"Njun. Apakah aku boleh bertemu dengannya?" Tanya Jaemin sekali lagi, untuk memastikan bahwa dia boleh bertemu dengan anaknya.
Renjun terdiam, menatap suaminya dengan tatapan kesal. "Kenapa harus minta izin?" Tanya balik Renjun, yang membuat suaminya terdiam. Apakah pertanyaan yang ia lontarkan ini salah?
"Kamu pikir aku ini ibu yang jahat, yang tidak mengizinkan seorang ayah menemui anaknya?" Tanya Renjun lagi, yang langsung membuat suaminya menggelengkan kepalanya panik.
"Gak, Njun. Bukan itu maksud-ku. Aku hanya--" Ucapan Jaemin terpotong, karena sang istri yang lebih dulu mengintrupsinya.
"Kau boleh menemui anak-mu, Na Jaemin. Dia sudah sangat merindukan dirimu. Aku sangat ingin membawanya ke hadapan dirimu, tapi lagi dan lagi orang tua kita melarang. Maafkan aku karena telah memisahkan kamu dengan anak kita." Ujar Renjun, yang semakin membuat Jaemin merasa tidak enak, dan merasa bersalah.
"Seharusnya aku yang minta maaf kepada kalian berdua. Karena kesalahan yang aku perbuat, keluarga kita yang jadi kena imbasnya." Ujar Jaemin, yang tidak suka istrinya meminta maaf. Karena pada dasarnya, istrinya ini tidak salah.
"Sudah lah. Jangan membahas masa lalu. Lebih baik kita jalanin waktu yang ada." Ujar Renjun, yang sangat tidak suka membahas masa lalu.
"Aku akan mempertemukan kalian berdua. Tapi sebelumnya, aku harus berbicara dulu kepada Jisung. Dia belum tau kalau kamu kembali." Ujar Renjun, yang langsung membuat mimik wajah suaminya berubah.
Haruskah Jaemin berbicara yang sebenarnya? Kalau sebenarnya dia dan anaknya sudah bertemu. Lebih tepatnya dia yang datang ke unit apartemen istrinya yang gak jauh dari apartemennya. Ia sempat bertemu, tapi anaknya seperti menganggap dia sebagai orang asing.
"Kau kenapa?" Tanya Renjun, menatap suaminya dengan tatapan bingung. Wajah suaminya terlihat sangat gelisah saat ini.
Jaemin langsung berdeham, dan menormalkan raut wajahnya, serta cara duduknya. "Tidak ada. Hanya sedang memikirkan sesuatu." Jawab Jaemin, yang lebih memilih untuk menyembunyikan ini semua, dan memaklumi tingkah dan perilaku anaknya.
"Kau tidak bisa bohong dari diriku, Na Jaemin. Raut wajah-mu yang mengatakan semuanya. Jadi, cepat beri tau aku. Kau tidak lelah berbuat bohong? Gak ingat kalau kebohongan terakhir-mu itu, bisa menghancurkan rumah tangga kita?" Ujar Renjun, yang sukses membuat suaminya meringis.
"Aku ingin berbicara jujur kepada dirimu, tapi kamu janji dulu kalau kamu gak akan memarahi Baby Ji." Pinta Jaemin, yang membuat istrinya tambah bingung.
Karena gak mau berlama-lama membahas ini, Renjun akhirnya berjanji. "Aku janji. Jadi, cepat katakan sekarang." Tanya Renjun yang sudah di buat penasaran.
"Aku sudah bertemu dengan Jisung." Ujar Jaemin, dengan raut wajah yang sangat sulit di artikan.
Sedangkan Renjun terkejut mendengar penuturan sang suami. "Kapan? Di mana? Dan bagaimana bisa?" Pertanyaan berentet yang keluar dari mulut Renjun, begitu mendengar penuturan suaminya.
"Kemarin, pas pertama kali aku tiba di Seoul, aku berkunjung ke apartemen-mu. Aku memang sengaja memesan tempat tinggal yang sama dengan dirimu. Satu lantai dengan tempat tinggal-mu. Dan ya, aku berkunjung di sana, dan Jisung yang menyambut diriku." Ujar Jaemin, yang menjelaskan secara keseluruhan yang ia alami.
"Terus bagaimana responnya Jisung?" Tanya Renjun penasaran. Pasalnya dulu kecil, anaknya itu sering bertanya kepada dirinya mengenai sang ayah. Dia juga gak pernah absen melontarkan kalimat rindu kepada sang ayah. Jadi, ia sangat penasaran kepada respon sang anak. Apakah dia memeluk sang ayah? Tapi mengapa anaknya tidak membawa ayahnya masuk ke dalam?
"Ya gitu..... dia terlihat biasa aja begitu melihatku. Seperti tidak ada raut wajah terkejut atau apapun." Jelas Jaemin, yang sukses membuat istrinya terheran-heran.
"Kok bisa?" Pertanyaan yang keluar dari mulut Renjun, yang entah di tujukan untuk siapa. Untuk dirinya sendiri, atau untuk suaminya, atau untuk sikapnya anaknya?
Jaemin menggelengkan kepalanya, menanggapi pertanyaan sang istri, yang ia sendiri juga gak tau jawabannya. "Aku juga tidak tau. Dia seperti menganggap-ku sebagai orang asing. Setelah memberikan sebuah bingkisan untuk dirimu, dan juga untuk dirinya, aku pamit pulang. Dia sempat bertanya kepada diriku, apakah ada hal lain yang ingin aku sampaikan? Aku yang terkejut, hanya menggeleng dan pergi dari sana." Jelas Jaemin.
"Tapi aku paham sama sikapnya dia. Mungkin dia masih terkejut dengan kedatangan-ku. Maka dari itu dia gak tau harus berekspresi seperti apa, begitu melihat aku yang ada di hadapannya kala itu." Sambung Jaemin, supaya istrinya tidak salah paham akan sikap putra mereka.
'Bingkisan?' Batin Renjun yang merasa adanya keanehan di sini. Pasalnya anaknya ini tidak memberikan bingkisan itu kepada dirinya. Sewaktu dia tanya, anaknya bilang hanya orang yang salah alamat.
"Njun." Tegur Jaemin, karena melihat keterdiaman sang istri.
"Kalau gitu nanti aku coba bicara sama Jisung. Nanti aku akan beri tau melalui pesan. Nomor-mu masih yang lama kan?" Tanya Renjun, yang langsung di balas anggukkan kepala oleh suaminya.
"Nomor-ku masih yang lama. Dan tolong ya, Njun. Jangan terlalu keras sama Jisung. Kalau kau marah atas perilakunya dia, marah aja ke aku. Karena ini semua kesalahan aku, yang gak ikut ada di samping dirinya, selama dia tumbuh kembang." Pinta Jaemin, menatap sang istri dengan penuh permohonan.
Renjun hanya bisa menghela nafasnya kasar, dan menganggukkan kepalanya. "Aku janji."
***
"Lo mau ngapain lagi sih?!" Tanya Jisung kepada wanita yang ada di hadapannya, dengan raut wajah kesal menahan amarah.
Sedangkan wanita di hadapannya malah cengengesan. Menatap dirinya dengan tatapan polosnya. "Kita belum kenalan loh daritadi. Kenalin, nama gue, Na Chenle. Lo bisa panggil gue Chenle. Nama lo Na Jisung kan?" Ujar Chenledengan alis yang bergerak naik-turun, sewaktu kenalan sama Jisung. Seraya melihat name tag yang ada di seragamnya Jisung.
Jisung memutarkan kedua bola matanya jengah. "Sekarang udah saling kenalkan? Jadi, minggir dari hadapan gue! Lo ngalangin jalan gue!" Pinta Jisung, yang langsung di tolak Chenle.
"Gak bisa dong! Gue kan udah nolongin lo nih ya, jadi lo harus berterima kasih ke gue." Ujar Chenle, mengingatkan masalah tadi.
"Makasih." Jawab Jisunh dengan nada juteknya, dan langsung menyingkirkan wanita ini dari hadapannya, dalam satu kali hentakan.
Chenle tidak tinggal diam. Ia memblokir kembali jalannya Jisung. "Bagaimana kalau lo temenin gue makan, sebagai tanda terima kasih karena lo udah nolongin gue?" Seru Chenle.
"Sorry gak minat." Tolak Jisung, yang masih menunjukkan wajah tidak sukanya kepada Chenle.
"Loh, kenapa? Gue yang bayarin deh!" Ujar Chenle, yang masih berusaha mengajak pria yang ada di hadapannya ini.
"Gue gak miskin. Lagian ya, gue gak minta tolong ke lo. Lo-nya yang datang sendiri ke gue, dan berinisiatif buat nolongin gue." Seru Jisung, yang masih enggan untuk menerima ajakkan modus Chenle.
"Ck! Berati lo masih punya hutang budi sama gue! Lo--"
"Oke deal!" Seru Jisung, yang sudah snagat jengah mendengar bacotan yang keluar dari mulut wanita yang ada di hadapannya ini.
Sementara Chenle langsung tersenyum penuh kemenangan, dan segera menggenggam tangan Jisung. Membawa Jisung pergi ke tempat yang ia tuju.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST A BULLSHIT 2 - JAEMREN
FanficCERITA INI KHUSUS UNTUK JAEMREN SHIPPER! APABILA KALIAN TIDAK MENYUKAI SHIPPER INI? DIHARAPKAN UNTUK TIDAK BACA CERITA INI! TAPI JIKA KALIAN MEMAKSA UNTUK MEMBACA CERITA INI? JANGAN BERKOMENTAR NEGATIVE DI KOLOM KOMENTAR / DI KEHIDUPAN PRIBADI PARA...