4. cafe

10 2 0
                                    

Setelah jam kuliah usai Endra langsung bergegas meninggalkan ruang kelas. Tangannya dicengkal seseorang terpaksa langkahnya terhenti.
" Apa lagi? "
Katanya melembut mencoba bersabar dengan gadis yang selalu mengganggunya itu.





" Anterin aku pulang dong Endra! Kamu gak mau tau dimana rumah aku sekarang ? "
Endra terkekeh kecil kemudian memalingkan wajahnya dari tatapan liar seorang gadis di depannya.






" Kaki punya, tangan juga punya , mulut juga ada! Oh aku tahu apa yang kurang "
Endra merogoh tas punggungnya.
" Nih kayanya lo perlu deh ngaca biar sadar "
Endra meninggalkan Mellody begitu saja. Wajah Mellody memerah menahan kesal. Bagaimana seorang Endra yang lembut ramah itu jadi pria dingin tak berperasaan ketika berbicara.



Endra menghampiri Villia yang sudah berdiri di samping mobilnya.
" Maafi........ "
" Lama banget sih!!! "
Endra terkekeh melihat ekspresi wajah Villia. Ia merapikan rambut rambut yang menghalangi penglihatannya pada wajah cantik Villia.




" Pulang yuk cais. Jangan ngambek dong "
Kata Endra lembut. Villia tak menjawab namun ia juga tak menolak untuk di ajak pulang. Ia sudah masuk ke dalam mobil. Endra pun ikut masuk. Villia masih bersedekap dada dan memalingkannya wajahnya tak mau menatap Endra.





" Pakek sabuk pengaman nya aku mau ngebut "
Kata Endra mengancam rupanya gadis di sampingnya itu tak bergeming.
" Manja banget sih sini tak pakek in "
Endra terus saja berusaha membuat perempuan di sampingnya itu mencair lagi. Ia memasangkan sabuk pengaman pada villia. Villia tetap diam.





" Sayang kenapa sih? "
" Kamu telat banget tadi ke parkirannya!!!. Ngapain aja sih??!! "
" Iya maaf cais, yaudah sekarang maunya apa? "
" Pulang lah akukan marah sama kamu "




Endra terkekeh kecil kemudian melajukan mobilnya.
" Mampir dulu yuk, beli buku "
Kata Endra berhenti di toko buku besar. Ia tahu Villia hobby membaca jadi kali ini ia ingin membujuk nya dengan menawarkan barang yang menjadi hobby baginya.





" Endra aku mau pulang!! "
" Oh gak mau beli? "
" No no no "
Kata Villia sambil menggelengkan kepalanya kaku. Endra tersenyum kemudian kembali berjalan. Namun tak lama Endra kembali berhenti dan keluar  begitu saja. Villia makin kesal. Endra masuk lagi dengan membawa es krim. Rupanya Endra pantang menyerah sebelum ia bisa meluluhkan lagi hati Villia.





" masih marah sih tapi dikit. Aku terima es krim nya "
Kata Villia kemudian merebut kedua es krim pada tangan Endra. Villia menikmati es krim itu dengan lahap. Endra tersenyum ia menatap lekat wajah Villia. Villia terlihat gugup dan langsung memalingkan wajah. Sedari tadi ia sudah tak marah sebetulnya. Tapi ia ingin menguji seberapa sabar Endra menghadapinya. Tapi ternyata Endra benar benar sabar.





" Bilang apa kalau di kasih "
" Gak ikhlas ngasihnya ? "
" Ikhlas dong. Tapi kan yah harus tahu aturan tata krama lah "
" Iya makasih "
Endra tersenyum ia terus-menerus memandangi wajah itu.






" Jalan Ndra!! Mau sampai lebaran monyet di sini!!!  "
" Yah itung itung silaturahmi sama nenek moyang "
" Ish kamu aja kalik. Aku enggak "
" Ya udah kalik ujung ujungnya juga kamu nempel sama  cucunya pithecanthropus erectus "
Tawa mereka cair segera. Endra lega akhirnya ia bisa membuat gadisnya itu kembali tertawa.






Tanpa mereka sadari sedari tadi seseorang terus mengawasi mereka dari jauh. Tangan itu terkepal kuat melampiaskan kekesalannya melihat pasangan remaja itu tertawa puas bersenda gurau dan bermesraan di depannya. Seharusnya ia tak akan melihatnya jika ia tak menguntit. Itu salah dia sendiri kenapa mengikut remaja yang sedang kasmaran.





Endra kembali melajukan mobilnya perlahan. Setelah mengantarkan Villia Endra tak langsung pulang. Ia memilih mampir di cafe tempat biasa ia kumpul bersama teman temannya. Julian yang melihat Endra  datang langsung menyenderkan kepalanya di meja itu mengernyit heran begitupun dengan yang lainnya.





" Napa Lo bos? Galau? "
Seloroh Keano yang tak sama sekali di gubris oleh orang yang banyak pikiran itu.
" Kenapa lagi sih sama tuan putri? "
Kali ini gantian Arkana yang bertanya.





" Bisa gak sih kalian diem "
" Ya kalo mau tempat sepi kuburan kalik!! salah Lo kesini "
Ketus Fernando yang terlihat jenuh itu. Ia kemudian berdiri dari tempatnya tak lama ia kembali membawa secangkir kopi yang ia pesan tadi.




" Minum "
Seloroh Fernando kemudahan kembali duduk dan fokus dengan benda pipihnya.
" Nah orang lagi badmood itu seharusnya di kasih minuman bukannya di tanyain ini itu. Kaya Fernan gitu peka "





" Terserah lu dah. Jadi kenapa? "
Tanya Leonard kepo.
" Jadi tu... "
" Perhatian semuanya "
Kelima pemuda itu langsung mengalihkan pandangannya ke arah panggung kecil di dalam cafe.





" Itu bukannya Mellody? "
Kata Julian keras karena kaget. Leonard langsung menutup rapat mulut Julian karena selalu saja keceplosan. Endra yang semula tak tertarik itu mulai menatap ke arah depan. Memastikan bahwa yang di bilang Julian itu benar adanya.





Kelimanya terdiam ketika Endra sudah mengetahuinya.
" Lo sih!! "
Kata Julian yang menyalahkan Leonard.
" Yang teriak lo! Napa nyalahin gue!! "
" Lo telat nutup mulut gue "
Yang lainnya hanya geleng-geleng kepala melihat Julian yang menyalahkan kesalahan nya pada orang lain.



" En... "
" Saya disini mau menyanyikan lagu untuk seseorang yang sedang ada disini "
Kata gadis itu membuat seluruh cafe ini gempar dengan tepuk tangan yang meriah. Sedangkan kelima pemuda itu merasa tak nyaman. Suara musik mulai mengalun indah.






Gadis itu membawakan lagu duka-last child .
'' hingga ku takkan bisa "
'' tuk terbang tinggi lagi "
" Dan mencari bintang tuk dapat gantikanmu "
" Saat ini masih kuuu coba "
" Tuk terjaga dari mimpiku "
" Dan tersadar bahwa kau bukan lagi miliku "



Suara indah itu menyatu dengan alunan musik dan juga petikan gitar yang di mainkan gadis itu sendiri.
Setalah lagu selesai tepuk tangan meriah dari para pengunjung cafe mengggema. Endra yang sudah tak tahan itu segera beranjak pergi.





Melihat Endra pergi tanpa aba-aba itu membuat teman temannya ikut pergi. Mellody tersenyum di tempatnya. Ia sangat yakin bahwa Endra itu masih mencintainya makanya Endra selalu menghindar. Ia salah besar. Endra sebenarnya tak mau membenci perempuan itu lagi. Ia tak mau menyimpan perasaan apapun untuk gadis itu termasuk perasaan benci sekalipun.

one promiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang