Bab 6

2.6K 367 21
                                    

"Naila, maaf banget kayaknya aku ndak bisa bantu. Nyonya bilang dia ndak bisa minjemin kamu uang. Apalagi nominalnya sangat besar."

Kata-kata itu lah yang hanya bisa Santi ucapkan. Dia sudah berusaha membuat Nyonya Gita agar sedikit saja bisa membantu. Namun jawaban Nyonya kaya itu tetap sama. Dia tidak bisa membantu Naila dengan meminjamkan uang sebanyak itu.

Santi jadi merasa bersalah. Ditatapnya Naila yang kini terlihat sangat frustrasi dengan keadaan. Wanita ini bahkan datang di saat langit tengah hujan deras. Belum lagi jalanan cukup gelap untuk dilewati hingga sampai di kompleks perumahan elit ini. Naila pasti berjalan kaki untuk sampai ke sini. Dan itu semakin membuat Santi tidak enak.

Ia kira sahabatnya tidak datang malam ini. Tadi Naila sempat memberinya pesan jika ia akan datang ke kediaman Nyonya Gita. Tak menyangka jika malam ini lah, yang Naila maksud untuk meminjam uang pada Nyonya majikannya.

Santi mengerti, Naila begitu sangat membutuhkan uang agar putranya bisa cepat di operasi. Awalnya Santi pikir ia bisa meminta bantuan pada Nyonya Gita, wanita itu cukup dermawan tetapi nyatanya Nyonya Gita bilang tidak bisa meminjamkan uang dikarenakan Nyonya Gita tidak mengenal Naila sama sekali.

Tentu saja Naila yang mendengar hal itu semakin sedih. Ia tidak tahu lagi harus ke mana untuk mencari uang yang nominalnya tak sedikit dalam semalam. Rasanya sangat sulit. Meskipun dokter Imran akan mencoba membantu agar bisa meringankan biayanya. Tetapi Naila takut jika dokter Imran tidak berhasil.

"Tidak bisa kah 50 juta saja San. Aku lagi butuh uang buat Imam. Keadaanya semakin memburuk jika tidak segera di operasi. Untuk sisanya aku akan coba lagi nyari pinjaman ke orang lain."

Santi terdiam sejenak. Sebenarnya ia tidak berani untuk mengatakan hal ini lagi pada Nyonya Gita. Karena tadi majikannya sudah bilang tidak bisa membantu Naila. Namun Santi juga tidak tega melihat wajah frustrasi Naila. Pasti sangat sulit untuk meminjam uang sebanyak itu, lebih parah Niala harus mendapatkan uangnya malam ini juga.

Seketika Santi mengingat jika Naila kini bekerja di kediaman Tuan Gian. Mungkin saja lelaki itu bisa membantu Naila. Naila bisa mencicil uang pinjaman dari Tuan Gian dengan hasil kerja sebagai ART di rumah lelaki itu.

"Gimana kalau kamu coba pinjam sama Tuan Gian. Siapa tau Tuan Gian bisa membantu kamu. Dia kan lebih kaya dari Nyonya Gita, masih belum punya istri dan anak. Uang segitu pasti ndak akan ada artinya buat Tuan Gian."

Tuan Gian?

Mendengar nama lelaki itu dilontarkan Santi membuat Naila tertegun dibuatnya. Haruskah ia meminjam pada lelaki itu? Bukankah tadi lelaki itu sempat menghinanya dengan menganggap ia adalah perempuan murahan yang bisa dibayar dengan uang. Naila tidak bisa meminjam uang pada orang gila seperti majikannya. Dia mungkin akan meminta Naila membayar hutang pinjaman dengan tubuhnya sendiri. Tidak. Naila tidak mau hal itu terjadi.

Gelengan lemah Naila perlihatkan pada sahabatnya. Meminjam uang pada Tuan Gian sama saja dengan menerima tawaran menjadi pelacur lelaki itu.

"Tidak mungkin aku minjam sama Tuan Gian. Aku baru hari ini kerja di sana."

Santi yang tidak mengerti dengan apa yang terjadi mencoba untuk membuat Naila berpikir ulang.

"Coba saja dulu. Siapa tau memang Tuan Gian bisa membantu kamu. Ingat loh Nai uang 100 juta itu ndak sedikit. Di jaman sekarang siapa yang bisa ngasih kamu pinjaman secara cuma-cuma. Setidaknya kamu kan sekarang bekerja di rumah Tuan Gian, jadi kayak ada jaminannya gitu."

Naila semakin terdiam. Ia tidak mungkin mengatakan pada Santi atas penghinaan Tuan Gian yang menawarinya uang agar ia bisa tidur dengannya. Lelaki itu mungkin bisa menolong Imam, tetapi Naila ragu jika keputusan yang akan ia ambil ini malah berakhir menjadi kesalahan fatal. Tetapi  Naila tidak mau terjadi apapun pada Imam. Jika malam ini ia tidak berhasil mendapatkan uangnya. Bagaimana dengan nasib putranya?

Helaan napas Naila terdengar tidak baik. Mungkin Naila akan kembali berpikir ulang atas ucapan Santi. Naila tersenyum kea rah wanita itu lalu mengangguk.

"Baik akan aku coba minta bantuan pada Tuan Gian. Demi Imam."

Santi ikput tersenyum, menyemangati sahabatnya dengan usapan halus di bahu wanita itu.

"Tetap semangat Nai. Aku tau kamu bisa melewati cobaan ini dengan baik."

Anggukan Naila terlihat. Wanita itu mencoba tetap tegar dengan semua ujian hidup yang amat berat ini. Satu hal yang Naila harapkan. Jika pun ia harus memberikan harga dirinya pada Tuan Gian. Ia berharap Tuhan akan mengampuni dosanya, dan membuat Imam kembali sehat seperti sedia kala.

***

Di ruang kamar, Gian terlihat menikmati segelas anggur. Menyesapnya secara perlahan lalu kemudian terkekeh sinis. Masih mengingat jelas penolakan Naila.

Sialan! Wanita itu terlalu banyak tingah, sok jual mahal padahal wanita miskin seperti Naila tidak perlu mempertahankan harga diri semunafik itu. Mereka tetap hina di mata orang kaya seperti dirinya, wanita miskin seperti Naila tidak lebih dari sekedar sampah. Otaknya saja yang terlalu gila, menginginkan wanita itu bisa menjadi miliknya.

"Sayang aku sudah selesai mandi. Jadi kapan kita mulai bercinta?"

Lalu suara sayu nan manja itu tiba-tiba terdengar di belakang telinga. Berhasil mengenyahkan gerutuan gaib Gian tentang tingkah menyebalkan Naila.

Menoleh ke arah tangan ramping yang melingkar mesra di lehernya. Jemari wanita itu beberapa kali menggoda dada bidang Gian. Dan entah kenapa Gian sangat tidak tertarik dengan gerakan sensual tersebut.

Tadinya ia sengaja menyuruh Bianka untuk datang, berharap bayangan sialan wanita itu tergantikan dengan tubuh molek Bianka di atas ranjang. Tetapi meskipun wanita ini bugil tanpa sehelai benang pun nyatanya itu tidak akan berpengaruh pada gairahnya yang  tetap saja menginginkan Naila. Tidak berubah sama sekali. Sialan!

"Kamu bisa pulang sekarang! Aku tidak membutuhkanmu."

Gian merasa wanita ini tengah tersinggung. Tangan Bianka yang berada di leher Gian tiba-tiba terlepas. Wanita itu kemudian melangkah dengan tampang marah menghampiri Gian yang tengah terduduk di sofa yang terdapat di samping ranjang.

"Aku baru saja sampai Gian. Bagaimana kamu bisa mengusirku begitu saja sebelum kita melakukan sesuatu! Kau menghinaku!"

Tidak mau banyak berdebat. Gian memilih meletakan gelasnya di meja. Lalu bangkit berdiri.

"Aku tidak mau mengulang kata-kataku lagi. Jadi cepat pergi sebelum aku marah! Kau tau, aku tidak sebaik itu ketika marah."

Dan benar. Bianka yang melihat tampang Gian tengah menyiratkan kekesalan buru-buru meraih pakaiannya, memakainya kembali lalu keluar sambil menghentak kasar. Meskipun ia merasa tersinggung dengan sikap Gian, namun ia tidak senekat itu untuk membuat lelaki ini marah. Gian cukup temprametal, dia tidak bisa mengendalikan emosi dengan baik. Bianka tidak mau berakhir babak belur jika tetap tak mengidahkan perintahnya. Tampang Gian saat ini terlihat menyeramkan, dan ia harus menyelematkan diri sebelum Gian lebih murka padanya.

Setelah Bianka pergi. Tangan Gian dengan trampil meraih kunci mobil.

Malam ini ia akan pergi ke club untuk mencari mangsa lain. Wanita yang lebih cantik dari Naila untuk diajak bekerja sama di atas ranjang. Namun belum sempat hal itu terjadi, Gian dikejutkan dengan penampakan seseorang di ambang pintu rumahnya.

Dia Naila, terlihat berdiri mematung sambil menggigil kedinginan, menatapnya.

Bersambung...

Ramaikan dengan vomentnya.

Secret Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang