"Orange Juice satu."
"Refill, Gas."
Gue dan seorang cowok saling menoleh. Gue dan dia mengucapkan order ke bartender di saat yang bersamaan. Dengan lapang dada, gue pun menyilakannya duluan. Bagas yang malam itu ganteng kayak biasa tersenyum manis ke gue dan melayani cowok itu duluan, baru menuang setakar vodka ke gelas gue.
"On the house," bisiknya.
"Lama-lama bisa dipecat lu," kata gue.
"Demi lu... gue ikhlas."
"Cih...," gue pura-pura meludah.
Setelah menyesap minuman, gue melirik ke cowok dengan orange juice itu di tangannya. Gue perhatiin arah tatapannya. Bukan lagi menyasar mangsa kayak kebanyakan hidung belang di sana. Kayaknya dia lagi memonitor temen-temen kerjanya yang sedang bersenang-senang di satu meja. Mungkin mereka lagi ngerayain sesuatu, capai target, atau apa. Yang jelas nggak kayak gue, diseret ke sini diajak healing sama bos gue yang baik hati, tapi ujungnya dia lagi yang dapat mangsa dan sekarang lupa diri di lantai dansa. Ntar juga paling gue balik naik taksi.
"Tempat duduk di sini nggak ada nomornya," kata gue. "Jadi boleh asal didudukin kayak di halte."
Cowok itu menggeriap kaget dan menoleh cepat ke gue.
Dia nggak ngenalin muka gue rupanya. Mungkin karena gelap, atau karena baju gue waktu itu dan malam ini jauh berbeda. Yang jelas, setelah beberapa saat, mukanya yang tegang terlihat lega. Gue ketawa. Entah kenapa. Ada yang lucu aja dari muka cowok yang Jawa banget di sebelah gue ini. Dari dekat, dia lumayan cakep juga. Gue ralat omongan gue yang ngatain mukanya standar waktu itu. Mukanya simpatik, ekspresi mukanya kebaca jelas. Gue langsung tahu dia nggak biasa datang ke tempat kayak gini. Mungkin... dia lebih sering nge-gym? Kemeja lengan pendeknya bikin gue bisa ngelihat otot-otot keringnya yang lumayan menonjol. Bahunya juga tinggi dan dadanya membusung tegap, meski nggak bidang-bidang amat.
"Kamu!" serunya.
Gue sontak mengernyit. Rambut-rambut halus di lengan gue tegak berdiri.
"Apa?" tanyanya, gantian dia yang langsung bisa ngebaca ekspresi gue.
"Dari Jawa, ya?" tanya gue.
Dia ngangguk.
"Belum lama merantau?"
"Hampir dua tahun."
"Hampir dua tahun?" seru gue heran. "Hampir dua tahun dan lu nyapa orang asing dengan 'kamu'?" Kepala gue geleng-geleng. "Aneh!"
"Sopan," katanya. "Kan aku nggak tahu kamu lebih tua dari aku apa enggak...."
"Idih... emang kalau gue lebih tua kenapa?"
"Masa gue elo sama orang yang lebih tua?" katanya.
"Ya udah... umur lo berapa?"
"Baru mulai ngobrol, dan kamu udah nanyain umur ke orang asing yang baru ketemu?" balasnya. "Aneh!"
Gue ngakak. Cowok itu pun memanjat bar stool dan duduk di samping gue. Dia mengaduk orange juice-nya, sementara gue berpaling ke arah lain. Ya, gue salah tingkah, sih, dikit. Habis, dia ngeliatin gue. Pas gue beraniin diri balas menoleh ke arahnya, dia gantian ngelihat ke arah lain. Gitu terus sampai Bagas di depan gue geleng-geleng kepala.
"Take your shot," kata Bagas ke cowok itu.
"Hah?" dia melongo, nggak paham apa yang diomongin Bagas.
"Dia nggak paham bahasa lo, Gas," kata gue. "Apa sih yang lu harepin dari cowok yang pesen orange juice di klab malam?"