✿⁠ Limabelas✿⁠

349 17 0
                                    

✿⁠ Selamat membaca✿⁠ 


Keesokan harinya aku tak menemukan sosok Daddy di rumah ataupun di meja makan.

Biasanya Daddy pagi pagi seperti ini sudah ada di meja makan namun saat ini hanya ada masakan yang tertata rapih di atas meja makan itu.

Aku hanya bisa menghela napas. Apakah Daddy menghindari ku?

Ishhh rencanaku tak berjalan seperti yang aku harapkan.

Yang aku harap kan adalah Daddy tergoda oleh ku lalu menikahi aku dan hidup bersama dengan bahagia, bukan malah menjauhi ku seperti ini.

Haaaaa ingin rasanya aku menangis namun aku sadar bahwa menangis tak bisa membuat Daddy menikahi ku.

Cara apa lagi yang harus aku lakukan? Padahal aku sudah menurunkan harga diriku hanya demi Daddy tapi kenapa Daddy tak tergoda sedikit pun!.

Apakah Aku harus memperkosa Daddy?

Aku terdiam memikirkan cara tersebut, apakah itu jalan satu satunya agar aku dan Daddy bersatu?

"Iss bodoh"rutuk ku memukul kepalaku dengan pelan.

Bagaimana bisa aku melakukan itu. Meskipun aku sudah bertekad akan menikahi Daddy dengan cara apapun tapi kalau memikirkan cara yang seperti itu membuat ku sedikit takut.

Tadi malam saja aku tidak berani menghadapi Daddy yang seperti itu apa lagi yang seperti bayangan ku.

Tidak tidak.

"Pikirkan cara lain Cia."gumam ku.

Krukkrrr krurrrr

Aku terdiam mendengar suara itu.

"Apaan tuch"teriak ku lalu aku mendengar nya lagi.

Ternyata suara tersebut ternyata dari arah perutku yang memberontak minta diisi.

Baiklah, lebih baik aku sarapan dulu lalu memikirkan kembali rencana untuk melamar Daddy.

Aku mulai menyantap masakan Daddy sambil memikir kan cara melamar Daddy. Namun sepertinya aku kehabisan ide.

Apakah aku harus ke mbah dukun?
Dengar dengar masalah apapun itu akan selesai ditangan Mbah dukun.

Jadi, apakah aku harus ke mba dukun?
Inpo mba dukun kawan.

✿⁠ ✿⁠ ✿

"Hei Cia,"panggil seseorang menepuk bahuku.

Aku menoleh dan menemukan pelaku tersebut adalah teman sekelas ku, Fannya.

"Humm?"balas ku dengan malas kembali meletakkan kelapaku pada lipatan tanganku.

"Ish! Kau ini kenapa? Dari tadi pagi sampai sekarang masih murung seperti itu, apakah ada masalah?"tanya Fanny mendudukkan dirinya didepan ku.

"Iyaa aku tertimpa musibah besar."ungkap ku dengan helaan napas.

Brakkk

"APA?!MUSIBAH APA? RUMAH MU TERBAKAR? DIMALING ATAU APA?!"teriak Fannya menggebu-gebu.

Kelakuan tersebut membuat semua orang yang ada di kantin tersebut mengalihkan pandangannya pada sang pembuat suara.

"Stttttt kenapa juga kau teriak teriakk?!"ucap ku menarik tangan Fannya agar kembali duduk lalu aku meminta maaf telah mengakibatkan keributan dengan menundukkan kepala.

"Sorry sorry. Lagian aku kaget mendengar perkataan mu. Kau terkena musibah apa?"tanya Fannya.

Aku menghela napas lagi, sepetinya seharian ini aku kebanyakan menghela napas.

"Kau tak akan mengerti,"kataku menjawab.

"Tak mengerti bagaimana? Katakan saja aku pasti bantu."

Hening untuk beberapa saat. Bagaimana bisa aku menceritakan ke Fanny kalau aku mengulang waktu dan menjelaskan permasalahan ku padanya? Pasti ia kira aku telah gila. Tidak tidak, aku tidak bisa menceritakan hal tersebut pada Fannya.

Maaf kan aku Fannya.

Bersambung ☞⁠ ̄⁠ᴥ⁠ ̄⁠☞

Marry Me Dad!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang