Admit It

281 43 30
                                    

.

.

.

Yeonjun POV

Aku menangkup sesendok besar es krim mintchoco dan menjejalkannya ke mulutku. Netraku terfokus pada televisi di depanku tapi pikiranku mengawang entah kemana. Es krim yang biasanya menjadi penghibur hatiku ini pun terasa begitu hambar saat mencair di lidahku yang kelu.

Bayang-bayang kejadian di malam itu terus berputar seperti bianglala rusak dari kota Silent Hills yang meninggalkan ketakutan dan rasa sesak di dadaku. Dan yang lebih menyakitkan, orang yang membuatku seperti ini selalu saja berada disekitarku. Kami bertemu di rumah dan itu seperti mimpi buruk untukku.

Hampir seminggu ini kami tidak berkomunikasi. Bertingkah biasa saat ada eomma dan appa namun seperti orang yang tidak mengenal satu sama lain saat mereka tak ada.

Aku begitu larut pada kenanganku hingga tak sadar appa dan eomma telah duduk di sisiku. Mungkin aku akan tetap terlihat bodoh karena melamun jika saja appa tidak merebut sendokku dan ikut memakan es krin yang ada di tanganku. Aku tersenyum pada appa yang asik menikmati es krim yang kini telah berpindah ke tangannya. Appaku Choi Namjoon, pria tampan setinggi seratus delapan puluh senti dan mungkin lebih, kini terlihat menua dengan uban yang mulai bertengger di kepalanya.

"Kami bertemu dengan keluarga Noh di Busan" ujarnya padaku. Appa tersenyum memperlihatkan lesung pipinya, lesung pipi yang sama seperti Soobin.

"Benarkah?" tanyaku berpura-pura tertarik. Sungguh pun aku ingin sekali beranjak dan tidur saja, aku bosan dan sedang tidak ingin diajak bicara sebenarnya. Tapi aku sayang appaku, jadi mana mungkin aku bersikap kurang ajar.

"Ya, mereka sama menyenangkannya seperti dulu" Appa menyerahkan kembali cup besar es krim kepadaku, ia menyeka ujung bibirnya. Lagi-lagi sama seperti Soobin.

"Wah, sudah lama sekali rasanya kita tidak bertemu mereka, apa mereka sehat?" tanyaku basa-basi.

"Ya mereka sehat dan terlihat bahagia" Appa memandangku dengan tatapan yang sedikit ragu-ragu.

"Ayolah appa, kita juga bahagia kan?" aku mencubit pipi appa dan coba membuatnya tersenyum kembali, aku tidak suka kalau wajahnya murung.

"Tentu saja, aku memiliki dua putra yang membanggakan sepertimu dan Soobin!" Appa mengibaskan tangannya menandakan bahwa bukan itu sebenarnya maksud appa.

"Yak, kau ini berputar-putar saja suamiku!" eomma menepuk paha appa dengan gemas.

"Umm.. begini, kau ingat Noh Jongeui?" Appa bertanya kembali. Kali ini semoga saja ia to the point karena arah pembicaraan ini semakin tidak jelas.

"Ah ya aku ingat appa, anak cengeng itu kan? Yang selalu saja jatuh jika berlari atau berjalan hahaha" jawabku asal, sebab memang hal itulah yang langsung kuingat jika mendengar nama Noh Jongeui.

"Kau mengingatnya dengan baik healing-ah" eomma mengelus rambutku.

"Memangnya kenapa dia eomma?"

"Oh tentu saja dia tumbuh menjadi gadis yang benar-benar berbeda sekarang" jawab eomma sambil mengerling padaku.

"You know... I mean she's beautiful" lanjutnya lagi. O-oke sepertinya aku mulai mengerti maksud mereka berdua ini.

"Ah aku mengerti, jadi kapan aku harus menemuinya Appa?" tanyaku. Mata appa membulat, mungkin ia tidak menyangka aku sepeka itu.

"Hei, kami tidak memaksamu healing-ah, sungguh!" appa menggenggam jemariku yang dingin karena memegang cup es krim begitu lama.

Ares & Aphrodite [Soobjun]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang