"Hahaha hahahaha, kok bisa sih? Mau dong di replay, mau lihat nih, hahaha" Ketawa renyah Echa benar-benar tidak bisa Hibi toleransi lagi, dan tanpa ia sadari
*Plak*
"Aduhhh!! Panda jangan marah dong, aku kan cuma menikmati masa-masa lucu" geram echa mehanan sakit dipipinya.
"Panda, panda! Namaku hibi! Bukan panda! Ohya satu lagi, kalau cuma mau ngetawai aku, mendingan kamu pergi aja dari sini!" Usir Hibi ke Echa.
Echa tak membalas perkataan Hibi ia hanya tersenyum memandangi hibi dan menempelkan potongan timun dingin kemata hibi dan pergi meninggalkan kamarnya.
" Woi! " seru hibi ke echa namun tak digubris, dan entah dari mana bunga-bunga itu datang, karena dimata hibi sekarang begitu banyak bunga yang bermuncul dari sudut-sudut kamarnya.
Ia terlalu melting saat echa memberinya timun tadi. Ia tahu walaupun dengan cara yang aneh, echa perhatian kepadanya, echa tahu hibi terlalu sibuk sekarang untuk ,mengerjakan tugas klub nya, dan hasilnya ia sering tidur larut malam, membuat lingkar matanya menghitam seperti mata panda.
Hibi terkesiap dari lamunannya membuat bunga-bunga yang ia lihat itu menghilang seketika, ia mulai sadar betapa malu nya ia tadi saat ditertawakan echa tadi.
"Echa tau dari mana kalau tadi aku jatuh di tengah lapangan ya? Siapa yang bocorin? Dia kan dikantin tadi, duh malu" Hibi menutupi wajahnya dengan boneka kesayangannya, namanya poro, sekali lagi itu adalah pemberian echa.
Pagi datang begitu cepat, matahari menyingsing dari arah timur, sungguh indah mata memandang cerah secerah penglihatan hibi sekarang, berkat timun dari echa, ia merasakan matanya sedikit lebih rileks dibanding kemarin.
"Sayang, kamu mau sekalian jalan sama papa atau bareng echa?" Tanya mama sambil membawakan hibi nasi goreng telur setengah matang sarapan kesukaannya itu.
"Naik sepeda aja, biar kece ma" Sigap hibi menyantap makanannya itu.
"Dimana letak kecenya? Mendingan sama papa, cepat sampai lagi" sahut papa hibi.
"ya gapapa dong pa, hibi kan mau sehat, biar jadi anak kuat, yakan hibi?" celetuk mama hibi.
Hibi tak menyahut, ia hanya menaikkan alisnya, ia terlalu heboh untuk melahap sarapan kesukaannya itu.
Hibi meluncur cepat dengan sepedanya menuju kelas. Ia selalu berharap echa sudah sampai dikelas, ia sekelas dengan hibi tapi tidak sebangku.
"Yah, echa belum datang, gak seru ah" kecewa hibi.
"Eh bi, gak bareng sama echa?" cewek I
" Echa mana?" cewek II
" Kok kamu doang sih?" cewek III
" Dia kapan nyampek?"
"Gak asik ah kalau echa belum datang" Nyolot gadis-gadis itu ke hibi, hampir serentak.
Beginilah rutinitas yang hibi lakukan dipagi hari, ditanyain bertubi-tubi pertanyaan tentang echa, dimana echa, kenapa echa lama datang, echa naik apa dan sebagainya, membuat hibi pusing tujuh keliling mendengarnya.
Tapi bukan hibi namanya kalau ia tidak bersikap cuek, ia terlalu cuek untuk mengurusi masalah yang satu ini, cukup-cukup tak acuh.
Ia berdiri dan ingin meninggalkan kelas tersayangnya itu, tapi sayang, ia sudah terjegat dengan echa yang sedari tadi berdiri didepan pintu membuatnya urung meninggalkan kelas.
"Hahaha, mau kemanasih? Cari angin? Hahaha" sekali lagi tawa renyah echa membuat hibi geram.
"Echa kalau kamu lihat, kamu langsung datangin mereka dong, aku yang jadi tumbalnya kan? Ini nih ni kuping sakit, tau gak?" Hibi menunjuk-nunjuk telinganya yang memerah karena kericuhan itu.
"Mana? Sini aku hembus, hahaha" Echa meraih telinga hibi dan menjewernya.
Sontak hibi memukul perut echa dan berlari ke taman sekolah. Ia membanting pelan tubuhnya ke bangku taman, menutupi wajahnya dengan tangan, berharap wajahnya sudah kembali seperti semula, putih mulus tanpa merah merona karena berlari.
Dan saat Ia merasa sudah seperti semula, ia mulai membuka tangannya.
"Kenapa sih si echa sekarang populer? Ia sih dia cowo yang face nya bolehlah, tapi kenapa harus echa coba? Kenapa gak cowok yang lain aja? Huwaaa, tapi kalau dipikir-pikir, pantas saja sih dia populer, di ganteng, dia humoris, pintar sih, keren, cool lagi! tipe cowok idaman sekarang sih, tapi kenapa echaaaa? Aku jadi banyak saingan kan? Eh?! Enggak-enggak! Emang aku suka sama dia? Ogahh, dia rese sama aku, gamungkin aku suka dia, aku gamau" hibi mengoceh kepada dirinya sendiri.
"Ciee, ada yang disukai, siapa bi?" Sontak hibi lompat dari tempat duduknya mendengar suara rara,
"Ra, kalau datang lain kali bawa sirine ambulan ya! Biar aku tahu kalau kamu mau datang, jadi aku gapake terkejut, oke?" Sembur hibi ke rara.
"Hahaha, kenapa gak lonceng sekolah aja sekalian bi? Biar kamu langsung masuk kelas kalau dengar aku datang, haha"
"Gak lucu ah ra, hahaha. Yaudah yuk, masuk kelas hehe" hibi menarik tangan rara, rara tak menjawab perkataan hibi, ia hanya menggelengkan kepalanya dan mengulum bibir mungilnya.
Cewek cantik seantero sekolah itu langsung menngambil alih tangan hibi, ia memutar tangannya sehingga ia menarik tangan hibi, dan membawa hibi berlari terbirit mengikuti langkah cepatnya, sungguh mengesankan bagi hibi sang penggemar angin dan hujan ini.
Sorry sekali guys, cerita sebelumnya ke hapus hiks :( sedih sumpahhhhhh
KAMU SEDANG MEMBACA
MY HIBI
Teen FictionCinta yang tumbuh dalam 'Persahabatan' itu emang rumit. Antara harus tetap memilih menjadi sahabat baik yang selalu mendengarkan atau menyatakan perasaan sesungguhnya yang artinya harus kehilangan sahabat? Belum lagi kesalahpahaman diantara persaha...