Ani kembali dari sungai dengan pakaian yang basah akibat mengejar pakaiannya yang hanyut. Untung saja pakaiannya benar-benar berhasil diselamatkan. Sudah cukup sore jika dilihat dari posisi matahari. Ani terpaksa mencuci baju di sungai karena kran air mandi tidak keluar di pesantren. Mungkin karena liburan, jadi banyak yang dimatikan mesinnya. Santri-santri hanya bisa dihitung jari siapa saja yang tidak pulang saat Idulfitri.
Ani kembali dengan membawa satu ember berisi pakaian bersih yang masih basah. Dia membenarkan hijabnya lalu berjalan melalui pemukiman warga. Wanita itu menghela napas mengingat jarak antara sungai dan pesantren cukup jauh.
Sampai di lapangan, terlihat Johan dan Sekala, 2 orang santri yang juga tidak pulang saat liburan, Sekala memegang bola di tangannya. Sedangkan Johan masih tetap berada di atas sepedanya sambil berbincang dengan Sekala. Ani merasa familiar dengan sepeda yang dibawa Johan. Ya, sepeda pesantren, sebagai fasilitas yang memang disediakan untuk santri saat dimintai tolong Kyai atau Nyai untuk keluar.
Ani mendekat pada Johan yang mulai memarkir sepedanya.
"Mas Johan, sepedanya boleh aku bawa? Boleh ya, mas." Pintanya dengan sedikit memelas.
"Loh, bajumu kenapa basah gitu?"
"Iya, tadi ngejar baju yang hanyut. Alhamdulillah dapet."
Belum juga Johan menjawab pertanyaan Ani, Arjun datang dan langsung menaiki sepeda yang dibawa Johan.
"Mas Han, sepeda tak bawa, ya. Aku mau balik. Nanti mas Han balik sama mas Sekala. Oke?" Ucapnya enteng.
Ani mengernyit tidak terima. "Loh, mas Jun, aku kan yang izin duluan ke mas Han. Kok, malah dinaikin duluan?"
"Kamu mau balik pesantren juga, An?" Tanyanya polos.
"Iya, gak lihat bajuku basah gini apa?" Ujar Ani yang sudah terlanjur kesal.
Arjun masih tidak turun dari sepedanya. Entah ide dari mana Johan tiba-tiba nyeletuk.
"Ya sudah bareng aja kalau gitu. Ani dibonceng sama Arjun. Gampang, kan? Yang penting nyampe pesantren."
"Gak bisa, mas Han. Emang mas Jun mau ditakzir*¹ berdua?"
Arjun tampak sedikit menimang. Agaknya benar juga. Walau banyak santri yang sudah pulang, tapi tidak menutup kemungkinan kalau pasti ada yang melapor jika mereka pulang bersama.
"Halah, asal gak ketahuan ya gapapa. Udah sana, cepet bawa sepedanya. Nanti aku pulang sama Sekala." Ucap Johan kembali.
Ani akhirnya pasrah dengan ucapan Johan. Alhasil Ani dan Arjun pulang naik sepeda bersama. Baju cucian Ani diletakkan di keranjang. Dia duduk di belakang Arjun yang sudah siap.
"Udah, An?" Tanya Arjun memastikan.
"Udah, mas." Ujar Ani dengan posisi yang sengaja tidak duduk dalam posisi miring karena takut Arjun kehilangan keseimbangan. Untung saja dia selalu memakai celana panjang di balik jubahnya.
Arjun memposisikan satu kakinya pada pedal. "Mas Han, kita balik dulu, ya."
"Iya, hati-hati."
Ani dan Arjun melaju pelan. Jalanan desa ini cukup menanjak dan menurun tergantung medannya. Sampai pada belokan keluar dari lapangan tiba-tiba Johan berteriak.
"JANGAN SAMPAI KETAHUAN! BIAR GAK KENA TAKZIR!" Johan tertawa di akhir kalimatnya.
Ani hanya diam saja dibonceng oleh Arjun. Dia tidak tahu harus berkata apa. Sedari tadi dia tertunduk memikirkan hal-hal yang akan terjadi selanjutnya. Arjun masih mengayuh sepeda dengan tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen
Historia CortaHanya berisi cerpen-cerpen dan fanfiction singkat yang sekelibat lewat dalam per-imajinasian ⚠️ DON'T COPY OR REPOST MY STORY WITHOUT PERMISSION & CREDIT !!! ⚠️