"Keparat! Serang dia!" teriak Ki Surati memberi perintah.
"Heaaaa....!"
Saat itu juga tanpa basa-basi lagi, semua pengemis berlompatan menyerang Rangga dengan kibasan tongkat kayu.
"Uts!"
Tubuh Pendekar Rajawali Sakti langsung berkelebat di antara sambaran tongkat. Segera dikerahkannya jurus Sembilan Langkah Ajaib. Seketika tubuhnya meliuk-liuk indah, ditunjang dengan gerakan kaki yang lincah. Kadang tubuhnya condong ke depan, kadang ke belakang, hampir sejajar tanah. Sehingga tak satu pun serangan yang bisa menyentuh tubuhnya.
Melihat keadaan ini, Ki Surati jadi geram.
"Jawul! Bantu bawahanmu!" ujar Ketua Perkumpulan Pengemis Tongkat Angin ini pada pemuda pengemis di sebelahnya.
"Baik, Ketua!" Sahut pemuda berkumis tebal yang dipanggil Jawul.
"Heaaa...!"
Jawul langsung meluruk, menyelip di antara kawan-kawannya. Seketika tongkatnya disabetkan dari atas ke bawah.
"Hiih!"
Tangan Pendekar Rajawali Sakti cepat diangkat ke atas, memapak tongkat Jawul.
Pemuda pengemis itu kaget bukan main melihat tongkatnya malah patah, saat menghantam tangan Pendekar Rajawali Sakti. Dan sebelum hilang rasa kaget Jawul, Rangga cepat melepas satu tendangan menggeledek yang begitu cepat tak tertahankan.
Desss...!
"Aaah...!"
Tendangan kaki Rangga membuat Jawul terlempar ke belakang sambil menjerit kesakitan.
"Keparat!"
Ki Surati menyumpah geram.
Sementara itu Jawul telah bangkit kembali. Segera didekatinya Ki Surati. Wajahnya tampak gusar penuh amarah.
"Bagaimana, Ki? Apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanya Jawul seraya memperhatikan sepak terjang Pendekar Rajawali Sakti yang tengah dikeroyok para pengemis lain dan dibantu beberapa penduduk.
"Apa yang kita lakukan? Dasar tolol! Kita harus membekuknya! Orang itu harus mampus di tanganku!" desis Ki Surati geram seraya mengepalkan buku jari-jarinya.
"Tapi, Ki.... Dia berkepandaian tinggi...."
"Tutup mulutmu! Dasar pengecut! Ayo cepat kau bantu mereka lagi...!" hardik Ki Surati.
"Baik, Ki!" sahut Jawul.
Dengan langkah terburu-buru pemuda itu bergabung kembali dengan kawan-kawannya untuk ikut mengeroyok Pendekar Rajawali Sakti. Sedang Ki Surati masih tenang-tenang saja memperhatikan. Serangan para anggota Perkumpulan Pengemis Tongkat Angin ini sebenarnya hebat.
Namun agaknya mereka kurang kompak, sehingga dengan mudah Pendekar Rajawali Sakti menghindarinya. Bahkan sambil berkelebat Rangga sempat membalas dengan pukulan yang tak dialiri tenaga dalam. Karena pada dasarnya, dia tak ingin menyakiti. Apalagi Rangga melihat di antara pengeroyoknya terdapat beberapa penduduk yang sebenarnya tak tahu apa-apa.
Bukk...!
"Akh...!"
Setiap tangan Pendekar Rajawali Sakti bergerak maka seketika terdengar jeritan yang susul-menyusul disertai robohnya para pengemis itu satu persatu. Padahal para pengemis itu berusaha mati-matian untuk menjatuhkan Rangga secepat mungkin, tapi yang terjadi justru sebaliknya.
"Kurang ajar!" maki Jawul kalap, melihat kawan-kawannya berjatuhan.
Saat itu juga, pemuda berkumis lebat ini melompat menerjang sambil melepaskan pukulan bertubi-tubi. Namun Pendekar Rajawali Sakti kelihatan tenang-tenang saja. Bahkan mampu menghindar dengan mengegoskan tubuhnya ke kanan dan kiri. Hal ini membuat Jawul semakin gemas. Serangannya makin kacau dan tak karuan. Kesempatan itu tidak disia-siakan Pendekar Rajawali Sakti. Sambil memutar tubuhnya, tangannya mengibas cepat. Lalu....
"Wuaaa...!"
Jawul menjerit keras ketika dadanya terhantam kepalan Pendekar Rajawali Sakti. Pemuda berkumis lebat itu kembali terlempar sejauh dua tombak. Begitu jatuh di tanah, kedua tangannya langsung memegangi dadanya yang terasa nyeri dan sesak. Sementara mulutnya meringis dengan mata menatap sendu pada Ki Surati.
"Brengsek! Dasar tidak becus...!" umpat Ki Surati. Pengemis tua itu langsung meluruk cepat melepas serangan saat Pendekar Rajawali Sakti disibukkan oleh kerubutan para pengemis dan para penduduk yang masih bertahan. Tapi, agaknya percuma saja Ki Surati berusaha membokong. Sebab meski cukup sibuk menghadapi serangan-serangan, namun kewaspadaan Pendekar Rajawali Sakti ternyata tidak lenyap begitu saja. Begitu terasa ada desir angin halus di belakangnya, Pendekar Rajawali Sakti segera melompat ke samping. Dan akibatnya, tongkat di tangan Ki Surati malah mengenai kepala seorang anak buahnya.
"Bletak...!
"Adouw...!"
"Brengsek! Kenapa kau ada di situ, goblok!" sembur Ki Surati.
"Aduh, Ki! Kira-kira kalau mau menyerang. Masa batok kepalaku yang dihantam..." rintih orang yang jadi sasaran dengan wajah meringis sambil mengusap-usap kepala yang terasa nyeri.
"Sudah! Diam kau...!" bentak Ki Surati.
Sementara itu, agaknya Rangga sudah mulai bosan berhadapan dengan mereka. Jelas para pengemis dan para penduduk itu tidak bisa membedakan mana yang harus dibela dan mana yang tidak. Mereka adalah kaum pengemis yang mungkin saja sering memeras korbannya dengan cara seperti ini. Sehingga, penduduk ikut terhasut oleh fitnah mereka. Bahkan ikut membantu mengeroyok. Dan kalau begini terus, tidak akan mungkin menyadarkan mereka meski dihajar sampai babak belur. Yang paling tepat adalah menangkap pemimpinnya.
"Heaaa...!"
Maka disertai teriakan keras, Pendekar Rajawali Sakti melompat ke udara dengan jurus Sayap Rajawali Membelah Mega. Setelah berputaran beberapa kali tubuhnya meluncur ke arah Ki Surati.
"Eeh...! Uts!"
Ki Surati terkesiap. Secepat kilat tubuhnya dimiringkan seraya mengibaskan tongkatnya. Namun Pendekar Rajawali Sakti tak peduli, cepat tangannya berkelebat dengan jurus Pukulan Maut Paruh Rajawali
"Heh?!"
Ki Surati tercekat melihat tongkatnya patah terhantam tangan Pendekar Rajawali Sakti. Dan sebelum keterkejutannya hilang, Pendekar Rajawali Sakti yang masih berada di udara kembali memutar tubuhnya dengan kedua kaki merapat, tertuju lurus ke dada Ki Surati. Dan....
Dessss...!
"Aaakh...!" Ki Surati menjerit keras ketika kedua kaki Pendekar Rajawali Sakti mendarat telak di dadanya. Tubuh orang tua itu tersungkur jatuh ke tanah. Dan Pendekar Rajawali Sakti tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu. Tubuhnya yang telah mendarat segera melompat ke arah Ki Surati. Saat itu juga sebelah kakinya menginjak dada Ketua Perkumpulan Pengemis Tongkat Angin itu, namun dengan perhitungan yang matang agar tidak sampai menyebabkan kematian.
"Hugkh...!"
Ki Surati melenguh tertahan. Wajahnya berkerut menahan rasa sakit saat dadanya ditekan Pendekar Rajawali Sakti. Sementara anak buahnya jadi tercengang tanpa bisa berbuat apa-apa.
"Sekarang apa yang hendak kau lakukan, Ki?" ancam Rangga dingin seraya menekan dada Ki Surati dengan kakinya. Karena disertai tenaga dalam, Ki Surati merasa dadanya bagai ditindih batu sebesar kerbau.
"Am..., ampun! Aku akan membebaskan kau dari syarat tadi. Kau boleh pergi sesukamu sekarang juga!" sahut Ki Surati.
"Huh! Kau kira semudah itu?!" cibir Rangga.
"Lalu apa maumu?"
"Kau harus membayar denda padaku!"
"Eh! Mana mungkin? Aku hanya pengemis. Dan, tidak mungkin punya uang banyak"
"Aku tidak katakan uang. Tapi kau harus bayar denda. Lagi pula apa dikira aku percaya kalau kau tidak punya uang?"
"Maksudmu?" tanya Ki Surati dengan mulut tetap meringis.
"Kalian tentu sering melakukan penipuan seperti ini, bukan?" tebak Rangga langsung.
"Eh, aku tidak mengerti. Kau yang bersalah... aaakh!"
Pengemis tua itu tidak sempat melanjutkan kata-katanya, karena seketika itu juga Rangga menekan injakannya. Karuan saja, Ki Surati menjerit kesakitan.
"Jangan memutarbalikkan kenyataan! Atau, dadamu akan hancur sekarang juga!" gertak Rangga.
"Apa yang harus kukatakan kalau kenyataannya memang begitu?" tukas laki-laki tua itu, kembali berpura-pura setelah tekanan di dadanya dikendorkan.
"Sial!" dengus Rangga geram. Kembali Pendekar Rajawali Sakti menambah tekanan di dada, sampai Ki Surati gelagapan. Anak buah Ki Surati yang sejak tadi diam dan tak tahu apa yang harus dilakukan, coba-coba memberanikan diri dengan bergerak maju. Tapi baru saja beberapa langkah mendekat...
"Jangan coba-coba mendekat! Atau, pemimpin kalian akan tewas di tanganku?!" ancam Pendekar Rajawali Sakti dengan suara garang.
"Kalau kau bukan pengecut, lepaskan dia!" ujar Jawul.
"Aku tak peduli! Aku sudah muak melihat tingkah kalian!" dengus Pendekar Rajawali Sakti.
"Dasar pengecut!" umpat Jawul.
"Ya, Pengecut Busuk!" timpal yang lain beramai-ramai.
"Kalian yang pengecut! Apa namanya main keroyokan kalau bukan perbuatan pengecut?"
Tak ada yang menjawab. Seolah mereka tersadar dengan apa yang telah diperbuat.
"Sekarang katakan padaku, mengapa kau mengemis secara paksa seperti ini?!" tanya Pendekar Rajawali Sakti lantang suaranya.
"Aku sebenarnya terpaksa melakukan hal ini..." desah Ki Surati, akhirnya melemah juga.
"Apa maksudmu?"
"Kami perlu uang banyak..."
"Untuk apa?"
"Untuk membayar seseorang...?"
Dahi Pendekar Rajawali Sakti berkernyit.
Sementara Ki Surati tahu kalau pemuda itu masih kebingungan dengan jawaban-jawabannya.
"Kami bermaksud menyewa Iblis Api untuk membunuh seseorang. Tapi harganya cukup mahal. Dan itu tidak terjangkau oleh kami..." jelas Ki Surati.
"Lalu kalian menggunakan cara menipu seperti yang dilakukan kepadaku?"
"Kami terpaksa, Anak Muda..." sahut Ki Surati, lirih.
"Bangunlah, Ki. Maaf, ini terpaksa kulakukan agar kau jangan terlalu mengumbar kekuasaan demi memaksakan kehendak terhadap orang lain," ucap Pendekar Rajawali Sakti halus, seraya mengangkat kakinya dari dada Ki Surati. Dia yakin, laki-laki tua ini berkata jujur. Dan itu terlihat dari sorot matanya yang memancarkan kesungguhan.
"Tak apa, Anak muda... "
"Panggil aku Rangga, Ki!" potong Pendekar Rajawali Sakti.
"Baik, Rangga. Aku sebenarnya jadi malu padamu " desah Ki Surati setelah bangkit berdiri, walaupun masih meringis merasakan nyeri pada dadanya.
Rangga menarik napas panjang seraya menatap lembut laki-laki tua itu. Ki Surati jadi tertunduk malu. Dia tahu apa yang tengah dipikirkan pemuda itu mengenai mereka. Dan khususnya mengenai dirinya. Perbuatan itu memang tidak pantas dilakukan.
"Sebenarnya untuk apa kau bermaksud menyewa Iblis Api?" tanya Rangga.
"Agar dia membunuh Setan Gembel!" jelas Ki Surati, mendesis. Wajah laki-laki tua ini tampak geram ketika menyebut nama itu. Dan Rangga pun merasakannya.
"Setan Gembel? Siapa dia?" tanya Rangga.
"Apakah kau tidak mendengar berita yang baru tersebar beberapa hari ini?" Pemuda itu menggeleng. "Hm.... Setan Gembel sekarang mulai meresahkan tokoh-tokoh silat di belahan bumi ini," jelas Ki Surati.
"Apa salah Setan Gembel padamu sehingga kau begitu mendendam?" tanya Pendekar Rajawali Sakti lagi.
"Dia telah membunuh saudaraku. Ki Jaban, namanya."
"Itu hal biasa. Mungkin saja di antara mereka pernah terjadi permusuhan. Dan saat Ki Jaban mati, lalu kau mendendam padanya. Dan seandainya dia pun mati olehmu, tapi sahabatnya atau kerabatnya akan mendendam lagi padamu. Maka dendam tidak akan ada habis-habisnya."
"Tapi Setan Gembel juga membunuhi orang-orang yang tak ada sangkut pautnya dengan urusan pribadinya. Memang dia terjun ke dunia persilatan untuk pertama kali hanya untuk urusan dendam. Tapi begitu namanya jadi buah bibir karena mampu membunuh saudaraku dan membunuh si Tongkat Sakti, dia jadi besar kepala! Segala tokoh yang menurutnya berkepandaian tinggi mulai didatanginya satu persatu," jelas Ki Surati.
Rangga mendesah sambil menggeleng lemah. Dia tak habis pikir, dalam setiap petualangannya, selalu saja ada peristiwa berdarah.
"Hm.... Kalau boleh tahu, berapa bayaran yang diminta Iblis Api agar mau membantu kalian?" tanya Rangga.
"Sepuluh ribu keping uang perak, atau dua ribu lima ratus keping uang emas...," sahut Ki Surati.
"Hei?! Itu jumlah yang banyak sekali!" Rangga tersentak kaget mendengar jumlah uang yang disebutkan Ki Surati.
"Ya, begitulah harganya...," desah laki-laki tua itu.
"Kenapa kau mesti menyewa dia? Bukankah dengan mengandalkan jumlah anak buahmu kalian dapat menaklukkan Setan Gembel?"
"Aku tak ingin mengorbankan nyawa anak buahku untuk mati sia-sia. Kepandaian Setan Gembel telah bisa ku ukur, setelah mampu membunuh si Tombak Sakti."
"Kau benar, Ki. Aku kagum dengan kasih sayangmu dengan anak buahmu. Kalau begitu ceritanya, kalian memang bukan tandingannya. Hm.... Kalau Setan Gembel sampai membantai tanpa alasan jelas, aku pun tak akan tinggal diam. Aku harus menyelidikinya!" tandas Pendekar Rajawali Sakti.
"Maaf, aku tidak bermaksud mengajakmu untuk terlibat dalam urusan ini," desah Ki Surati dengan nada lirih.
"Sudahlah.... Itu sudah menjadi urusanku, bila tindakan Setan Gembel benar-benar sesat," ujar Rangga.
"Kalau begitu aku pamit dulu...!"
Setelah berkata begitu, Rangga berkelebat cepat dengan ilmu meringankan tubuh yang sudah sangat tinggi. Sehingga dalam sekejap mata dia telah jauh dari tempat tadi. Ki Surati hanya bisa memandang dengan tatapan bahagia.***
KAMU SEDANG MEMBACA
214. Pendekar Rajawali Sakti : Setan Gembel
ActionSerial ke 214. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.