*Jangan berharap banyak dari cerita ini. Hanya sebuah karya hiburan semata. Banyak typo, karena ditulis lama semenjak senja belum berakhir.
.....
Mentari akan terus bersinar meski diri kita telah pudar, bersama datangnya bahagia dan luka di sana terletak sebuah makna yaitu kehidupan akan terus bejalan bagaimanapun kedaannya. Dan inilah kisah seorang remaja yang tengah mencari jati diri, Ghassan Kashafa atau lebih akrab dipanggil Ghassaf ini merupakan remaja 18 tahun yang masih duduk di bangku kelas XII. Berkulit sawo matang serta tinggi semampai menjadikan dia idaman kaum hawa, tak hanya itu sifatnya yang humoris membuat siapapun ingin berteman denganya. Namun siapa sangka dibalik sifatnya itu terdapat luka yang tak kunjung ada obatnya.
Bersama sang ayah dan seorang kakak laki-laki ia menyusuri kehidupan yang entah bagaimana akhirnya nanti. Yang pasti di dalam hati terukir kata "Inna sholati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi robbil alamin" namun saat ini sedikit pudar bersama bergantinya tingkah laku serta cara berpikir sebagai seorang remaja. Hidup tanpa sentuhan seorang ibu memanglah bukan pilihan. Tapi inilah hal yang harus dialami, meski batin menjerit menolak tak akan ada yang berubah. Semua yang terjadi biarlah berlalu sampai suatu saat nanti semua akan membaik bersama berlalunya waktu.
"Ayah, Ghassaf berangkat sekolah dulu ya!" seru pemuda yang baru saja tiba di lantai dasar. Dengan seragam lengkap serta tas yang sudah bertengger di pundak. Langkahnya mulai mendekati sang ayah yang tengah bersiap untuk sarapan.
"Kamu nggak makan dulu, Dek? Masih jam segini kakak kamu aja masih belum siap," tanya Rean heran tak biasanya anak bungsunya itu berangkat sepagi ini. Rean Riadi adalah orang tua tunggal bagi kedua putranya.
"Hmm...yaudah aku sarapan dulu sambil nunggu kakak," jawabnya dengan tangan yang bersiap mengambil makanan di meja.
Tak ada yang spesial pagi ini, semua berlalu begitu saja. Memang setiap hari Ghassaf selalu di antar sang kakak. "Bang Tama, nanti gue pulangnya agak telat ya. Entar mau piket sore dulu," pelan pernyataan Ghassaf memecah keheningan dalam mobil. Hanya ada dirinya dan sang kakak, Adhitama Mahendra atau yang akrab dipanggil Bang Tama oleh adik bungsunya.
"Iya dek...nanti tinggal chat aja kalau lo udah keluar," pesan Tama. Dengan santai Ghassaf menjawab kakaknya itu, kakak yang sangat perhatian dan jarang marah. Sangatlah sulit bagi Ghassaf menemukan sang kakak marah jika bukan kesalahan yang benar-benar fatal.
"Bang gue masuk dulu, hati-hati di jalan!" langkahnya mulai menjauh. Kini fokus Ghassaf kembali pada gedung megah bertuliskan "SMA ADIWIRA" sekolah khusus laki-laki yang berdiri megah di tengah kota. Perasaan campur aduk kembali menerpa diri setelah Ujian Akhir Semester Satu dilakukan beberapa hari yang lalu.
Tanpa sadar pikiran-pikiran buruk terlintas tentang hasil penilaiannya. Di dalam ruang kelas yang cukup mewah ini terasa hangat kala mendengar berbagai suara yang bercampur, entah dari siswa maupun pemotong rumput di halaman.
"Assalamu'aikum Warahmatullahi Wabarakaatuh," seru seorang guru muda yang baru saja memasuki kelas.
"Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakaatuh" jawab siswa serentak, terdengar serasi dengan suasana pagi yang menghangatkan hati. Selang beberapa menit guru cantik itu membagikan selebaran terlipat rapi dengan logo sekolah tergambar jelas di halaman pertama.
"Anak-anak itu adalah surat undangan untuk pengambilan rapor semester ini, wajib dihadiri orang tua atau wali tidak boleh siswa sendiri," peryataan sang guru membuat seisi kelas terdiam. Pasalnya nilai sangat berpengaruh untuk harga diri dan inilah alasan mengapa laki-laki harus berprestasi.
Mentari mulai turun perlahan, jam telah menunjukkan pukul empat sore. Sang kakak juga sudah menunggu Ghassaf di parkiran sejak lima menit yang lalu. Langkah kakin mulai dipercepat kala netranya bertabrakan dengan tatapan lembut Tama. Dirinya sangat heran mengapa kakaknya itu tak pernah marah, terlalu sabar jika dipikir. Menghapi adik seperti Ghassaf yang terlalu menguras kesarabaran, bahkan sang ayah pun tak segan-segan bermain tangan jika dirinya berulah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daydream
FanfictionHanya berisi kumpulan cerpen, satu judul sekali tamat. cerita ini untuk kalian, untuk menemani di saat aku lagi pusing mikirin alur cerita book aku yang lain. jadi baca ini dulu aja ya. terima kasih. semoga sedikit mengurangi rasa rindu kalian deng...