Masa kritis telah berhasil In-cha lewati, dokter juga telah memindahkan gadis itu ke bangsal umum rawat inap. Beatarisa bersama kembar sepasang Yoo duduk di bangku taman rumah sakit sebelum kembali ke rumah.
“Imo, apakah noona kami baik-baik saja?” tanya si kecil Songhoon dengan raut wajah khawatir. Beatarisa tidak langsung menjawab, ada beberapa detik ia menatap lamat-lamat kedua wajah mereka—wajah mungil sebesar mandu itu, memerah karena kedinginan.
“In-cha cuma tidur sebentar, kemungkinan sore nanti terbangun dan memanggil kalian satu persatu. ‘Songhoon dan Songhwa, cepat habiskan makanan kalian’, begitu....” kata Beatarisa mengimpersonasi In-cha.
Songhoon dan Songhwa tertawa keras melihat Beatarisa meniru kakak perempuan mereka. Setelah itu satu dari mereka yaitu Songhwa bertanya, “Imo, apakah ayah kami sudah dipenjara?”
Beatarisa terdiam sejenak, ia terlihat bingung bagaimana menjelaskan pertanyaan ini—setidaknya dengan kalimat yang dimengerti oleh anak delapan tahun.
“Hmm, ayah kalian sedang bersekolah bersama bapak polisi.”
“Benarkah?”
“Ya, Songhwa.” Beatarisa menyahut cepat. “Setelah lulus bersekolah, ayah kalian akan menjadi orang baik.”
“Berarti kami bersekolah supaya menjadi anak baik?” Songhoon balik bertanya, wajahnya begitu polos menatap Beatarisa. “Apakah sekolah itu adalah penjara?”
“Bukan begitu....” Beatarisa menggaruk belakang kepalanya. Ia kebingungan harus menjawab apa. “Hmm, begini saja....”
Beatarisa mengubah posisi duduknya menjadi berlutut, menatap Songhoon dan Songhwa satu persatu memberikan pemahaman bagi keduanya.
“Penjara adalah tempat di mana orang jahat dihukum, sementara sekolah adalah tempat yang menyenangkan.”
Songhoon dan Songhwa kompak mengangguk kecil. Entah, mereka paham atau tidak terkait penjelasan tersebut.
“Imo?”
“Ya, Songhwa?”
“Apakah setelah dipenjara, ayah akan berakhir di neraka?”
Beatarisa terkejut mendengar pertanyaan itu. Ia segera berdiri dan menggandeng kedua anak itu untuk pulang ke rumah. Jika mereka masih berlama-lama duduk di bangku rumah sakit ini, selain tubuh yang membeku, bisa-bisa kepala Beatarisa meledak akibat menjawab berbagai pertanyaan di luar nalar Songhoon dan Songhwa.
“Imo akan menjawab semua pertanyaan kalian di rumah,” pungkas Beatarisa. “Mau sambil minum cokelat hangat?”
“Mau!”
Selagi Beatarisa dan kembar sepasang Yoo berjalan menuju halte untuk mengejar bus terakhir tujuan desa Ganghae. Yejun yang sepulang dari restoran tepi laut Nenek Lee, terlihat mengendap-endap saat memasuki pintu penginapan ‘Be Mine’. Matanya cukup awas, sedangkan kedua tangannya begitu siaga menutup sebagian wajahnya dengan syal hitamnya. Ia memelankan langkahnya supaya tidak terdengar oleh pengunjung lain, atau ia akan berakhir memuncaki tagar media sosial besok pagi.
“Hyung!” panggil Matt dengan suara lumayan keras. Untungnya, tidak sampai mengundang perhatian pengunjung yang tengah menikmati minuman hangat, di ruang santai penginapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Träumerei
RomanceTak terasa sudah lima tahun berlalu. Setelah semuanya kembali ke tempatnya masing-masing, Dzalea hidup bahagia bersama Raihan dan Hana. Kini tidak ada lagi alter ego yang mengambil alih tubuhnya ketika sedang tertekan, juga sosok sahabat bernama Yik...