Calon Mertua

408 33 23
                                    

“Pak, Taksi!” seru Rey yang berjalan menuju ke arah pangkalan taksi yang terletak di depan gedung rumah sakit.

Seorang sopir taksi langsung membukakan pintu, Rey memasukkan tubuh Andrea perlahan ke dalam taksi lalu ia berjalan mendekati Lusi.

“Tante, tolong bawa Andrea pulang duluan nanti saya akan menyusul setelah pekerjaan saya selesai,” ucap Rey santun.

Lusi menganggukkan kepalanya. “Terima kasih, ya?” ucap Lusi yang bercucuran air mata.

“Sama-sama, Tante.”

Rey merogoh saku celananya, ia mengeluarkan dompet dan mengambil beberapa lembar uang ratusan dan memberikannya kepada sopir taksi.

“Pak tolong antar mereka sampai rumah ya? Dan pastikan mereka sampai dengan selamat.”

“Baik, Tuan.”

“Andrea, jangan menangis semua akan baik-baik saja, tunggu aku di rumah ya?” ucap Rey sebelum ia meninggalkan Andrea karena awak media terus mengejarnya.

Andrea menyandarkan punggungnya, ia mengatur nafasnya lalu menghapus air matanya. Lusi yang melihatnya pun meraih tangan Andrea dan menggenggamnya dengan erat. “Maafkan, Mama ya An,” ucap Lusi menyesal karena telah mengabaikan ucapan Andrea tadi.

Andrea menganggukkan kepalanya. “Gak apa-apa kok, Ma. Semua ini sudah takdir yang harus kita lalui jadi Mama jangan menyalahkan diri Mama sendiri ya?”

“Iya, Sayang.”

“Ngomong-ngomong siapa laki-laki tadi? Apakah kamu mengenalnya? Kenapa dia menolongmu?” tanya Lusi penasaran.

“Namanya Rey, Ma. Dia yang kemarin nolongin Andrea dan Sifa. Dia dokter di rumah sakit itu,” jelas Andrea.

“Laku kenapa dia berkata seperti tadi? Apakah yang dia katakan benar?”

Andrea menggelengkan kepalanya. “Mungkin Kak Rey Cuma bantuin kita aja, Ma karena kasihan lihat Andrea nangis dan terpojok seperti tadi.”

“Tapi Mama melihat dia sungguh-sungguh, An!”

“Maksud, Mama mau jadiin Andrea istrinya gitu? Ma, Please! Andrea itu wanita hamil, mana ada pria mapan tampan seperti itu mau sama Andrea?” ucap Andrea tersenyum kecut.

“Kalau dia beneran mau gimana?”

“Gak mungkinlah, Ma.”

“Kalau yang Mama bilang benar gimana? Kamu mau?”

Andrea menghela nafas dalam lalu menghembuskannya secara perlahan. “Andrea gak tau, Ma.”

Dilain tempat Rendy yang mendengar cerita dari Rey pun mendelik. Ia terkejut karena ia sama sekali tak menyangka sahabatnya yang super alim itu bisa menghamili anak gadis orang.

“Jadi gadis yang kamu ceritain kemarin si Andrea, Andrea ini?” tanya Rendy tak percaya.

Rey menganggukkan kepalanya. “Iya, itu makanya aku gak cerita-cerita ke kamu karena aku gak mau orang lain tahu dulu tentang ini,” ucap Rey yang terpaksa berbohong.

“Rey, kamu serius menghamili dia?” Rendy menatap wajah Rey tak percaya jika sang sahabat bisa melakukannya.

Rey menganggukkan kepala sebagai jawaban. “Ya gue lah siapa lagi?”

“Kapan kamu melakukannya? Kok kamu gak pernah cerita?”

“Bukannya kamu akhir-akhir ini sibuk menggalau ya? Meratapi nasib ditinggal nikah sama Rara?” cecar Rendy dengan berbagai pertanyaan.

“Ckkk! Gue ini pria normal kali, Ren!” desis Rey memutar bola matanya.

“Ya gue heran aja gitu, lu kan gak pernah aneh-aneh orangnya tiba-tiba ada kabar lu hamilin anak orang. Lah mana gue percaya? Gue yakin seluruh rumah sakit ini pun juga berpikiran sama dengan gue.”

“Ya gimana lagi kenyataannya kan begitu!” kelit Rey yang menutupi apa yang sebenarnya terjadi.

“Hadehh! Gak habis pikir gue, Rey sama lu. Bahkan di luar sana banyak wanita dewasa cantik, mapan yang ngantri sama elu tapi lu malah milih gadis kecil macam Andrea. Ya memang cantik seperti bidadari sih! Tapikan umurnya jauh banget dibawah elu, Rey!”

“Umur boleh lebih muda tapi pikiran dia dewasa, Ren. Itu yang aku suka dari dia. Ditambah lagi dia mandiri dan gak manja!” jelas Rey menggebu-gebu.

Rendy menggeleng-gelengkan kepala sembari terkekeh. “Astaga! Segitunya elu cinta sama Andrea, Rey?” cibir Rendy dengan nada mengejek.

“Sangat!” sahut Rey bangga.

“Ya baiklah. Kapan kamu akan menikahinya?”

“Lusa,” jawab Rey santai yang sudah memikirkan segala konsekuensinya.

“Hah! Cepat banget? Lu ngajakin nikah apa ngajakin nongkrong, wey?” celetuk Rendy.

“Gak ada waktu lagi, Ren. Kalau dia sudah hamil bukankah lebih cepat lebih baik?”

“Ya iya sih, trus gimana nyokap bokap lu?”

“Ya pasti senang lah!” jawab Rey percaya diri. “Setidaknya apa yang mereka khawatirkan selama ini salah dan apa yang mereka inginkan segera terwujud dalam waktu dekat.”

“Udah ah! Gue cabut dulu, Andrea pasti sudah nungguin gue.”

“Cieee ileh yang mau punya bini!” cibir Rendy yang diabaikan oleh Rey.

Rey melepas snelinya dan menyampirkannya di lengan. Ia berjalan cepat menuju ke arah parkiran dan segera masuk ke dalam mobilnya. Tak lama kemudian teleponnya berdering, Rey melihat nama Mama tertera disana sehingga membuatnya segera menggeser tombol warna hijau.

“Rey! Apa yang kamu katakan dalam berita tadi benar?” cecar sang ibu pada inti pembicaraan.

“Itu, benar Ma. Rey minta maaf Rey tidak bisa mengontrol diri waktu itu.”

“Kenapa kamu lakukan itu, Nak? Bagaimana keadaan calon menantu dan calon cucu Mama?” ucapnya dengan penuh rasa khawatir.

“Semuanya baik-baik saja, Ma. Rey tidak bisa menjelaskannya lewat telepon. Rey saat ini sedang buru-buru karena ditunggu oleh kedua orang tua Andrea.”

“Baiklah! Segera selesaikan urusanmu baik-baik dengan orang tua, Andrea lalu segeralah pulang dan bawa calon menantu Mama,” ucap sang ibu dari seberang.

“Iya, Ma. Doakan Rey ya, Ma?”

“Pasti, Sayang.”

Rey menyimpan kembali ponselnya, ia lantas menyalakan mesin mobil dan melajukan mobil menuju jalanan ke rumah Andrea. Lumayan lama juga, apalagi malam-malam begini. Rey tidak bisa terlalu kencang melajukan mobilnya karena jalan menuju tempat tinggal Andrea sangat gelap dan medannya berkelok.

Tok tok tok

Rey mengetuk pintu rumah Andrea, seorang wanita paruh baya yang ia ketahui adalah pembantu di rumah itu membukakan pintu dan menyambutnya dengan ramah.

“Mari, masuk Pak Dokter Tuan dan Nyonya sudah menunggu anda di dalam,” ucapnya ramah.

“Tuan?” ulang Rey tak mengerti.

“Iya, Ayah Non Andrea baru saja datang,” jelasnya.

“Oh gitu.” Rey menganggukkan kepalanya mengerti.

Dilihatnya sepasang suami istri sedang berselisih pendapat, dan seorang pria menengahinya. Sedangkan Andrea ia terlihat duduk bersimpuh di lantai sembari menangis tersedu-sedu ditemani sifa.

“Selamat malam,” sapa Rey ketika memasuki ruangan tersebut.

“Maaf saya baru datang.”

Andrea terkesiap mendengar suara Rey benar-benar datang menemuinya. “Kak Rey,” ucap Andrea lirih.

Rey segera menghampiri Andrea membantunya untuk bangkit dari sana lalu menghapus air mata Andrea. Ia membawa Andrea duduk di kursi lalu meminta Andrea untuk mengatur nafasnya agar tenang.

“Siapa kamu?” tanya Patrick menatap tajam ke arah Rey.

“Perkenalkan saya Rey, Om, Tante. Kedatangan saya kemari saya dengan tulus dan niat baik ingin meminang putri Om dan Tante.”

Young Mommy (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang