12

289 71 15
                                    

Sepulang dari sekolah, Amara langsung pergi ke toko roti mamanya. Begitulah kebiasaan Amara selama ini, ia selalu menghabiskan waktu setelah pulang dari sekolah untuk membantu mamanya mengurus tokonya.

Dan sekarang, Amara tengah mengaduk adonan roti yang akan segera di panggang. Gadis itu tampak sangat cantik dengan memakai baju piyama dan rambut yang dicepol asal.

"Naomi, mama mau pergi beli belanjaan dapur dulu sebentar. Kamu jaga toko sama kak Dewi, ya." Ucap mama Amara lembut.

Amara mengangguk dan tersenyum. "Iya, ma. Nanti Naomi juga samperin kak Dewi kok di depan."

"Baguslah, mama pergi ya." Mama Amara mencium pipi Amara lembut.

Naomi Amaraloka, nama gadis cantik dan berwajah manis itu. Gadis yang saat ini tengah berurusan dengan Arka, cowok redflag menurutnya. Naomi memang nama yang sering disebut oleh mamanya dan para pegawai toko rotinya.

Amara hanya tinggal berdua dengan mamanya, tante Desta. Single parent yang sibuk membangkitkan karir bisnis rotinya dengan berusaha keras demi Amara dan dirinya. Ayah Amara sudah meninggal sejak Amara berumur 9 tahun, sudah 8 tahun lamanya beliau meninggalkan mereka.

"Akhir selesai juga," Amara melepaskan celemek setelah merapikan dapur, kemudian ia keluar dari sana untuk menemui kak Dewi, salah satu pegawai toko rotinya.

Amara tersenyum hangat saat melihat banyak pengunjung di toko rotinya, ada yang sedang berkencan disana, ada juga yang datang bersama keluarga mereka. Amara menipiskan bibirnya melihat kehangatan sekeluarga itu, ia ikut merasa senang.

"Naomi," panggil Dewi, gadis berperawakan tinggi, ideal, dan berpenampilan tomboy namun masih tampak sisi cantiknya.

Amara menoleh. "Eh- kak Dewi."

Dewi hanya tersenyum, ia menyadari jika Amara sibuk menatap sepasang keluarga yang berkunjung disitu. "Liat deh, toko kita makin hari makin rame aja pengunjungnya."

"Syukurlah kak, artinya usaha kita selama ini gak sia-sia." Amara tersenyum menatap kak Dewi.

Kak Dewi mengangguk setuju. "Kakak yakin sih, perlahan toko kita bisa jadi tempat favorit para pengunjung deh."

"Pasti kak, kita kan juga udah setuju sama rencana buat sediain background aestetic biar para pengunjung bisa foto-foto disana." Amara menunjuk sudut toko yang tampak polos dan luas.

Sudut tempat itu rencana akan ditempelkan background yang bagus untuk menarik perhatian para pengunjung. Namun mereka harus mengumpulkan dana yang lebih untuk itu, dibantu juga oleh para beberapa pegawai yang ada disana.

.

.

"Tolong jangan ambil uang saya!" Teriak seorang wanita paruh baya sambil berlutut di depan 3 orang preman berbadan besar dan penuh tato.

"Berisik!" Umpat preman itu menendang tangan wanita tersebut yang tengah memohon.

Wanita paruh baya itu menangis, dirinya tidak berdaya untuk melawan para preman yang tengah merampok uang dalam dompetnya. Sudah berkali-kali ia melawan untuk merebut kembali hak miliknya tapi para preman itu malah memukul tubuhnya dengan balok kayu.

"A-ampun, tolong jangan ambil uang saya, tolong..." Lirih wanita itu lemah, punggungnya terasa sakit karena ditendang oleh salah satu preman itu.

Di jalanan yang tampak sepi, tiga preman itu dengan sukarela menghajar seorang wanita yang kini tidak berdaya. Wanita itu adalah Desta, mama Amara. Wanita itu dikeroyok saat sedang pergi ke pasar untuk membeli bahan membuat roti.

Tubuhnya terkapar lemah di tengah jalan, tidak ada satu pengendara pun yang lewat di jalan tersebut karena waktu sudah mulai gelap. Tangisan wanita itu terdengar sangat sakit, disaat yang seperti ini dirinya tengah memikirkan nasib anaknya jika dirinya sudah tidak bisa bertahan.

DEAR, BABU!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang