Para Pejabat Istana yang Belum Pernah Lihat Gajah

402 46 0
                                    

SUATU sore Abu Nawas duduk santai bersama Baginda Raja Harun Al Rasyid di sudut istana. Dari kejauhan sejumlah menteri menyaksikan mereka dengan wajah iri.

"Apa hebatnya Abu Nawas bisa duduk santai dengan Baginda Raja," celetuk salah seorang menteri kepada rekannya.

Sementara Baginda Raja dan Abu Nawas asyik-asyik saja mengobrol diselingi tawa. "Abu, kenapa pejabat istana tidak suka dengan kamu?" tanya Baginda di sela menyeruput kopi.

Abu Nawas hanya tersenyum. "Mungkin mereka belum kenal dengan baik siapa hamba," jawab Abu Nawas coba merendah.

"Belum kenal bagaimana?"

"Mereka mengenal sedikit dan itu mungkin yang buruk-buruk saja," ujar Abu Nawas juga sembari menyeruput kopi.

Baginda tidak bisa mengerti dalih Abu Nawas itu. Sebab tentang siapa Abu Nawas sudah dijelaskan kepada para pejabat istana. Daftar riwayat hidup Abu Nawas pun mudah diketahui pejabat. Ingin kenal seperti apa lagi?

"Saya dengar Baginda mendatangnya gajah dari negeri lain?" tanya Abu Nawas seakan mengalihkan pembicaraan.

"Hei Abu, kamu jangan mengalihkan pembicaraan!" sergah Baginda Raja.

"Tidak yang Mulia, hamba tidak mengalihkan apa-apa," jawab Abu Nawas buru-buru.

"Ini ada kaitannya dengan pertanyaan Baginda Raja," jelasnya.

"Apa maksudmu?"

"Apakah semua pejabat istana sudah pernah melihat seperti apa itu gajah?" tanya Abu Nawas.

Baginda Raja berpikir sejenak. "Saya rasa belum. Belum semua," jawab Baginda Raja.

"Bisakah Baginda Raja memanggil beberapa orang yang belum pernah melihat gajah seumur hidupnya?"

Baginda Raja pun memanggil empat orang pejabat istana, termasuk seorang menteri. "Apa kalian pernah melihat gajah?" tanya baginda.

"Belum, Baginda Raja" jawab mereka serentak.

Baginda Raja lalu memandang Abu Nawas. "Boleh mereka melihat gajah itu Baginda?" tanya Abu Nawas.

Baginda Raja mengangguk setuju. Para pejabat itu bersama Abu Nawas berjalan menuju kandang gajah dipandu seorang petugas. Gajah tersebut berada di dalam kandang tidak jauh dari istana.

Begitu mereka tiba di kandang gajah, Abu Nawas memadamkan lampu sehingga menjadi gelap gulita. Mereka tidak bisa melihat apa pun. Seorang pejabat menyentuh belalainya, sehingga ia mengira bahwa makhluk ini pasti seperti sebatang pipa.

Pejabat kedua menyentuh telinganya dan menyimpulkan bahwa ia adalah kipas. Selanjutnya pejabat ketiga memegang kakinya sehingga ia berkesimpulan bahwa gajah itu adalah binatang seperti pilar. Akhirnya pejabat keempat menyentuh punggungnya sehingga ia yakin gajah adalah semacam singgasana.

Selanjutnya Abu Nawas mengajak para pejabat itu kembali menghadap Baginda Raja. "Coba jelaskan seperti apa gajah itu kepada Baginda," pinta Abu Nawas.

Tidak seorang pun bisa menggambarkan gajah dengan sempurna. Lantaran hanya menyentuh sebagian makhluk itu, maka setiap orang hanya mengacu pada apa yang telah diketahuinya.

"Begitulah, Baginda Raja" ujar Abu Nawas tersenyum.

"Mereka tidak mengenal gajah dengan benar karena mereka dalam kegelapan dan terburu-buru mengambil kesimpulan."

Baginda Raja mengangguk-angguk. "Ternyata memang butuh waktu dan pikiran yang bening, tanpa sikap iri, untuk mengenal dirimu," ujar Baginda puas.

Acara ngopi sore pun berakhir dengan kepuasan di wajah Baginda Raja. "Abu Nawas benar-benar pintar," ucap Baginda penuh kekaguman, dan Abu Nawas meninggalkan istana.

Wallahu a'lam bishawab.

Nu'aiman Dan Abu Nawas Story Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang