4. Keep Holding On

2.6K 416 41
                                    

"Lo mau ke mana pagi-pagi gini, Se?" tanya Tasya saat baru saja keluar dari kamar mandi untuk buang air kecil dan mendapati Sea sedang mengunci pintu kamarnya dengan penampilan siap ke kampus.

Tasya menyadari semenjak Sea tinggal satu rumah dengannya, mereka malah semakin jarang bertemu. Sea selalu mempunyai kesibukan yang membuatnya jarang berada di rumah.

"Ke kampus, Ca," jawab Sea, berusaha bersikap seramah mungkin.

"Pagi banget. Kelas pertama baru mulai jam delapan, kan?"

"Sekalian nyari sarapan. Semalam gue nggak makan malam jadinya pagi-pagi gini udah lapar."

"Sarapan di sini aja. Kemarin gue dikirimin tekwan sama nyokap gue. Kita makan bareng-bareng aja."

Sea memaksakan senyum. "Makasih, Ca. Lo ajak Muthia sama Ghea aja. Gue mau makan di luar. Gue pergi dulu ya, Ca."

Tasya hanya menatap kepergian Sea tanpa berniat menahannya. Tasya sama sekali tidak berpikir macam-macam. Tasya pikir Sea tengah dekat dengan anak kampus dan sedang dalam masa pedekate. Namun, setelah lebih dari satu minggu hal itu terus berulang, Tasya mulai menyadari Sea memang sengaja menghindarinya.

Tasya tidak pernah melihat keberadaan Sea di rumah. Sea selalu pergi ke kampus pagi-pagi buta dan baru pulang setelah semua teman-temannya sudah memasuki kamar masing-masing.

Di kampus pun mereka hanya bertemu di kelas, selebihnya Sea langsung menghilang begitu saja. Saat itulah Tasya berpikir ucapan kakaknya ada benarnya juga. Sea memang terlalu tertutup.

Malam hari itu, Tasya sengaja mengerjakan tugas kuliahnya di ruang tamu sambil menunggu kepulangan Sea. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam ketika pintu terbuka dan Sea berjalan memasuki rumah dengan tampang lesu. Terlihat sekali gadis itu sangat kelelahan.

"Dari mana, Se, baru pulang jam segini?" sapa Tasya.

Sea tampak terkejut mendapati keberadaan Tasya di ruang tamu. Biasanya jam delapan malam semua teman-teman yang tinggal satu rumah dengannya sudah memasuki kamar masing-masing. Sea tidak tahu jika Tasya memang sengaja menunggunya.

"Habis jalan-jalan aja, Ca," jawab Sea.

"Jalan-jalan ke mana? Tampang lo nggak kelihatan habis jalan-jalan."

"Gue lagi capek banget, Ca. Gue masuk dulu ya."

Tentu saja Tasya tidak akan melepaskannya begitu saja. Gadis itu bangun dari duduknya dan langsung mencegah sebelum Sea berhasil kabur ke kamarnya.

"Mendingan lo jujur aja sama gue. Kenapa selama satu minggu tinggal di sini, lo nggak pernah ada di rumah? Kuliah udah selesai dari jam dua siang. Selama itu lo kelayapan ke mana?"

"Bukan urusan lo."

"Jelas ini urusan gue karena lo tinggal satu rumah sama gue."

Sea menghela napas panjang. Tubuhnya terlalu lelah untuk menghadapi perdebatan itu. "Jadi, sekarang lo udah mulai percaya sama omongan abang lo kalau gue orang yang mencurigakan?"

Tasya terperanjat. Tidak menduga dengan ucapan Sea. "Lo dengar omongan abang gue?"

"Gue nggak sengaja dengar obrolan kalian waktu gue mau nyusulin lo buat pinjam kunci. Gue ngerti apa yang dikhawatirkan abang lo, Ca. Kalau lo merasa nggak enak buat jauhin gue, biar gue aja yang menghindar. Tapi, please, jangan usir gue dari sini karena gue nggak bisa minta duit lagi sama orang tua gue buat pindah ke tempat lain. Gue cuma butuh tempat buat tidur dan tempat buat simpan barang-barang gue aja. Selebihnya gue janji, gue nggak akan ganggu lo. Gue cuma pengin kuliah dengan tenang supaya gue cepat lulus dan bisa balik lagi ke Jakarta. Itu aja, Ca."

You And Me Against The WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang