06

372 93 0
                                    

"Om ini mau kemana?" Taehoon bertanya sembari memeluk leher Jinho yang menggendongnya. Saat ini mereka sedang berjalan menuju kantor polisi terdekat.

"Ke kantor polisi," balas Jinho sembari menepuk pelan pantat empuk Taehoon. Si empuh mengerucutkan bibir kemudian menarik rambut pria muda itu, melampiaskan kekesalannya.

Pria muda itu meringis. Kulit kepalanya serasa tercabut jika Taehoon terus menjambaknya seperti ini. Akhirnya ia menjelaskan alasannya membawa bocah itu ke kantor polisi, "Kamu mau bertemu dengan ayah, kan? Polisi bisa membantu mencarinya bersama saya. Jadi, berhenti menarik rambut saya!"

Taehoon berhenti menjambak surai Jinho. Lalu mengecup pipi pria muda tersebut sebagai permintaan maaf, membuat si empuh melotot dan memandangnya bingung. Dia memang sering mengecup pipi seseorang sebagai tanda maaf karena ayahnya mengajarkan demikian.

"Kenapa kamu suka mencium pipi orang?" tanya Jinho.

"Ayah bilang itu bagus untuk mempererat hubungan. Jadi kalau mau minta maaf dan ucap terimakasih harus cup pipi!" Taehoon menjawab pertanyaan tersebut sembari mengingat wajah sang ayah. Membuat rasa rindu meledak di dalam dada.

Ia meremat dada kanannya yang serasa dihujam jarum. Kilatan ingatan tiba-tiba muncul di pikirannya. Taehoon mengerang, menahan sakit yang mendera kepalanya.

Sementara Lee Jinho panik. Ia berlari sekencang mungkin, berniat pergi ke rumah sakit. Namun tangan kecil bocah itu meremas pipinya sembari berucap, "Berhenti om! Hoonie tidak apa-apa."

Jinho memelankan laju kakinya lalu menatap Taehoon yang tersenyum kepadanya. Padahal sebelumnya anak kecil itu meringis kesakitan sembari memegangi kepalanya. Ia merasa ada yang tak beres, beruntung sebelum pergi dia memberi tugas pada Lee Jihoon untuk mencari informasi tentang bocah ini.

Jinho ingin tahu yang sebenarnya. Kenapa anak ini selalu memegangi kepalanya dan meringis kesakitan seolah mengingat sesuatu yang dilupakannya. Ia takut bila Taehoon mengalami kekerasan yang membuatnya menderita dalam kegelapan.

Jika pikiran negatifnya benar, ia akan langsung membawa Taehoon tinggal bersamanya di Seoul. Sekarang dia hanya perlu ke kantor polisi dan menyerahkan laporan kehilangan orangtua pada pihak berwajib. Siapa tahu orangtuanya sudah ditemukan dan melapor hal yang sama. Karena ini sudah 1 x 24 jam, pasti mereka akan menindak lanjuti.

Tak lama kemudian, keduanya sampai di kantor polisi setempat. Lee Jinho pun masuk sembari memeluk tubuh Taehoon yang bergetar karena feromon di tempat ini. Dia lupa jika sebagian besar polisi di sini adalah alpha, belum lagi para tahanan yang ada di dalam sel.

Sepertinya dia tidak akan meninggalkan anak kecil ini di sini. Karena Lee Jinho nggak mau Taehoon kenapa-kenapa bila ditinggal sendirian bersama para alpha. Ia lebih takut hal itu terjadi daripada takut disangka penculik anak.

"Ada yang perlu saya bantu?" tanya seorang aparat berwajib yang duduk di mejanya. Jinho melihat papan nama akrilik di meja, ia langsung tahu bila sosok itu adalah kepala polisi di sini. Dia pun duduk di kursi yang telah disediakan sembari memangku Taehoon.

Bocah karamel itu mengedip-ngedipkan matanya polos saat kepala polisi tersebut tersenyum padanya. Jinho mendengus, orang gendut di depannya ternyata tertarik dengan omega kecil di pangkuannya. Menyebalkan, kenapa anak ini selalu memikat orang-orang di sekitarnya?

"Saya ingin membuat laporan, anak ini kehilangan orangtuanya di taman. Saya menemukannya atau lebih tepatnya dia terpisah dengan orangtuanya dan tersesat." Jinho menjelaskan tujuan kedatangan ke sini seraya menunduk, memandang jari-jari tangan kanannya yang dimainkan oleh Taehoon.

Kepala polisi itu tersenyum lalu bertanya, "Sudah berapa lama? Kami akan memproses laporan bila sudah 1 x 24 jam."

"Tentu saja sudah melebihi batas waktu ketentuan, makanya saya melapor ke sini." Jinho membalas dengan tenang meskipun hatinya dongkol. Dia nggak akan melapor jika tak memenuhi syarat wajib lapor.

Bocah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang