BAGIAN 4

89 7 0
                                    

"Heaaa...!"
Seekor kuda putih berlari cepat, seiring gebahan penunggangnya, seorang laki-laki berusia sekitar lima puluh tahun dengan pakaian jubah warna biru tua. Namun ketika berbelok ke kanan, saat itu pula dari kejauhan terlihat seseorang berjalan pelan dari arah yang berlawanan. Laki-laki penunggang kuda ini menggeram, dengan mata memandang tajam. Semakin dekat jarak mereka, semakin jelas terlihat kalau orang yang berjalan seenaknya di tengah jalan itu adalah seorang pemuda berbaju kumal penuh compang-camping. Sementara sebuah peti mati dari kayu diseret-seretnya di belakang.
"Hooop...!"
Laki-laki penunggang kuda itu ini menghentikan tunggangan pada jarak dua tombak, ketika pemuda penghadangnya tak juga menyingkir. Dengan wajah kesal dia melompat turun. Dipandanginya pemuda gembel itu di depannya dengan seksama.
"Hm.... Ya! Aku tahu. Kau pasti Setan Gembel!" tebak laki-laki penunggang kuda itu.
Pemuda gembel yang tak lain memang Setan Gembel tidak menjawab. Perlahan-lahan mukanya diangkat sehingga mereka saling pandang.
"Hhh...! Rupanya kau telah tahu siapa diriku! Lantas kenapa? Kau punya dendam padaku?" sahut Respati, datar.
"Ya! Aku memang punya dendam denganmu. Aku Tejareksa alias si Pedang Kayu ingin agar kau bertanggung jawab atas kematian Gautama!" dengus laki-laki setengah baya yang berjuluk si Pedang Kayu.
"Dia memang pantas untuk mati!"
"Keparat!"
Si Pedang Kayu yang bernama asli Tejareksa kontan kalap mendengar jawaban Setan Gembel. Kedua bola matanya mendelik lebar.
"Banyak yang mampus di tanganku. Tapi buat apa mengingat mereka?" lanjut Respati, dingin.
"Bedebah! Si Tombak Sakti masih terhitung keponakanku, tahu?!"
"Tapi apa urusannya denganmu? Dia mati karena dosa-dosanya. Dan itu harus ditebus dengan nyawanya sendiri," sahut Setan Gembel enteng tanpa beban perasaan.
"Kau memang tidak berperasaan sama sekali. Memang pantas kau mendapat julukan Setan Gembel! Jiwamu sendiri memang gembel! Gembel terkutuk..!" maki Tejareksa, kalap.
"Hahaha...! Apakah baru sekarang kau mengetahui? Aku sendiri yang menjuluki Setan Gembel. Bukan orang lain. Dan siapa yang berani mengusikku nyawa taruhannya!"
"Tapi hari ini aku yang akan mencabut nyawamu!" tegas si Pedang Kayu geram.
"Jangan terlalu yakin. Sebab menurutku kaulah yang kukirim ke liang kubur."
"Sebaiknya kita buktikan saja sekarang! Kalau kau punya senjata. Keluarkan!"
Begitu selesai berkata begitu, Ki Tejareksa mencabut pedangnya. Sambil maju selangkah, pedangnya ditusukkan ke dada Respati. Sebaliknya Setan Gembel kelihatan tenang-tenang saja. Tapi begitu sebilah pedang hampir mengenainya, tubuhnya melejit ke atas. Lalu sambil berjumpalitan beberapa kali, dia mencelat ke belakang.
"Yeaaa...!"
Ki Tejareksa tidak mau membiarkan begitu saja. Tubuhnya langsung meluruk mengejar sambil berusaha menyarangkan senjatanya sebelum lawan menjejak tanah.
"Hiih!"
Setan Gembel mengegoskan kepala, sehingga pedang itu luput, hanya menyambar angin kosong. Pada saat yang singkat, si Pedang Kayu melepas tendangan menggeledek. Maka cepat bagai kilat, Respati menangkis tendangan si Pedang Kayu dengan tangan kiri.
Ki Tejareksa kelihatan gemas karena serangannya berhasil dikandaskan. Padahal, dia ingin menghabisi pemuda itu secepatnya. Tapi Setan Gembel sendiri ternyata bukan tokoh sembarangan yang bisa dijatuhkan dengan mudah.
"Hahaha...! Senjatamu ternyata bukan pedang pusaka yang bisa diandalkan. Rasanya pedang mainan itu lebih pantas digunakan untuk bertarung dengan anak-anak!" ejek Setan Gembel.
"Tutup mulutmu, Bedebah! Sebentar lagi kau akan tahu, bagaimana enaknya kepalamu menggelinding oleh tebasan pedangku ini!" maki Ki Tejareksa.
Mendadak si Pedang Kayu mengamuk sejadi-jadinya. Ejekan Setan Gembel membuatnya geram. Dan kemarahannya memuncak laksana api berkobar-kobar. Pedangnya berkelebat menyambar ke mana saja pemuda itu bergerak.
"Hmm...!"
Mula-mula Setan Gembel terkesiap melihat perubahan jurus-jurus yang diperlihatkan laki-laki setengah baya itu. Tapi begitu diperhatikannya dengan seksama, ternyata jurus-jurus yang tengah dimainkan si Pedang Kayu sangat ceroboh, karena terlalu mengumbar kemarahan. Sehingga dalam keadaan seperti sekarang malah jurus-jurusnya terlihat berantakan. Banyak sekali kelemahan, serta pertahanan terbuka.
"Heaaa...!"
Dalam satu kesempatan Setan Gembel membentak nyaring. Tubuhnya bergerak cepat. Dan tahu-tahu dia telah menyelinap di antara sapuan pedang. Ki Tejareksa terkesiap. Sebelum menyadari kebodohannya sendiri tahu-tahu....
Dessss...!
"Aaakh...!"
Satu tendangan Respati telah menghantam telak sekali. Si Pedang Kayu kontan terjungkal beberapa langkah ke belakang disertai pekik kesakitan. Dari mulutnya keluar darah segar.
"Hahaha...! Hanya segitukah kepandaian pendekar kesohor yang menamakan diri si Pedang Kayu?!" teriak Setan Gembel disertai tawa nyaring dan berkacak pinggang.
"Kurang ajar!"
Ki Tejareksa menggeram. Matanya memandang buas kepada Setan Gembel.
Dan sekali menyentak garang, si Pedang Kayu telah kembali bangkit berdiri. Seketika dia melompat menerjang.
"Yeaaa...!"
"Huh!" Setan Gembel hanya mendengus dingin. Kemudian sekali berkelebat, tangannya memapaki serangan.
Tubuh si Pedang Kayu terjajar beberapa langkah. Sedangkan Respati tak bergeming sama sekali. Kini baru Ki Tejareksa menyadari kalau tenaga dalamnya masih kalah dua tingkat dibanding pemuda itu. Dan sebelum si Pedang Kayu membuka serangan, tubuh Setan Gembel telah meluruk cepat dengan satu tendangan berisi tenaga dalam tinggi. Begitu cepat gerakannya, sehingga Ki Tejareksa tak mampu menghindar lagi.
Kraaakkk....!
"Aaakh...!"
Si Pedang Kayu memekik kesakitan begitu tendangan Setan Gembel mendarat telak di dadanya. Seketika terdengar suara berderak dari tulang yang patah. Tubuh laki-laki itu kontan terlempar seperti selembar daun kering. Tulang dadanya patah. Dan kelihatannya Ki Tejareksa susah sekali bangkit. Wajahnya berkerut menahan rasa sakit hebat.
"Aku tidak pernah meninggalkan musuhku hidup-hidup. Aku akan menjemput mautmu sekarang juga!" desis Setan Gembel.
"Huh! Kau kira aku sebangsa pengecut yang takut mati? Bunuhlah aku cepat!" sentak Ki Tejareksa.
"Hahaha...! Kau akan mampus sekarang, Iblis Tua!"
Setelah mengumbar tawanya, tiba-tiba saja Setan Gembel berubah garang. Di pandanginya laki-laki setengah baya dengan tajam. Kedua tangannya terangkat pelan-pelan. Tapi pada saat yang paling gawat buat si Pedang Kayu....
"Heh...?!"
Setan Gembel langsung berbalik saat terdengar derap kaki kuda. Agaknya, kuda-kuda itu segera akan melewati tempat ini, sehingga membuatnya menjadi gusar.
"Hhh...!"
Respati mendengus saat melihat pasukan prajurit berkuda mendekati tempat ini. Dari umbul-umbul yang dibawa, jelas kalau pasukan prajurit berkuda itu berasal dari Kerajaan Linggapura. Maka sebelum pasukan prajurit itu berada pada jarak sepuluh tombak, Respati menghentakkan tangannya.
"Hiih!"
Serangkum angin kencang berhawa panas meluruk ke arah pasukan prajurit.
"Uts! Kurang ajar!"
Seorang prajurit yang berada paling depan cepat melompat sambil membuat gerakan jungkir balik. Lalu kakinya jatuh dengan mulus di tanah, tidak jauh dari Setan Gembel. Namun....
Blarrr...!
"Aaakh...!"
Ketika prajurit berpangkat panglima yang tadi melompat memandang ke arah kawan-kawannya, dua orang prajurit yang tadi persis di belakangnya telah terbujur tewas karena tak sempat menyelamatkan diri. Sementara tiga orang lainnya ikut terjungkal, meski tidak sampai terluka parah. Tapi itu sudah cukup membuat amarah panglima itu terbangkit.
"Kurang ajar! Kau telah membunuh prajurit Kerajaan Linggapura! Aku, Panglima Rukmana akan menghukummu, Gembel!" bentak panglima yang bernama Rukmana. Melihat gerak-geriknya, tampaknya Panglima Rukmana tengah memimpin pasukan yang berjumlah sekitar dua puluh orang ini.
Setan Gembel tidak langsung menjawab. Melainkan, berdiri tegak memandangi mereka untuk sesaat. "Pergilah! Aku tidak ingin berurusan dengan kalian...!" ujar Respati dingin.
"Bedebah! Kau berani mengusir kami seenaknya?! Gembel busuk! Kau betul-betul tidak tahu penyakit! Tidak tahukah kau, bahwa saat ini tengah berhadapan dengan para prajurit kerajaan?! Kau akan dihukum pancung karena berani membunuh dua prajurit!" sahut Panglima Rukmana geram.
"Hukum pancung? Hahaha...!" Setan Gembel tertawa geli mendengar amarah panglima itu.
"Setan! Dasar gembel gila! Kau tidak tahu bahwa sebentar lagi akan mampus. Tapi, masih juga bisa tertawa! Serang dia!" teriak Panglima Rukmana memberi perintah pada anak buahnya.
Begitu mencabut pedang, para prajurit mengangkatnya tinggi-tinggi.
"Yeaaa...!"
Serentak para prajurit Kerajaan Linggapura mengurung Setan Gembel. Dan secepat itu beberapa orang langsung meluruk maju dengan sambaran pedang. Dalam waktu singkat Setan Gembel telah berada dalam kelebatan pedang-pedang. Rasanya sulit untuk mencari jalan keluar dari kepungan.
"Hup! Heaaa...!"
Namun dengan enaknya, Respati meliuk-liukkan tubuhnya. Sehingga tak satu pedang pun yang menyentuh tubuhnya. Bahkan tiba-tiba, Setan Gembel melakukan serangan balik dengan melakukan tendangan beruntun dan bertenaga dalam tinggi.
Des! Des! Des!
"Aaakh...!"
Tiga prajurit kontan terjungkal roboh, tidak bangkit lagi terhantam tendangan Respati. Sedang yang seorang hanya terjungkal, dan masih sempat bangkit meski dengan wajah meringis menahan sakit pada bahunya.
"Kurang ajar! Pantas saja kau berlagak! Rupanya ada sesuatu yang kau banggakan, he?!" dengus Panglima Rukmana.
Panglima ini langsung bergerak maju dengan langkah lebar.
"Minggir!" perintahnya pada anak buahnya.
Serentak para prajurit kerajaan itu menghentikan serangan, mundur teratur. Namun begitu, mereka tetap membuat bentuk lingkaran untuk mengurung Setan Gembel. Panglima Rukmana mendekat perlalan-lahan. Sorot matanya tajam memandang Respati. Laki-laki berusia sekitar tiga puluh tahun yang bertubuh tegap ini amat terkenal di kalangan prajurit sebagai seorang yang memiliki kepandaian hebat.
"Aku telah memberi kesempatan padamu untuk menyerah. Tapi, kau menolak. Maka jangan salahkan bila aku akan membunuhmu sekarang juga!" lanjut Panglima Rukmana mendengus sinis.
"Membunuhku? Seekor kecoa sepertimu ingin membunuhku?! Hahaha...! Sungguh menggelikan!" ejek Setan Gembel seraya tertawa nyaring.
Suara tawa Setan Gembel agaknya bukan sembarangan karena disertai pengarahan tenaga dalam. Buktinya beberapa prajurit yang memiliki tenaga dalam rendah buru-buru mendekap kedua telinga dengan wajah berkerut menahan sakit.
"Tertawalah sesuka hatimu, Keparat!" desis Panglima Rukmana. Bersamaan dengan itu, panglima ini melompat menerjang dengan pedang siap dikibaskan.
"Uts!"
Ujung pedang panglima itu menyambar cepat. Tapi Setan Gembel ternyata bukan lawan enteng. Pemuda gembel yang wajahnya selalu tertutup rambut panjangnya itu bergerak amat lincah menghindari setiap serangan.
"Hahaha...! Hanya seginikah kebisaanmu? Kau hanya membuang-buang waktu menghadapi Setan Gembel!" ejek Respati.
"Keparat! Jangan berbangga diri dulu. Kau belum merasakan ilmuku yang Iain. Dan kau akan menjerit sampai ke neraka sana!" teriak Panglima Rukmana kalap.
"Hahaha...!" Setan Gembel hanya tertawa mendengar kata-kata lawan. Tapi tawanya lebih tepat merupakan ejekan. Sepertinya dia memang betul-betul menganggap enteng panglima itu.
"Heaaa...!" Disertai bentakan nyaring tubuh Panglima Rukmana berkelebat. Kali ini dia merubah gerakan, sehingga terlihat lebih cepat dan memiliki gerakan-gerakan beragam.
Tapi sekali pandang saja Setan Gembel tahu, kalau gerakan-gerakan panglima itu masih mentah. Sehingga masih banyak lubang-lubang lowong yang bisa dijadikan sasaran empuk.
"Huh! Kau akan mampus sekarang juga!" dengus Respati.
"Cobalah buktikan!" balas Panglima Rukmana tidak kalah garang.
"Hiyaaa...!"
Disertai bentakan garang, Setan Gembel berkelebat cepat mendekat. Panglima Rukmana pun tidak kalah sigap. Cepat disambutnya luncuran tubuh Respati dengan ayunan pedangnya.
Pedang Panglima Rukmana jelas menghantam dada. Namun tidak berakibat apa pun terhadap Setan Gembel. Jangankan terluka. Bahkan tergores pun tidak. Dan sebelum panglima itu bisa menghapus rasa herannya, satu tendangan keras telah menggedor dadanya.
Desss...!
"Aaaa...!"
Panglima itu kontan memekik keras. Tubuhnya terpental ke belakang disertai semburan darah segar.
"Panglima...!" desis prajurit-prajurit yang menyaksikan kejadian itu.
Serentak mereka memburu pimpinannya. Terlihat mulut Panglima Rukmana bergerak-gerak sebentar. Sementara, darah terus berlelehan. Tidak ada suara yang terdengar. Bahkan kemudian kepalanya terkulai lemah, dan jantungnya berhenti berdenyut.
"Keparat! Kau harus membalas kematiannya!" bentak salah seorang prajurit, seraya melompat ke depan Setan Gembel. Prajurit lain pun mengikuti. Wajah mereka kelihatan garang dan penuh dendam.
"Kalian bukan tandinganku. Pergilah!" ujar Setan Gembel dingin.
"Setan! Kami harus membunuhmu sekarang juga. Hutang nyawa bayar nyawa!" desis prajurit itu, seraya melompat menerjang bersama kawan-kawannya.
"Hm, bandel!" gumam Setan Gembel, dingin. Dan tiba-tiba sebelah telapak tangan Respati menghentak ke depan. Dan dari telapak tangannya seketika melesat serangkum angin kencang berhawa panas ke arah para prajurit.
"Aaakh...!"
Beberapa prajurit terpental disertai pekik kesakitan. Mereka roboh bermandikan darah, dan tidak bangkit lagi. Melihat keadaan itu bukan main geramnya para prajurit yang selamat. Mereka kembali menyerang serentak. Namun kali ini, Setan Gembel berbuat seperti tadi. Sehingga, korban yang jatuh semakin bertambah.
Dan sisa lima prajurit segera memutuskan untuk melarikan diri saja. Memang, agaknya Setan Gembel tidak berselera bermain-main dengan mereka. Dia hanya memperhatikan saja dengan senyum dingin.
"Dasar tikus-tikus busuk!" umpat Respati.
Kemunculan pemuda berbaju compang-camping itu menoleh pada sosok si Pedang Kayu yang tadi terluka parah. Ternyata Ki Tejareksa telah diam tidak bergerak. Setelah yakin kalau laki-laki itu sudah tidak bernyawa lagi, Respati segera menghampiri peti matinya.
Srek! Srek..!
Suara gesekan peti mati dengan tanah terdengar saat Setan Gembel melangkah.

***

214. Pendekar Rajawali Sakti : Setan GembelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang