Dicampakan

570 35 21
                                    

Usai berpamitan Sifa pun menyalakan mesin motornya, diikuti dengan Andrea yang duduk nyaman di jok belakang.

"Sing ngati-ati yo, Nduk," pesan Narni kepada Sifa. (Yang hati-hati ya, Nak.)

Sebuah anggukan dari Sifa membuat Narni tersenyum tipis dan melambaikan tangan ke arah sang putri.

"Sifa pergi dulu, Bu. Assalamu'alaikum," pamit Sifa sebelum melajukan motornya.

"Waalaikumsalam."

Motor melaju dengan kecepatan sedang melewati jalanan Gunung Kidul yang meliuk-liuk. Beberapa kali Andrea berseru kegirangan kala melewati turunan dan tikungan yang tajam, sementara matanya terus menyusuri ke sisi kanan dan kiri melihat pemandangan asri yang belum pernah ia lihat sebelumnya.

"Kalau kayak gini aku mau tinggal disini saja, Fa," seru Andrea sembari membuka sedikit kaca helm.

Sifa hanya terkekeh menanggapi ucapan Andrea, ia memilih memfokuskan dirinya pada jalanan yang akan mereka lalui. Sekitar tiga puluh lima menit lamanya, motor yang dikendarai oleh Sifa sudah terparkir manis di area parkir RSIA Allaudya.

"Kita sudah sampai di rumah sakit Allaudya, Non. Ayo kita masuk," ucap Sifa sembari menunggui Andrea merapikan rambut.

Andrea menggandeng lengan Sifa masuk ke dalam rumah sakit, mereka lantas meminta petunjuk kepada salah seorang suster untuk menunjukan dimana ruangan periksa kandungan.

"Tadi katanya sebelah sini kan, Fa?" tanya Andrea memastikan jika arah mereka tidak keliru.

Sifa mengangguk. "Iya, Non. Itu ruangannya," ucap Sifa menunjuk sebuah ruangan.

Andrea kemudian menuju ke loket untuk mendaftar dan mengambil nomor antrian, tak banyak yang mengantri hanya ada beberapa saja. Andrea duduk tenang di sudut bangku yang kosong bersama Sifa. Ia memperhatikan beberapa ibu hamil di sekitarnya, seketika hatinya terasa perih. Air wajahnya berubah menjadi sendu melihat kebanyakan dari ibu hamil itu datang bersama pasangannya. Diam-diam Andrea membayangkan jika ada sesosok pria yang menemaninya periksa pasti dirinya saat ini akan bahagia. Andrea mengusap usap perutnya lembut.

"Maafin, Ibu ya Nak, gara-gara ibu kamu jadi begini," desis Andrea tiba-tiba.

Lamunan Andrea buyar, ia kemudian menoleh kearah sumber suara.

"Nyonya Andrea," seru seorang perawat memanggil nama Andrea sesuai nomor urutannya.

Andrea melangkahkan kaki perlahan menuju ruangan periksa ditemani dengan Sifa.

"Nyonya Andrea Patrick," ucap Sang Dokter membaca kartu pasien.

"Iya Dok," ucap Andrea tersenyum tipis.

"Baiklah, silahkan berbaring Nyonya biar saya periksa," ucap Dokter dengan name tag Nina.

Andrea mengikuti instruksi sang dokter, ia membaringkan tubuhnya di atas brankar. Seorang suster datang dan menyibak blus Andrea, ia lantas mengoleskan sebuah gel ke atas permukaan kulit perut Andrea. Dokter mulai meletakkan sebuah alat di atas perut Andrea, menggerakkannya ke kanan dan ke kiri mencari gambar yang bagus.

"Nah ini adalah calon bayi Nyonya Andrea," ucap sang dokter menunjukkan sebuah gambar di layar monitor.

Seketika air mata turun di pipi Andrea. Seulas senyum bahagia terpatri di wajah Andrea, ia sungguh bahagia melihat calon bayinya. Begitu juga dengan Sifa, ia begitu bahagia melihat gambar di layar monitor itu.

"Bagaimana keadaannya, Dok?" tanya Andrea memastikan.

"Bagus dan sehat, makan makanan yang sehat, istirahat yang cukup, jangan melakukan pekerjaan yang berat serta minum vitamin yang saya berikan kepada Nyonya agar bayi tetap sehat dan kuat."

Andrea mengangguki perkataan sang Dokter. Dokter memberikan sebuah buku berwarna merah muda dengan tulisan buku KIA(buku kesehatan ibu dan anak) kepada Andrea. Buku KIA tersebut diminta untuk selalu dibawa ketika Andrea periksa. Setelahnya dokter menyodorkan resep dan hasil USG.

"Terima kasih, Dok. Kami permisi dulu."

Usai menebus obat Andrea dan Sifa bergegas menuju parkiran. Andrea mengajak Sifa pergi ke tempat makan karena perutnya sangat lapar.

"Fa, kita makan steak dulu yuk?" ajak Andrea.

"Boleh, di deket rumah sakit ini ada restoran yang menyediakan steak, Non."

"Oke, kesitu saja deh."

Sifa melajukan motornya menuju sebuah restoran cepat saji yang juga menyediakan steak. Mereka memilih tempat duduk di dekat AC.

"Non, Non Andrea mau pesan apa?" tanya Safa sembari menunjuk sebuah buku menu.

"Aku paket steak yang ini saja sama cola fload, Fa."

"Ya sudah saya pesankan dulu ya? Non Andrea tunggu di sini saja."

Andrea menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, tak lupa ia memberikan sebuah kartu ATM kepada Sifa untuk membayar pesanannya. Safa melangkahkan kaki menuju kasir untuk memesan makanan yang mereka inginkan lantas ia kembali menuju mejanya lagi.

"Ini kartunya, Non," ucap Safa kembali menyodorkan sebuah kartu ATM kepada Andrea.

"Hemm, terima kasih, Fa."

"Sama-sama, Non."

Selang beberapa menit pesanan mereka datang, dengan cepat Andrea melibas habis makanannya hingga tandas tak bersisa. Hal itu membuat Sifa terkikik karena melihat ulah majikannya.

"Non Andrea beneran lapar yah?" goda Sifa.

Andrea mengangguk, ia masih tetap memfokuskan diri pada makanannya.

"Enak, aku kekenyangan," ucap Andrea sembari mengusap lembut perutnya.

"Habis ini kita kemana, Non?" tanya Sifa kepada Andrea.

Andrea menggelengkan kepalanya. "Kita pulang saja deh, Fa. Aku capek banget."

Sifa kembali terkekeh melihat ekspresi menggemaskan Andrea. "It's ok, lain kali saja ya, Non."

Di tempat lain, seorang laki-laki duduk termenung di tepian pantai, sesekali ia melemparkan kerikil ke tengah laut. Dia adalah Reyhan. Seorang pria yang baru saja patah hati karena dicampakkan oleh kekasihnya. Pikirannya kacau, hatinya benar-benar hancur saat ini. Impiannya untuk segera menikah dan meninmang anak pupus sudah, ia memilih menyendiri untuk menenangkan hatinya saat ini.

"Aaaaaargh sial," seru Reyhan sembari melemparkan batu kerikil ke tengah laut.

Bayangan akan perpisahanya dengan sang kekasih kembali muncul yang membuatnya semakin kalut. Ia ingat benar setiap apa yang diucapkan Rara-sang mantan kepadanya.

"Ra, tunggu! Jangan begini aku mohon," ucap Rey menahan lengan Rara yang hendak pergi meninggalkannya.

"Lepasin, Rey! Kita sudah gak ada hubungan lagi! Jadi biarkan aku pergi," ucap Rara enteng.

"Gak, gak mau. Jelasin dulu apa salahku? Apa alasanmu minta putus? Kamu gak bisa seenaknya gitu dong, Ra," ucap Rey yang tak terima.

"Rey, ku mohon, lupain aku. Carilah pengganti diriku!"

"Lupain? Semudah itu kamu ngomong ke aku? Apa selama ini aku gak ada artinya buat kamu? Bagaimana dengan rencana pernikahan kita? Orang tuaku bahkan sangat bahagia mendengar aku ingin menikah."

"Sudahlah, Rey. Jangan menahanku lagi. Apapun alasannya aku sudah gak bisa lagi sama kamu. AKU GAK BISA REY," ucap Rara menekan kata tidak bisa berharap Rey segera melepaskan dirinya.

Setetes air mata mulai jatuh di pipi bersemu pink milik Rey. Kemudian kepingan memory lain pun mulai bermunculan. Sebuah gambaran yang menunjukkan sebuah undangan pernikaha bertuliskan "Aldi dan Rara", sakit, itu yang saat ini sedang Rey rasakan. Dicampakkan kekasih yang sangat ia sayangi, dan dikhianati sang sahabat sendiri.

Young Mommy (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang