Chapter 7

5 0 0
                                    

Udara yang amat sangat panas ini memang tak membuatku mengurungkan niatku melancarkan aksiku. Seperti yang pernah aku tulis dalam surat pemberitahuan yang kukirimkan kepada Jane tersayang. Akan tetapi tampaknya untuk melaksanakan aksiku ternyata tidak semudah seperti membalik telapak tangan sesuai dengan pemikiranku. Beberapa saat, aku melihat sesuatu yang membuat bulu kudukku berdiri. Mungkin di udara panas siang ini membuatku mengalami fatamorgana untuk sesaat.

Aku harap apa yang aku lihat sekarang tidak menjadi kenyataan untuk kedepannya. Di kala aku sedang melancarkan aksiku dengan mempersiapkan beberapa aksiku untuk nanti malam, aku melihat sosok yang tak asing bagiku. Sosok yang membuatku akan merinding karena tubuhku mengingat masa-masa pelatihan ketika aku kembali ke kampung. Siapa lagi kalau bukan sosok kakekku. Tidak hanya merasa melihat tetapi aku merasakan tatapannya yang dingin. Ah.... Ini membuatku tidak jadi konsentrasi dalam mempersiapkan langkah ketigaku.

Harapanku kini hanya satu yakni bisa menyelesaikan aksiku sampai tuntas. Apapun caranya aku harus menyembunyikan ini dari kakek. Meski aku tahu bahwa aku tak dapat menyembunyikan apapun dari beliau. Sekalipun aku mengenakan topeng atau menggunakan jurus poker face andalanku yang kupelajari dari beliau, tetap saja rasanya seakan-akan ia dapat membaca pikiranku. Apa ini gara-gara aku sering ditekan olehnya setuap kali aku akan pulang kampung. Hal ini membuat tubuhku langsung merinding dan tertekan, padahal belum tentu kakekku ada di dekatku. Hanya saja hawanya benar-benar terasa. Sial! Kenapa harus disaat-saat begini sih. Benar-benar menyebalkan.

Tunggu... Aku tak boleh termakan emosi semata. Sia-sia rasanya pengorbananku selama ini. Sudah lama aku mempersiapkan ini, dan aku tidak boleh gagal ataupun termakan emosi diriku. Aku harus bertahan. Rasanya memang tidak enak. Perasaan seperti ini harus aku tahan. Apapun yang terjadi aku harus melawannya, sekalipun itu kakekku.

Persiapanku hari ini untuk memulai langkah ketigaku semakin sulit saja. Sejak berita ini tercuat dengan hebohnya hilangnya mesin ATM secara misterius hari senin kemarin, polisi semakin memperketat penjagaannya. Tidak bisa sembarangan juga ternyata ya. Tapi, bukakah ini akan membuatnya semakin menarik? Ah, kebiasaan jelekku mulai lagi. Aku selalu menganggap sesuatu yang menantang menarik dan membuatku tak sabar ingin melaksanakannya. Sayang sikap jelekku ini bisa hilang kalau berhadapan dengan kakekku. Beliau dikenal amat disiplin, dan tidak main-main dalam melancarkan aksinya. Aku mungkin masih membiarkan korbanku hidup, tapi tak demikian dengan kakek. Ia bahkan bisa membuat lupa selamanya korbannya. Jujur ilmu hipnotisnya benar-benar luar biasa, dan mungkin karena hal itu aku pun menjadi salah satu korbannya.

Saat ini aku sedang mempersiapkan langkah ketigaku untuk nanti malam. Aku selalu melancarkan aksiku malam hari. Dikala orang tertidur lelap, disaat itulah aku akan beraksi. Ya memang terkesan seperti ninja, tapi itu bukan aku. Aku adalah Robin si pencuri. Aku mencuri bagaikan sebuah bayangan. Lagipula penjagaan malam hari bisa aku tanganin. Tentu saja dengan teknik menyamar dan teknik hipnotis yang aku pelajari dari kakeku. Ah! Kenapa harus mengingat dia sih... Ya aku akui kalau aku belajar dari beliau, tetapi entah kenapa setiap kali mengingatnya, bulu kudukku selalu berdiri. Kakek kurang ajar! Aku harap aku dapat melepaskan hipnotis yang diberikan olehnya.

Sudah! Sudah! Jangan mengingatnya kembali. Sekarang aku harus fokus dengan apa yang harus aku persiapkan. Oya, bagaimana kabar Jane ya? Hmm apa dia sudah tahu dan mengerti dimana aku akan beraksi lagi ya? Ah pasti tidak. Soalnya aku tidak mengirimkan surat lagi ke toko Arsene. Kalau aku mengirim, berarti aku akan melanggar perjanjian kami berdua. Bisa-bisa Jane akan melaporkan hal ini ke kepolisian. Kalau itu sampai terjadi, lebih baik aku menyingkir dari kota ini untuk sesaat. Lawannya terlalu berat, apalagi kalo sekelas kapolda atau jabatan tertinggi dalam kepolisian. Kecuali satu orang yang bisa menghadapinya, yakni kakekku.

Lintang KartikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang