Semburat warna jingga membentang, mengisi seperempat langit dengan kilau kemerahan. Jungkook duduk di kursi balkon kamar calon mertuanya. Sementara pria itu berdiri memegang besi pembatas menatap cakrawala.
Melawan angin berembus dengan memakai piyama bergaris, yang dibiarkan jatuh terkulai. Membuka separuh bahu dan punggungnya yang lebar. Diterbangkan angin musim semi hingga punggung dan bahunya ikut tercetak jelas bagai pemandangan ragawi dewa-dewa Yunani dalam lukisan Da Vinci.
Betis dan paha yang kokoh, dipenuhi urat dan bulu-bulu halus yang menegaskan kelelakiannya. Tampak sangat memukau di bawah langit jingga yang bersiap menculik matahari dari bumi.
Jungkook mengayunkan kuasnya di atas kanvas, tak berkedip selama beberapa menit untuk merefleksikan apa yang dilhat retina, kemudian menyampaikannya pada otak agar bisa diteruskan pada selembar kertas putih.
Sungguh Jungkook gemetar bukan main. Daripada melukis orang-orang di jalanan. Melukis Taehyung adalah tantangan. Pria itu adalah seni rupa, indah tak terbantahkan. Sedangkan langit hanya menumpang pamor. Perpaduan keduanya menjadikan efek dramatis yang begitu puitis saat disuguhkan dalam sebuah karya.
Ditemani Symphoni Mozart, jari-jari Jungkook menari. Membawa penglihatannya untuk dituangkan jadi sebuah karya tanpa cela.
.
.
.Lima puluh menit waktu yang dibutuhkan Jungkook menyelesaikan lukisan. Dalam rentang waktu itu pula Jungkook merasa keram. Terlalu serius dan takut, takut hasilnya mengecewakan sang calon mertua.
Taehyung memasang kembali tali piyamanya. Berjalan ke arah Jungkook yang sedang memberi sentuhan akhir di lukisannya.
Sejenak Taehyung mematung, melihat karya Jungkook. Ia mengusap dagunya lembut, menyentuh bahu Jungkook saat ia menunduk untuk melihat lebih dekat warna-warna yang disapukan di sekitar gambarnya.
"Ini seperti melihat tiga pelukis jadi satu," gumam Taehyung. Jarinya menunjuk beberapa bagian yang membuat ia merasa sedang melihat dimensi lain dari sebuah karya.
"Van cough dan intuisinya ada di sini!" tunjuk Taehyung pada langit yang diwarnai jingga dengan semburat warna abu-abu muda.
"Pernah melihat karya Affandy?"
Jungkook menoleh, berpikir sebentar untuk mengingat nama yang ditanyakan Taehyung.
"Pernah mendengar nama itu, tapi belum pernah melihat karyanya secara nyata," sahut Jungkook. Ia hanya mendengar nama itu di perbincangan hangat asisten dosen dan mahasiswa. Tapi belum pernah melihat lukisan karyanya.
"Affandy adalah maestro dari tanah jawa, ekspresif dan punya sisi romantis dalam setiap lukisannya. Aku rasa, jika bagian ini—" Taehyung menunjuk pada kibaran piyama satin yang digambar Jungkook.
"Ada sentuhan romantis, maka lukisan yang kau buat akan menjadi sesuatu yang atraktif dan berseni," imbuhnya. Mengetuk pelan bagian itu berulang.
"Tapi saya belum pernah melihat lukisan beliau—"
"Akan kutunjukkan nanti," sahut Taehyung cepat.
"Sekarang, karena waktu sudah sore mungkin kita bisa melanjutkan obrolan di meja makan."
Taehyung mengikat tali piyamanya kembali, berjalan kasual ke dalam kamar. Jungkook membereskan peralatan lukisnya. Membawa serta hasil lukisan itu ke dalam kamar.
"Tempatkan di dekat buffet!" pinta Taehyung, menunjuk lemari kaca abu tua yang dipenuhi aura maskulin.
"Kau bisa gunakan kamar tamu di bawah untuk mandi, dan pakai ini!" Taehyung menarik satu setel pakaian dari jejeran kemejanya yang rapi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cheating With Your Dad (Tamat Di Pdf)
FanfictionJungkook merasa galau setelah menikahi Kim Jenie, ia seperti hidup dengan iblis yang gila sex yaitu mertuanya sendiri. Ayah tiri Jenie melecehkan Jungkook ketika istrinya berada di luar rumah. Namun, seiring waktu berlalu semakin sering menerima per...