"Hibi, boleh lihat pr nya gak, hibi kan kece?" rayu biru ke hibi."Biru dilangit yang cerah syalalasyalili yuhuuu, seorang hibi gabakalan melting denger bujuk rayu murah mu itu, jadi percuma saja. Tapi karena kau sudah mencoba berkata jujur, aku akan membantu mu mengerjakannya, tapi bukan memberimu contekan, oke?" tawa kecil hibi.
Echa hanya tertawa kecil melihatnya dan hibi sadar bahwa echa menertawakannya, ia melirik echa dan melototinya, sontak saja membuat echa terdiam dari tawanya dan membuang wajahnya dari hadapan hibi.
"Yaudah yuk, cepetan, sebelum masuk nih bu Amah" Biru menarik tangan hibi, membuat seisi kelas mengolok-olok mereka adalah sepasang kekasih, tapi dengan sigap echa merelai tangan keduanya dan memegang tangan hibi, membuat seisi kelas terkejut.
"Sakit cha, apasih?" Tanya hibi,
"Cemburu?" Pede hibi.
"Dihh ogah, orang aku mau nanya kamu buat jawaban essay nomor 3 apaan doang kok, ngarep ya?" cibir echa.
Saat ini hibi malu amat sangat, ia menghempaskan tangannya dari tangan echa.
"Sorry ya, aku punya biru yang lebih penting untuk di ajari, huh!" pergi hibi tanpa menoleh kearah echa, ia sudah tak tahu seberapa malu nya ia hari ini.
Hibi tak focus untuk mengajari biru, sampai ia tak sadar kalau biru sudah menyalin jawabannya dari buku hibi.
"Ah, biru rusuh!" Hibi berdiri dan menghentakkan kursi agar biru tahu kalau saat ini hibi kecewa padanya.
Sebenarnya hibi bukan anak yang pelit akan berbagi jawaban, hanya saja untuk pelajaran yang satu ini jawabannya tidak boleh ada yang sama, Jika ada yang sama, Bu amah tidak akan membiarkannya begitu saja.
Kelas sunyi melihat tingkah hibi kali ini, hibi tak biasanya seperti ini, mungkin ia benar-benar badmood, ia mungkin saja, pikir mereka, begitu juga echa, ia berpikir sama dengan yang lainnya.
Bel masuk sekolah bergeming ditelinga, menandakan jam pelajaran pertama akan dimulai, langkah kaki Bu Amah semakin dekat menuju kelas, membuat suasana kelas semakin sunyi.
Dan mungkin untuk kali ini hanya hibi yang berharap kalau bu Amah akan lupa tentang pr itu.
"Baiklah semuanya, kalian sudah kelas 3 SMA, dan kalian harus lebih giat dalam belajar untuk masuk ke Universitas tujuan kalian, seperti yang kalian ketahui, alumni-alumni sekolah kita selalu masuk kedalam Universitas favorit, jadi sebagai regenerasi, kalian harus berjuang untuk itu dan lebih serius lagi, untuk itu, sebagai wali kelas, hari ini kita akan membahas Universitas pilihan kalian, lalu setiap hari rabu, dan kamis kita akan melakukan les untuk kelas 3 yang akan melaksanakan UN. Oh iya, Tidak ada iuran."
Kalimat yang di ucapkan bu amah tadi seolah syair indah yang menari-nari ditelinga hibi, ia merasa dewi keberuntungan sedang bersama nya, jadi ia tak perlu mempersiapkan diri untuk hukuman dari bu amah karena jawaban pr nya dan biru sama.
Hibi ingin tahu echa akan mendaftar ke universitas mana, ia ingin bertanya namun ia cukup gengsi untuk bertanya kepada seseorang, hari itu berlalu dengan cepat tanpa mengetahui kemana tujuan sekolah echa selanjutnya.
Echa sama sekali tidak menanyakan universitas pilihannya kepada bu Amah dan apasaja yang perlu ia persiapkan untuk masuk kesana.
Hibi tak mau terlalu mengusik kehidupan orang lain. Ia cukup puas dengan jawaban bu amah mengenai universitas yang akan ia tuju.
Universitas GLORY lah yang akan hibi tuju, universitas terfavorit yang menjadi tujuan siapa saja untuk melanjutkan pendidikannya.
GLORY seolah dibuat untuk anak yang memiliki keahlian khusus, ia juga memiliki banyak gedung dan lapangan, terlalu luas untuk menjadi universitas menurut hibi.
Siapasaja bisa masuk Universitas Glory, hanya saja metode pendukung tidak hanya minat, tapi juga bakat.
Hibi membaringkan badan nya ketempat tidur setelah ia mengganti pakaian sekolahnya.
Ia membiarkan dirinya tertidur siang itu, ia ingin mengerjakan PR nya di malam hari, ia rasa malam hari adalah waktu yang pas untuk berpikir dan mengerjakan PR dengan tenang dalam kesunyian malam.
"Bi, bangun bi, udah maghrib nih, mandi terus sholat bareng, cepetan bi" hibi mendengar suara rara dalam mimpinya, sial sekali kalau didalam mimpi juga harus bertemu dengannya.
Tubuh hibi terguncang, sepertinya ini nyata, rara datang kerumahnya dan berhasil memecahkan mimpi indah hibi.
"Ah! Kamu ra! Ganggu aja, lagi enak nih, lagi mimpi diterima di Universitas GLORY nih, udah mau masuk gerbang eh, tiba-tiba kamu bangungin, yaudah ah aku lanjutin dulu mimpinya, nanti aja bangunnya". hibi kembali memeluk gulingnya dan mencoba menngembalikan awan-awan mimpinya itu tapi ia malah kesakitan karena telinganya ditarik, sontak saja iya bangun dan duduk diatas tempat tidurnya dan mencoba mengumpulkan nyali untuk mengomeli rara.
"Apa? Mau marah?, susah banget sih bangunin kamu? Mau jadi putri tidur ya?" sambar Rara cepat.
Hibi melotot tersadar, kini bukan hanya rara ternyata tapi juga....
"oh, biru sama echa juga ada?" kini dikamarnya sudah ada 3 manusia yang sangat ingin ia pentung kepala nya satu-satu karena sudah berani membangunkannya dari bunga tidurnya.
"Udah cepat sana mandi, terus kita nunggu adzan maghrib terus sholat, terus kita belajar bareng" celetuk biru melihat hibi masih dalam keadaan seperempat sadar baginya.
"Makan malam dulu dong baru belajar" sahut mama hibi yang entah dari mana datangnya.
"Cepat mandi gih anak bayi mama, malu dilihatin temennya banyak belek gitu" mama hibi tertawa kecil sambil kembali kebawah untuk mempersiapkan makan malam.
Hibi melotot, ia melompat dan langsung lari menuju ke kamar mandi, ia tak mau teman-temannya melihat ia dalam keadaan kacau begitu apalagi dihadapan echa,
"Bisa hancur reputasi ku" pikirnya didalam kamar mandi.
Echa, rara, dan biru keluar dari kamar dan menunggu nya diruang keluarga.
Mereka bertiga sudah cukup akrab dari kelas 1 SMP hanya saja hibi entah kenapa hibi sendiri tidak mengerti perasaannya terhadap echa.
"Mungkin karena echa sering mampir ke rumah terus belajar bareng mungkin ya makanya jadi sedikit berbeda gitu rasanya sama echa, hah pasti begitu" pikir hibi saat ia pernah mencoba untuk meluruskan pikirannya.
Aku ulang update! Maafkan daku :(
KAMU SEDANG MEMBACA
MY HIBI
Teen FictionCinta yang tumbuh dalam 'Persahabatan' itu emang rumit. Antara harus tetap memilih menjadi sahabat baik yang selalu mendengarkan atau menyatakan perasaan sesungguhnya yang artinya harus kehilangan sahabat? Belum lagi kesalahpahaman diantara persaha...