Chapter 2

66 2 14
                                    


Akhirnya setelah perjalanan panjang dari daerah Kota menuju terminal blok M, sampai juga di daerah yang ingin aku tuju. Rasanya seperti perjalanan panjang. Wajar saja, karena aku pergi di saat lagi jam sibuk kantor. Ditambah lagi penuh dan sesak busway yang aku tumpangin. Sampai-sampai ada bapak-bapak yang masih sehat dan tidak tahu malu malah duduk di deket batas untuk ruangan wanita. Benar-benar tidak tahu malu. Apalagi ada perempuan yang masih sehat dan muda malah duduk di kursi merah alias kursi untuk para manula, orang sakit, atau ibu hamil. Terkadang aku ingin menegur mereka, tapi itu bukan urusanku. Bisa rusak mood-ku hanya gara-gara seperti itu. Sudah banyak orang-orang seperti mereka dan selalu terjadi setiap saat. Terkadang mereka memang seenaknya saja, dan tidak mementingkan kepentingan orang lain. Jujur aku benar-benar kesal kalau mengingat tipe orang seperti itu. Sayangnya, terkadang aku harus menahan rasa keadilanku. Aku tahu aku juga harus tahu tempat dan waktunya dimana aku bisa bertindak dan meluapkan rasa keadilanku itu.

Nah... daripada memikirkan itu, aku segera berjalan cepat menuju toko buku Arsene. Kalau boleh aku jelaskan sedikit, ini adalah toko buku langgananku. Aku juga pernah bekerja dengan pasangan suami istri manula yang mengelola toko buku ini dimana aku dan kak Andani diam-diam membuka jasa detektif swasta. Ya itu sudah lama sekali sekitar 3 tahun yang lalu. Saat itu aku dan kak Andani menggunakan nama ID lain agar tidak diketahui oleh orangtua kami. Sayangnya apa yang dilakukan oleh kami saat itu ternyata membuat kami nyaris celaka. Sejak itu, orang tuaku melarang kegiatanku yang berhubungan dengan detektif atau polisi. Hal itu membuatku sedih. Untungnya mereka tidak melarangku untuk tetap membeli buku-buku yang bertema detektif. Setidaknya ini adalah kesenanganku yang tidak direbut olehnya.

Sesampai di lantai basement, aku melihat dari kejauhan billboard toko buku Arsene diantara toko buku yang berjejer rapih. Biasanya kalau aku kesini, aku bisa sangat lama sekali dari siang sampai malam. Pernah sesekali aku nyaris ketinggalan busway dan sampai dirumah aku dimarahin habis-habisan orang tuaku. Ya... mau bagaimana lagi. Aku merasa kalau sudah ada di tempat ini, rasanya berada di surga. Aku bisa berlama-lama mencari buku-buku yang aku inginkan, atau sekedar membaca buku saja di toko Arsene.

"Halo, kakek John."

"Oh, datang juga kau akhirnya." kata Kakek John yang menyadari kehadiranku di depan toko.

Aku menyapa kakek John yang sedang duduk di meja kasir. Tampaknya beliau sedang membuat pembukuan mengenai buku-buku apa yang keluar masuk toko ini. Aku memasuki toko Arsene. Toko itu sengaja dibuat dengan wallpaper gaya Victorian era di Inggris, penuh dengan wallpaper berwarna merah tua kombinasi warna coklat dan hitam. Kesannya lebih klasik ditambah dengan buku-buku yang disusun rapih oleh kakek John. Ya memang hampir semua buku yang ada di toko buku Arsene ini adalah buku-buku lawas. Meskipun begitu, toko buku ini tetap memiliki pengemarnya tersendiri.

"Sebentar lagi kakek selesai. Tunggu ya. Nenek juga sebentar lagi datang membawakan makan siang," kata kakek John yang melanjutkan pekerjaannya.

"Baik, kek. Santai saja."

Sambil menunggu kakek John yang melanjutkan pekerjaannya. Aku mengambil kursi dan buku yang ada di tumpukan buku itu. Tentu saja yang aku ambil adalah buku novel detektif.

"Seperti biasa, kalau kau ke sini selalu mengambil buku tema itu," kata kakek John sambil menulis pembukuan dan tidak melihat ke arahku

"Ya, mungkin sudah terbiasa, kek," sahutku tenang. Aku sudah terbiasa seperti ini. Ya.... Mau bagaimana lagi. Sejak dulu memang seperti ini dan tidak ada yang berubah kok.

"Oya... bagaimana kabar Andani?" tanya kakek John memecah rasa kesunyianku yang asik membaca buku yang kuambil itu.

"Baik, kakek John. Memang kak Andani belum bertemu dengan kakek John lagi?" tanyaku penasaran.

Lintang KartikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang