Terkejut.
Kata-kata itu yang terpikir saat ini. Bukan karena mendengar kabar mengenai Robin si pencuri di televisi dengan aksinya yang luar biasa. Ini berbeda dengan biasa. Rasa terkejutku memang tidak seheboh rasa terkejut kakek John. Aku hanya bisa terdiam seribu bahasa ketika melihat dan memegang apa yang ada di depanku. Bukan hanya di depanku saja, tetapi ini apa yang aku lihat di dalam kotak surat depan rumahku. Awalnya ketika aku kembali dari kegiatan kampus seperti biasa, aku akan mendapati beberapa tagihan atau surat dari orangtuaku. Akan tetapi ini hal yang sangat berbeda dari biasanya. Ada surat dari Robin, si pencuri! Ini tidak biasanya karena di surat sebelumnya ia tidak pernah menuliskan nama pengirimnya. Sedangkan ini ada nama pengirimnya Robin.
Bohong!
Kata kedua yang aku teriakkan saat ini juga, tapi sayang aku tidak bisa seheboh itu. Aku berusaha menahan diriku dengan mengambil memejamkan mata sejenak, bernapas secara teratur. Ternyata itu membantuku untuk lebih tentang saat ini juga. Segera mungkin aku langsung membuka mata dan memperhatikan surat yang aku dapat dari Robin sembari memperhatikannya. Sama seperti surat pada umumnya, tak tampak alamat sama sekali. Hanya tertulis nama penerimanya yaitu Sherry Locke. Akan tetapi kenapa ia mengirim-kannya langsung ke rumahku? Bukannya pada surat-surat peringatan sebelum-nya selalu dikirim ke toko Arsene? Namun kenapa hal ini bisa terjadi? Apa mungkin selama ini Robin mengetahui siapa sebenarnya Sherry Locke? Hal itu mungkin saja terjadi. Ada kemungkinan ia sudah mengawasi rekam jejakku selama ini. Itu artinya ia mengetahui tempat tinggalku?
Wah... ini berbahaya. Apa yang harus aku lakukan? Tunggu... Bukankah setahuku sejak peristiwa tiga tahun yang lalu, ayah dan ibu telah menyewa body guard untuk mengawasiku? Kalau begitu akan aku coba tanyakan kepada mereka.
Aku lekas mengambil handphone-ku dan mencari nomor kontak kedua orang tuaku. Sebentar... kalau aku lakukan itu artinya mereka akan curiga dan menanyakan apa yang sedang terjadi. Bisa-bisa mereka malah langsung menghubungkan kejadian tiga tahun yang lalu. Bisa bahaya aku. Itu sama aja dengan membahayakan kakek John dan nenek Marple seperti tiga tahun yang lalu. Aku tahu dalam kasusku yang sekarang saja, mereka sudah terlibat. Akan tetapi aku tidak ingin merepotkan mereka lagi. Aku sudah cukup merepotkan mereka, masa sekarang merepotkan mereka lagi. Baiklah akan aku putuskan tidak akan memberitahu mengenai kedua orangtuaku. Aku harus mencari tahu sendiri.
Bagaimana caranya?
Itu pemikiranku. Bagaimana aku bisa mencari tahu mengenai hal ini. Aku tak punya akses banyak. Aku ini sekarang hanya seorang mahasiswa yang terlibat kasus yang aku alami tiga tahun yang lalu. Tiga tahun yang lalu aku masih bisa bergerak dengan leluasan, karena bekerja sama dengan kak Andani. Tunggu... kenapa aku tidak menanyakan kak Andani mengenai pendapat ini? Sekarang sudah sore, siapa tahu kak Andani sudah pulang. Baiklah aku akan kerumahnya.
Aku langsung meluncur kerumahnya. Begitu pintu rumah aku buka. Aku bertatap muka dengan seorang kakek-kakek yang baru keluar dari rumah kak Andani. Siapa dia? Tampaknya aku pernah bertemu dengannya. Kakek itu juga sepertinya sedikit kaget dengan pertemuan kami berdua, tapi tak diperlihatkan olehnya. Ia tampak tenang sekali. Seperti tidak ada yang membuatnya risau.
"Ah?"
"Anu, anda siapa ya?" tanyaku kepada kakek itu dengan penasaran.
Tiba-tiba terdengar dari dalam rumah suara kak Andani yang mulai terdengar dari luar, "Kakek! Sudah aku bilang jangan bertindak seenaknya."
Aku pun bertemu dengan kak Andani yang keluar dari rumahnya.
"Malam, kak Andani."
"Ada Jane ternyata. Kau sudah pulang?" tanya kak Andani.
"Iya. Kak Andani tumben pulang cepat?" tanyaku balik. Memang tidak biasanya kak Andani pulang sore hari begini. Biasanya dia pulang larut malam sekitar jam 8 malam.
"Ah itu aku..."
"Anak ini menjemput aku, nak." Kata kakek itu.
"Iya, aku menjemput kakekku. Kebetulan kakekku ingin melihat pertunjukan yang sedang aku garap. Iya 'kan kek?"
"Iya. Kakek sudah lama ndak pernah lihat pertunjukan rakyat di kota besar seperti ini, makanya kakek penarasan. Kebetulan cucu kakek ini sedang mengadakan pertunjukan rakyat, jadi kakek diajak," kata kakeknya kak Andani dengan sopan.
"Wah. Pasti kakek bangga dengan cucu kakek ya?" tanyaku.
"Ndak juga kok, nak. Biasa aja."
Biasa saja? Aneh. Biasanya seorang kakek akan membanggakan cucunya dibandingkan anaknya sendiri. Ini malah tidak bangga.
"Oya, kakek, sudah jam segini mau kemana?" tanyaku balik.
"Kakek pengen cari makan. Bosen makanan masakannya Dani," katanya dengan tampang jenuh.
"Kakek. Jam segini mana ada yang jualan di perumahan sih?" kata kak Andani.
Benar juga jam segini, apalagi diperumahan seperti ini jarang ada yang jajanan. Biasanya aku dan penghuni perumahan ini selalu menyetok makanan alias belanja banyak. Jadi kami tidak tergantung dengan jajanan yang terkadang tidak sehat. Tampaknya kakeknya kak Andani masih tidak menyerah, ia ingin makan makanan yang menurutnya merakyat.
"Tapi kakek pengen cari makanan," katanya kekeh. Tampaknya ia tidak akan menyerah kalau belum mendapat apa yang diinginkan.
"Anu.. bagaimana kalau makan dirumahku?" tanyaku menawarkan untuk makan dirumahku. Rasanya tak tega melihat kakeknya kak Andani keluar malam-malam begini. Apalagi untuk mencari makanan keluar butuh perjuangan yang tidak gampang.
"Ndak apa-apa, nduk?" tanyanya dengan loga bahasa daerah yang kental.
"Gak apa-apa, kek. Tapi aku gak bisa masak makanan yang kakek suka dan gak tahu juga."
"Oh kalau itu biar cucu kakek yang memasaknya."
"Kakek!" kata kak Andani dengan nada tidak enak
"Gak apa-apa, kak. Lagipula ada yang ingin aku diskusikan ke kak Andani."
"Oh, baiklah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lintang Kartika
Mystery / ThrillerCerita dengan genre roman detektif yang mengisahkan sebuah perjalanan cinta antara dua orang rekan yang awalnya membentuk sebuah grup detektif swasta, Sherry Locke. Pembentukan grup tersebut dikarenakan kecintaan mereka terhadap cerita misteri dan d...