"Itu lho, adeknya si Hasan, numpang di rumah Hasan, pengangguran pula! Mau-maunya ya si Hasan nampung dia. Saya sih, pasti udah saya usir."
"Duh, mana istrinya Hasan lagi hamil. Hasan kerja dari pagi, balik sore. Adeknya di rumah terus sama istrinya. Jangan-jangan ada apa-apa, tuh. Kan denger-denger dulu hubungan istrinya sama adeknya deket banget."
"Iya, bu. Kemarin aja saya liat adeknya bercanda sama istrinya. Terus hari ini saya baru liat lagi, mereka baru pulang dari belanja bareng. Si Hasan nggak tau kayaknya."
Yah, begitulah gosip para Ibu-ibu sekitar rumah Kawaki di sore hari. Bukan perkara apa, namun kehadiran Boruto yang sudah dua bulan di rumah Kawaki menjadi tanda tanya besar untuk seluruh warga, jangankan di rumah Kawaki, di rumah sang orang tua pun sama. Maklum, ibu-ibu suka kepo dengan urusan orang lain.
"Sssttt ...! Itu si Hasan pulang. Kasih tau aja kali ya, bu. Kasian kalo gini terus. Seenggaknya suruh adeknya kerja,' lah, biar nggak di rumah terus sama istrinya." Salah satu Ibu-ibu berbaju daster ungu bercampur cokelat berbisik ketika Kawaki terlihat di ujung gang dengan motornya, rautnya tampak sekali menggambarkan kelelahan duniawi.
Ketika hampir sampai di perkumpulan ghibah ibu-ibu, pergerakan gas Kawaki di tangan kanannya terhenti saat salah satu ibu-ibu memanggil nama belakangnya.
Oh, apalagi ini? Ya Allah, ampuni dosa hamba-Mu yang kurang tampan dari Om Yanto ini, Ya Allah. Pikirnya, benar-benar lelah.
"Iya, bu? Ada apa ya?" Kawaki menampilkan senyum ramah, bertolak belakang sekali dengan suasana hatinya yang sudah sangat ingin sekali memaki semua orang di dunia ini.
"Itu, adek kamu. Dia enggak kerja, ya? Kok kayaknya di rumah kamu terus."
Kawaki mengernyit. "Adek saya? Husein?"
"Ya emang adek kamu siapa lagi?"
"Adek saya ada dua bu, Husein sama Siti."
Ibu-ibu yang tadi berbicara kini memandang Kawaki kesal. "Ya yang tinggal di rumah kamu, dong! Emang si Siti juga di rumah kamu?"
"Oh, hehe." Kawaki menggaruk belakang kepalanya seraya terkekeh goblok. Sebab terlalu capek dengan kehidupan, sekarang kadar kewarasan pikirannya harus dipertanyakan lagi. "Emang kenapa bu?"
"Ya dia ngapain di rumah kamu, nggak kerja lagi! Kamu yang biayain dia, kan? Kasian lhoo kamunya. Mana istri kamu lagi hamil, nggak bagus buat bayinya. Itungannya adek kamu itu laki-laki lain di dalem rumah tangga kamu, San."
"Bener tuh."
Kawaki meringis. Ya, dia sadar hal tersebut sejak lama. Tetapi, apakah pantas orang lain sampai membicarakan hal ini kepadanya secara langsung? Rasa-rasanya keterlaluan, namun, para ibu-ibu ada benarnya juga. Setidaknya Boruto harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Adiknya itu yang memutuskan untuk kabur dari rumah dan berakhir tinggal di rumahnya, tetapi seharusnya Boruto bekerja untuk dirinya sendiri daripada ikut ia nafkahi setiap hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjuangan Boruto Mengejar Cinta
Fanfiction*Sinetron Style* [COVER SENGAJA DIBUAT BEGITU]. Sudah lama ia mengagumi gadis itu. Memperhatikannya dari jauh, memikirkannya dalam diam dan terus berharap dapat bersamanya suatu hari nanti. Namun, perjuangan yang ia lakukan tampaknya belum dapat mel...