3. Gosip Pak Dosen [2/2]

132 22 15
                                    

"Em, Kar,"

Boruto ingin mengatakan bahwa ia belum menikah. Jadi inilah saatnya, daripada membiarkan pujaan hati tenggelam oleh kebohongan yang nantinya malah menyesatkan kehidupan mereka berdua, lebih baik katakan sekarang, kan? Tak peduli suasana diselimuti oleh asap bakaran yang mewarnai keadaan, atau bau arang yang semerbak beterbangan di mana-mana, Boruto tetap harus mengatakannya.

"Ya, Kak?" Sarada masih setia memaku atensi ke layar smartphone-nya tanpa melirik sedikit pun pada Boruto.

"Sebenarnya aku masih lajang. Ningsih itu kakak ipar aku. Dia istri Abang, bukan istriku. Kamu salah paham, tadi aku cuma nganter dia belanja soalnya Abang kerja." Boruto sudah manyun saat mengatakannya, takut-takut Sarada sesungguhnya tidak mendengar ungkapannya.

Namun di sana, ternyata gadis itu sudah menatap Boruto sejak pemuda itu bersuara. "K-Kakak serius? Jadi ... Kak Husein bukan suami Kak Ningsih?"

"Iya." Sekarang Boruto sudah tersenyum lebar, selebar mulut tetangga saat bergosip.

"Ya Allah ... Alhamdulillah!"

"Eh?"

"Ah, enggak, Kak. Hehe...." Sarada lantas memalingkan wajah, tersipu malu. Malunya ya triple. Bayangkan saja, sudah malu salah paham, malu karena ternyata doi masih lajang, plus malu karena tak tahan ingin mengucap syukur dengan lantang. "Jadi, suami Kak Ningsih itu kakaknya Kak Husein?" tanyanya untuk meredam kemaluan—eh, maksudnya rasa malu.

"Iya, Bang Hasan. Oh, iya ... by the way, udah kenal sama Bang Hasan, kan?"

"Bang Hasan? Oh, aku sih kurang tahu orangnya yang mana. Dulu Kak Husein pernah cerita, ciri-cirinya kalo gak salah mirip sama dosen aku di kampus. Namanya sama pula, tapi dia masih lajang, kok, jadi nggak mungkin dia."

Boruto mengernyit. "Dosen? Oh, iya, kamu kuliah di mana?"

"UI, Kak. Universitas Indoaja."

"Jurusan?"

"Akuntansi, Kak. Dulu dari SMA aku kan sering bilang ke Kakak kalau aku mau ambil Akuntansi." Sarada tersenyum pada Boruto yang malah menampilkan ekspresi terkejut.

"Iya, aku inget, kok. Em, nama dosen kamu itu Muhammad Kawaki Al Hasan, bukan?" tanya Boruto hati-hati. "Soalnya Bang Hasan itu dosen di fakultas Manajemen, katanya dia megang jurusan Akuntansi."

"A-ah? Kok—? IYA! ITU PAK HASAN, KAK!" Sarada berteriak, lupa mengontrol diri, lalu buru-buru merendahkan tempo suaranya. "Jadi Pak Hasan itu kakaknya Kak Husein? Owalah! eh tapi—. Jadi ... Pak Hasan ... udah nikah?" Makin lama malah makin rendah, malah tebersit perasaan sedih di dalamnya.

Boruto langsung mengangguk. "Iya! Wah, kebetulan banget, nih!" Namun dalam hati ia bersungut kesal kepada kakaknya yang kurang ajar. Sudah tahu ia menyukai Sarada Kartika Dewi, dan telah mencari-carinya sejak lama, Kawaki malah menyembunyikan presensi Sarada yang ternyata merupakan salah satu mahasiswi yang diajar olehnya. Bagi Boruto, ini seperti sebuah pengkhianatan! Sungguh keterlaluan kau, Bang Hasan! Harusnya aku sudah bertemu Ayank sejak lama jika kau mengatakannya dari dulu. Pikir Boruto, sok dramatis.

Sementara di sisinya, Sarada malah kembali sibuk memainkan ponsel. Entah apa yang dikerjakan di sana, tetapi Sarada tampak begitu serius saat mengetikkan sesuatu di smartphone-nya.

Di layarnya terpampang ....

Guys! Gua bwa teh baru nich! |

Parijing - [Inojin]
|Apa tuch?

Cahya.ni.com - [Chouchou]
| Bnran msh baru atau basi?
| Mls ah klo basi

Ardi - [Iwabe]
| Tumben Kartika bawa teh, pasti dpt dri bansos

Perjuangan Boruto Mengejar CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang