa kulihat berekspresi datar tersebut.

"Syukurlah demammu juga sudah turun." Dia menurunkan tangannya. "Kau belum makan malam, jadi kau harus makan agar perutmu tidak kosong. Tadi ada seorang suster mengantarkan makanan kemari, tapi kalau kamu kurang suka dengan makanan rumah sakit, tadi Aoyagi-kun sempat mampir juga membawakan makanan dari luar."

"Touya?" Keningku mengernyit. "Di mana mereka sekarang?"

"Sudah pulang. Sekarang 'kan juga sudah jam sepuluh malam," balas Nene santai. Dia meletakkan konsolnya di atas meja, dan mulai  menyibukkan diri dengan menyiapkan alat makan.

Mataku lantas terbelak. "Se-sepuluh?!"

"Iya, kau pingsan memang selama itu.  Tapi masih mending sih, dulu kau pernah tumbang 3 hari di rumah sakit setelah kita menyelenggarakan festival ulang tahun Phoenix."

"Tumbang?" Aku semakin cengo.

Nene mengangguk. "Kau tidak ingat? Saat itu kau mimisan banyak sekali padahal."

Hah?

Dia ngomong apa, sih?

Penjelasan Nene sama sekali tidak masuk ke dalam nalarku, terutama pada bagian 'pernah tumbang tiga hari di rumah sakit'. Apa dia baru saja mengatakan ini bukan pertama kalinya aku tidak sadarkan diri sampai-sampai masuk rumah sakit?

ꓸ᭄ꦿ⃔☕ 𝑩𝒍𝒖𝒆 𝑴𝒂𝒓𝒎𝒂𝒍𝒂𝒅𝒆┊ NENEKASA  ˎˊ-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang