6 | First Love

52 27 0
                                    

“Setiap hari rasanya seperti cinta pertama....” ucap Alishba pada Yejun yang mengernyitkan kening kebingungan.

“Ya?” tanya Yejun tidak mengerti.

“Perasaanmu padanya, ‘kan?”

“Ya...”

Yejun menjawab singkat sambil mengangguk kecil. Setelahnya menatap sebentar ke arah Alishba dan beralih pada semangkuk Udon ucapan terima kasih Nenek Lee kepada Yejun. Karena Yejun sudah menemani Alishba mengantarkan satu keranjang ubi rebus pesanan ‘Pasutri dari Kota’.

“Rasanya hangat seperti mi udon ini,” jelas Yejun sambil tersenyum getir. “Dia selalu menghangatkan hatiku, meskipun terkadang tingkahnya menyebalkan.”

Alishba tertawa kecil, lantas berkata kembali.

“Ceritakan...”

“Tentang dia?”

Alishba mengangguk semangat dan tersenyum lebar. Yejun menarik nafas panjang dan mengembus cepat.

“Dia....”

Kata-kata Yejun berhenti sejenak, mengambil jeda untuk mencari-cari sesuatu dari laci ingatannya.

“Dia bercita-cita menjadi Superman.”

“Benarkah?”

“Ya...”

“Selain itu?"

Alishba masih bersemangat mendengar cerita Yejun tentang ‘gadis yang sudah pergi’ itu.

“Dia suka melukis di kanvas ajaib pemberian sahabat baiknya.”

“Kanvas ajaib?” ulang Alishba, matanya membola tidak percaya.

“Benar-benar kanvas ajaib?”

“Tidak.” Yejun tertawa sambil mengelengkan kepala. “Itu hanya sebutan imajinatif dari sahabatnya.”

“Sahabatnya?” Alishba teringat akan sesuatu. “Apakah dia perempuan waktu itu?”

“Ya, benar,” sahut Yejun lembut.

“Perempuan yang kau temui waktu itu adalah sahabatnya.”

Sejujurnya sejak awal Yejun sudah mengetahui pertemuan antara Alishba dan Dzalea, hanya saja ia menyimpan hal itu sendirian.

Beberapa hari yang lalu, tepatnya sehari sebelum Yejun datang ke desa Ganghae. Dzalea menghampiri dan bercerita bahwa dirinya bertemu dengan seorang gadis yang begitu mirip dengan Yika. Untuk seseorang yang telah lama pergi, tentu saja itu perihal mustahil. Namun, Yejun mengetahui apa yang tidak Dzalea ketahui. Dengan dalih ingin menenangkan diri ke desa Ganghae, Yejun akan menepati janji yang telah ia buat lima tahun lalu.

“Yejun....” panggil Alishba, ada sedikit balutan kesedihan dalam nada bicaranya. “Apakah kau berteman denganku karena kami mirip?”

Pertanyaan dari Alishba meninggalkan sentakan cukup besar di hati Yejun. Sangat wajar apabila Alishba merasa begitu.

“Tidak....” jawab Yejun jujur. “Aku berteman denganmu, karena janji yang kita buat dahulu. Kau dan aku, benar-benar kita. Bukan orang lain.”

Alishba menatap kedua netra gelap milik Yejun, mencoba mencari celah kebohongan. Nyatanya, ia tidak menemukan itu. Yejun berkata tulus dan penuh kejujuran.

“Kalau begitu....” Perkataan Alishba tertahan beberapa detik, kemudian berkata. “Tolong, ceritakan tentangku, bukan dia.”

Sejenak Yejun terdiam, ia menatap garis wajah Alishba yang penuh pengharapan.

TräumereiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang