14.

231 64 13
                                    

Arka menghempaskan tubuhnya diatas sofa basecamp, membuat Sandi dan Harsa yang tengah membereskan peralatan motor di teras menatap bingung kearah Arka. Chandra meletakkan sebuah kopi susu diatas meja milik Arka, lalu ikut duduk disebelah temannya itu.

"Gue tau lo capek, minum dulu refresh otak lo." Ucap Chandra, ia membuat buku novelnya dan melanjutkan membaca.

"Thanks, Chan." Arka meneguk kopi susu itu segera, membuat Chandra tersenyum.

Reva yang asik selonjoran di rubik lantai yang dingin itu mengangkat kepalanya menatap Arka, ia sudah menduga banyak hal dalam otaknya. Arka terlihat sangat kecapean, seperti ada yang membebani pikiran sepupunya itu.

"Ar! Gimana kalo duit hasil menang basket tadi kita tabung aja buat modal bengkel?" Tanya Sandi, cowok itu mengelap keringatnya dengan handuk kecil yang tersangkut di lehernya.

Arka mengangguk tanpa beban, ia tidak mengharapkan uang itu juga. Arka hanya berharap mendapatkan apresiasi yang baik dari ayahnya, seumur hidup ia tidak pernah mendapatkan itu. Selalu saja prestasinya dibandingkan dengan Arsha, kakaknya. Sehingga tanpa sadar, hubungan kakak beradik itu tampak canggung karena perbuatan ayahnya sendiri.

"Minimal jajan dikit kek! Panas gini enaknya makan bakso deh!" Saran Harsa tiba-tiba.

Mendengar kata bakso membuat mata Reva sontak membulat sempurna, cewek itu sangat senang jika dibahas makanan. "Gas! Gue mau juga!"

"Gas apaan? Lo gak ada hak di duit ini!" Ucap Harsa meledek Reva.

Reva cemberut, ia menatap Arka meminta pembelaan. Namun cowok itu tampak tidak menghiraukannya, Arka sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Gak perlu hak, gue bisa kasih Reva lebih dari duit itu." Ucap Chandra yang selalu peka dengan Reva, ia mengambil jalan tengah.

Reva menyengir lebar, ia menatap Harsa penuh kemenangan. Sandi terkekeh kecil, ia menggeleng pelan dan kembali membereskan peralatan bengkel mereka yang berceceran.

"Kena lo!" Sandi dengan jahilnya mencolek dagu Harsa dengan tangan yang penuh oli.

Harsa menepis kasar tangan Sandi. "Apaan lo colek-colek gue! Lanang anjer!" Sewotnya merasa jatuh harga diri.

Reva dan Chandra tertawa renyah melihat tingkah Sandi dan Harsa yang tidak ada habisnya. Sesekali juga Reva ikut menimbrung berdebat dengan kedua teman cowoknya yang rempong itu.

Arka tiba-tiba bangkit dan bergegas keluar dari basecamp membuat keempat temannya bingung dan mengejarnya keluar.

"Ar, mau kemana?"

"Ar, kok pergi?"

Reva tidak bertanya, matanya menatap setiap gerakan Arka. Mungkin cowok itu butuh ketenangan, Reva sudah menduga ada sesuatu yang terjadi pada Arka di rumah tadi. Makanya ia membiarkan Arka pergi, mungkin untuk menenangkan hatinya.

Arka menaiki motornya dan memakai helm barunya. "Gue harus  ke suatu tempat, nanti pulang gue jelasin. Jagain Reva, ya."

Chandra mengangguk paham, ia hanya diam saat melihat Arka mengendarai motor keluar dari pekarangan basecamp. Meskipun banyak tanda tanya yang belum terjawab, mereka tetap memberikan privasi untuk Arka sampai cowok itu memberitahu sendiri kepada mereka.

.

.

Arsha menatap lurus ke depan, pandangan tersorot sendu, kedua tangannya mengepal kuat. Hatinya terasa tidak tenang, kejadian tadi siang membuat pikirannya kacau dan merasa bersalah terhadap Arka.

Sudah 3 tahun hubungan mereka kaku dan dingin, sudah beribu cara Arsha memulai untuk berbicara duluan dengan Arka. Namun adiknya itu tetap merespon dingin setiap kali pembicaraan mereka. Arsha tidak menyerah, selalu kakak ia selalu mencoba sabar dengan keadaan seperti itu.

DEAR, BABU!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang