✿⁠ Enambelas✿⁠

248 11 0
                                    

✿⁠ Selamat membaca ✿⁠

"Cia, kau serius tidak apa?"tanya Fannya.

Sudah puluhan kali Fannya menanyakan hal tersebut berulang kali.

Aku sampai lelah mendengarkannya dan menjawabnya.

"Aku tidak apa apa Fanny. Tenang saja, jangan khawatir."

"Tapi, tadi kau bilang kalau kau terkena musibah. Musibah apa? Jujur lah pada ku hemm?. Aku kan sahabat mu. Oh, apa hanya aku yang menganggap kalau kita ini sahabat? Iya?"tuduh fannya bersedekap dada.

Aku kaget saat Fannya mengatakan itu dengan cepat aku mengambil kedua tangan fannya dan menggenggamnya.
"Hei hei, kau kok ngelantur gitu si! Kita sahabat. Terima kasih sudah menghawatirkan aku, tapi aku benar-benar tidak apa apa. Yang tadi aku katakan itu cuman bualan semata. Jangan kau pikirkan"ungkap ku menjelaskan.

Fannya menatapku menyelidik.
"Serius kan? Kau tidak berbohong?"

Aku menganggukkan kepalaku dengan mantap lalu mengangkat kedua jariku membentuk✌️.

✿⁠ ✿⁠ ✿⁠ 

Matahari sudah berganti pun, aku masih tidak menemukan Daddy di rumah.

Seharian Daddy tidak pulang kerumah. Apakah Daddy benar benar menjauhi ku?

Apakah aku salah mengambil langkah?

Aku tidak tahu kalau hal itu akan mengakibatkan Daddy menjauhi ku, kalau tahu seperti jadi seperti ini, aku tidak akan melakukannya.

Aku kira Daddy sama seperti lelaki lain yang gampang tergoda dengan tubuh wanita, ternyata memang berbeda, Daddy berbeda dari lelaki pada umumnya.

Lalu bagaimana caranya nenek lampir itu menggoda Daddy? Apakah Daddy benar-benar jatuh cinta pada neklam?

JEDERRRR

"Akh!!"pekik ku sambil menutup kedua telingaku.

Suara petir menggelegar bersamaan dengan itu hujan pun turun dengan sangat deras.

"Astaga,kenapa suara petirnya besar sekali! Aku takut!"
Aku bergelung dalam selimut tebal ku seraya menutup kedua telingaku dengan kedua tangan agar suara petir tak terlalu menakutkan di telingaku namun tetap saja, menakutkan!

Aku menyukai hujan tapi tidak dengan petirnya. Aku takut, sangat takut.

Karena suara petir membuatku mengingat saat aku terlantar di jalan.

Suara petir masih terdengar diluar sana tak ada hentinya dan keadaan rumah kosong , tak ada seorangpun di rumah, hanya ada aku seorang saja.

Itu semakin membuat ku ketakutan. Mengapa petirnya tak mau berhenti?.

"Hiks Daddy, Cia takut!"gumamku terus menerus sambil menangis.

Brakk

"CIA!"dobrak seorang dengan suara yang seperti Daddy.

"Daddy?"panggil ku sambil menyingkap selimutku.

Dengan napas terengah engah Daddy melangkahkan kakinya menuju ke arah ku.

"Daddy, hiks Cia takut dad."ucap ku mengadu. Daddy langsung memeluk tubuhku di atas ranjang.

"Maafin Daddy, tak perlu takut, itu hanya petir."ucap Daddy mencoba menenangkan ku dengan mengusap punggung kecilku.

Aku menggeleng dengan ribut didalam dekapannya."tidakk!"seruku yang masih menangis.

"Sttt, kesayangan Daddy tidak boleh menangis, berhentilah menangis!"kata Daddy menangkup pipiku dengan kedua tangannya sambil menatapku tersenyum.

Aku menatap tepat pada kedua bola mata Daddy yang menatapku dengan senyuman itu, mata kami bertemu satu sama lain, menatap dalam diam, lalu selanjutnya...

Bersambung ☞⁠ ̄⁠ᴥ⁠ ̄⁠☞

Marry Me Dad!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang