ix

539 76 5
                                    

"Sekarang Aku serahin ke kamu Rosie."

Jennie tersenyum paksa dengan mata berkaca-kaca "pernikahan kita. Aku kasih sepenuhnya ke kamu."

Rosé masih terdiam melihat Jennie yang perlahan melepas cincin pernikahannya "aku gak masalah, aku gak marah kalo seandainya kamu mau milih dia."

"Jennie! Kamu bilang apa!? Kamu nyerahin Rosé ke orang lain gitu aja? Emang bener ya dari awal kamu sama Rosé tuh gak pernah bahagia! Tapi kamu maksain karena perasaan kamu tuh bikin kamu bodoh!" pekik Mama Kim penuh amarah.

"Enggak Bu Kim. Emang Jennie berhak lepasin Rosé." ujar Papi Park dingin.

"Apa? Cih, emang kalian se keluarga gak pernah suka sama Jennie kan? Kenapa kalian restuin juga waktu anak kalian datang dengan sok pahlawannya nyelamatin harga diri Jennie ha? Dasar muka dua."

"Maaf lancang Ibu Kim, tapi saya gak terima ya anda bilang gitu ke keluarga saya." kini Alice angkat bicara.

"Alice, udah."

"Gak Mih, dia gak tau kan sebesar apa pengorbanan Rosé buat sahabatnya yang banyak nuntut ini?" tunjuknya pada Jennie.

"Apa maksud kamu bilang gitu ke anak saya!? Dimana sopan santun kamu yang katanya pengacara itu?l

"Saya masih bisa sopan ke ibu asal ibu gak ngomong macem macem ya, ibu gak tau apa-apa."

"Apa yang saya gak tau ha? Udah jelas Rosé cuma sok pahlawan buat Jennie-."

"Itu yang Ibu Kim yang gak tau." suara Papi Park terdengar, dia memandang besannya "sebelum Rosé menikahi anak anda, dia lebih dulu berniat meminang gadis lain Bu. Tapi gadis itu dengan lapang dada meminta Rosé menikahi Jennie yang hamil duluan itu. Dia tau harga diri sahabatnya dalam bahaya. Mungkin Jisoo Kim bisa aja gak  peduli dengan anak ibu, tapi dia tau Jennie suka Rosé dari kecil dan sekarang dia hamil duluan-

"Stop bilang hamil duluan Tuan Park!"

"Emang begitu kenyataannya kan?" Papi Park memandang anaknya "Rosé menolak karena dia emang gaada rasa sama anak anda. Tapi itu permintaan Jisoo yang sedang sakit, dia gak bisa nolak kecuali nerima keinginannya, dan nelan pahitnya pernikahan dia dan Jennie yang tanpa cinta."

"Tapi liat sisi baiknya Ibu Kim, Rosé yang tanggung jawab kan? Dia tanggung jawabi hidup anak ibu dengan baik, coba tanya ke anak ibu itu pernah gak Rosé kasarin? Pernah enggak Rosé marahin atau minimal Rosé bentak? Dan ibu masih mau nyalahin Rosé atas semua kebaikannya?"

Mama Kim beralih menatap anaknya "Jen,"

Jennie mengangguk lemah "aku sering bilang kan, aku bahagia banget nikah sama Rosie. Tapi mungkin cukup sampai sini aja, aku gak tahan liat dia yang Pura-pura bahagia, Pura-pura tertawa padahal setiap malam dia nangis, ngadu minta keadilan dan kebahagiaan dalam do'a nya."

Kini Rosé menggenggam tangan Jennie, tanpa sadar matanya mengeluarkan air mata "Jen, udah. Aku bahagia sama kamu."

"Berhenti bohongin diri kamu sendiri Rosie," Jennie sama terluka nya. Sudah cukup dia menjadi luka untuk Rosé.

Dia menangkup pipi Jennie, "Hey, kamu bilang kamu cinta aku kan? Kenapa mau lepasin aku? Kamu bohong kan?"

Jennie menggeleng "kamu tahu titik tertinggi dalam mencintai adalah ikhlas?"

" Ya Rosie, aku ikhlas dalam mencintai kamu, aku gak masalah kamu gak jadi milik aku. Aku percaya pada kalimat 'Cinta tak harus memiliki' karena percuma kamu jadi milik aku kalo kamu gak bahagia Rosie."

"Kamu terlalu berharga untuk itu, cukup tau aku sebahagia apa aku saat miliki kamu, tapi aku gak bisa lebih lama kayak gini, aku gak bisa terus liat kamu tersiksa gini, aku gak bisa ngeliat hati yang selalu aku harapin malah terluka karena aku sendiri."

"Ketidak sanggupan itu bikin aku sadar cukup lihat kamu dari jauh dan ikut dengan hal yang kamu dapat aja udah cukup. meski mungkin pada akhirnya hati ini hancur juga ketika ngeliat kamu tertawa didekapan orang lain."

Dia meraih kedua tangan Rosie "aku udah selesai Rosie. Ceraikan aku. Kejar kebahagiaan kamu, aku selesai, terima kasih atas waktunya."

Rosé tidak menjawab, dia menarik Jennie kedalam pelukannya, ini tentu menyakitkan untuk keduanya meski sudah mencoba untuk ikhlas.






24/365Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang