Amara menyuapi makanan untuk mamanya dengan lembut, ia tersenyum senang karena tak lama tadi mamanya kembali siuman dari pingsannya. Meskipun tubuhnya masih lemah, wanita itu tetap menampilkan senyumnya kepada Amara dan Dewi yang sedari tadi senantiasa merawatnya.
"Kaki mama masih sakit?" Amara menyentuh pelan kaki mamanya yang tertutup selimut rumah sakit.
"Enggak, nak. Mama udah sembuh kok." Lirih wanita itu dengan suara pelan.
Amara menghela nafas dan mengusap dahi mamanya dengan lembut. "Maafin Naomi ya, Ma? Andai aja kemaren Naomi temenin mama belanja ke pasar, pasti Mama gak akan kayak gini sekarang."
Mama menggeleng lemah. "Enggak, nak. Kamu gak salah, ini memang udah takdir dari tuhan."
Amara menggenggam erat tangan mamanya dan menciumnya, air matanya kembali jatuh melihat tubuh mamanya yang masih tampak lemas. Amara trauma melihat brangkas rumah sakit, dulu ayahnya kecelakaan dan meninggal diatas brangkas itu juga. Dan Amara tak ingin kejadian itu terjadi lagi untuk kedua kalinya, pada mamanya.
"Naomi," lirih mama mengusap pipi Amara yang basah karena menangis. "Mama mau tanya, boleh?"
Amara mengangguk dan mengusap sisa air matanya, ia menopang dagu menyimak pertanyaan mamanya. "Mama mau nanya apa?"
"Kamu kenal cowok yang namanya, Arkana?"
Deg...
Amara terdiam sesaat, ia mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan mamanya itu. "M-maksud mama?"
"Tadi malem sebelum mama hilang kesadaran penuh, mama sempat denger suara Naomi kayak lagi berantem sama orang di depan ruangan. Siapa orang itu? Apa itu Arkana?" Tanya mama membuat Amara diam mati kutu, bagaimana bisa mamanya mengenal Arka? Apa mamanya trauma dengan cowok itu?
"M-mama? Kenapa mama bisa kenal sama cowok itu, Ma? M-mama harus lupain anak itu, dia yang udah buat mama jadi kayak gini." Amara menahan air matanya yang ingin kembali jatuh, ia berpikir jika mamanya trauma akan kejadian semalam.
Mama mengangkat alisnya bingung dengan ucapan Amara, ia menggeleng lemah. "Enggak, sayang. Justru anak itu yang udah nolongin mama semalem."
"M-maksud mama?" Amara menatap lekat mata indah mamanya, air matanya seketika surut.
"Anak muda yang bernama Arkana itu yang udah nolongin mama semalem waktu dikeroyok sama preman-preman di jalan. Kamu kenal dia? Apa kalian saling kenal, Naomi?" Tanya mama lembut, ia bingung dengan respon Amara saat mendengar penjelasannya.
Amara terdiam bingung, ia mencoba mencerna ucapan mamanya dan mengaitkan tentang kejadian semalam. 'Jadi Arka yang udah nolongin mama semalem? Kok bisa?'
Amara membungkam mulutnya seketika, ia tersadar jika tuduhannya salah. Amara berpikir jika Arka-lah yang sudah menyuruh para preman itu untuk menghajar mamanya. Jantungnya seketika bergetar, Amara merasa sangat bersalah dan malu terhadap tuduhan bodongnya.
"Naomi? Ada apa, nak?"
Amara mengedipkan matanya sejenak untuk menyadarkan diri dari pemikirannya. "Enggak, Ma. Naomi gapapa." Elaknya.
Mama memicingkan matanya menatap Amara penuh selidik. "Kamu yakin? Apa kamu kenal sama Arkana?"
Amara menatap mamanya cukup lama, lalu mengangguk singkat sebagai jawaban. "Iya, Ma. Dia salah satu murid di sekolah Naomi."
Mama membulatkan matanya, ia tersenyum kecil. "Berarti Naomi udah kenal sama dia dong. Mama boleh minta tolong, nak?"
Amara menelan ludahnya kasar, ia tidak ingin berpikiran negatif tentang kemauan mamanya. "M-minta tolong apa, Ma?"
![](https://img.wattpad.com/cover/316163735-288-k423186.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR, BABU!
RomansaArka itu cowok unik, dia keras sifatnya saat berhadapan dengan semua orang. Tapi dibalik kerasnya hati dan wataknya, ada serpihan kaca yang sangat tajam menancap di hati mungilnya, ulah ayahnya sendiri. "Apapun itu masalah yang gue hadapin, jangan p...