03

563 111 1
                                    

Jinho masuk ke dalam rumah dengan Taehoon di gendongannya. Bocah itu sedari tadi enggan diturunkan, katanya lebih nyaman digendong seperti ini. Jadi, pria muda tersebut terus menggendongnya. Dia tak tega menolak permintaan anak kecil.

"Om..!" Taehoon memanggil sembari mencubit pipi alpha dewasa yang menggendongnya. Ia memiringkan kepalanya, melancarkan serangan yang membuat siapapun luluh terhadapnya.

Bibirnya mengerucut imut, kedua matanya membulat lucu mirip anak kucing yang merayu. Lee Jinho yang mendapat serangan keimutan seperti itu hanya bisa memalingkan wajah ke kanan dan berdeham. Dia tidak kuat, mau nyosor tapi ingat Taehoon masih bocah.

"Ehem.. kamu mau apa?" Jinho bertanya dengan nada lembut seraya memandang Lee Jihoon yang menggelengkan kepalanya. Pria muda bersurai merah itu asyik menontonnya dari kejauhan. Enggan menyadarkan temannya yang kelihatan kaya pedofil karena hatinya berdenyut lara menatap kedekatan mereka.

Jihoon iri. Jinho tahu, tapi nggak peduli. Dia tak mau Taehoon dikecup dan dipeluk manja sama rekan kerjanya. Mungkin anak kecil ini akan mengira itu bentuk kasih sayang yang wajar. Namun baginya melebihi batas wajar.

Walau dia tak sadar jika dirinya juga begitu. Asal kecup pipi Taehoon dibilang wajar? Gila si Lee Jinho ini.

Jihoon aja sampai malas melihat Jinho yang mengecup pipi tembab Taehoon di teras. Agak panas, tapi juga merinding karena menyaksikan temannya mengecup leher putih anak kecil itu dan menggesekkan hidungnya di sana. Dia mau larang, tetapi aura yang dikeluarkan rekannya begitu mencekam.

Lee Jinho tiba-tiba berubah jadi posesif setelah pulang dari taman. Jihoon yakin, di mobil tadi terjadi apa-apa yang membuat rekannya dari dingin menjadi agak sinting seperti ini. Namun ketika ditanya olehnya, Jinho cuma menatapnya tajam seolah berkata "Diam, saya lagi tidak ingin ditanya."

Jadinya Jihoon cuma memantau dari kejauhan. Kalau ada radar bahaya, dia bakal bertindak sebagai superhero. Ia tak mau jika melihat adegan seksual di depan matanya. Apalagi korbannya anak-anak.

"Kapan lo mau mulangin anak itu?" Jihoon bertanya seraya berkacak pinggang. Jinho pun menoleh sekilas kemudian mengendikkan bahu.

Dia tidak tahu karena bocah digendongannya belum ingat jalan pulang. Ia mengajaknya menginap di rumahnya semata-mata menolong bukan untuk berbuat aneh-aneh meskipun daritadi tingkahnya nggak jelas. Jantungnya berdegup kencang setiap melihat senyum manis di wajah Taehoon.

Maka dari itu ia refleks mengecup pipi tembab Taehoon. Dia sangat sayang sama anak-anak, tapi ketutup sama wajah dinginnya. Jinho dikenal dingin dan misterius oleh orang-orang sekitarnya.

Banyak cibiran, sindiran, dan gosip yang beredar tentang dirinya. Namun dia tidak peduli. Biarkan saja mereka berbicara aneh-aneh, lagian masih ada yang mau percaya sama Lee Jinho. Dia lebih butuh orang yang bisa dipercaya daripada tukang gosip.

Kruyukkk.. kruyukkk..

Lee Jinho mengernyit, memandang anak kecil digendongannya yang mengelus perutnya yang berbunyi. Seketika dia tertawa. Rupanya Taehoon memelas bak anak kucing karena lapar. Sepertinya ia harus memberi bocah ini makan.

"Lapar ya?" Jinho melemparkan pertanya retorik pada Taehoon yang memainkan jarinya sembari menunduk. Anak laki-laki itu pun mengangguk pelan kemudian menatap alpha dewasa yang menggendongnya dengan puppy eyes.

Itu bikin Jinho mengumpat dalam hati karena otaknya memerintah untuk mengecup bibir Taehoon yang mengerucut. Namun dia masih waras, enggan mengambil first kiss anak tersebut. Lagi pula ia lagi dipantau sama Jihoon, takutnya pria itu langsung menendangkanya ketika berbuat cabul pada anak di bawah umur.

Bocah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang