Dokter Tampan

515 34 16
                                    

Rendi mempercepat langkahnya, mengimbangi langkah kaki Rey yang berada tak jauh di depannya. Sesekali ia memanggil Rey untuk menghentikannya namun bukanya berhenti Rey malah tetap melangkahkan kakinya pergi.

“Rey, lu beneran sudah punya ganti?” tanya Rendy yang saat ini berada tepat di samping Rey.

Rey hanya tersenyum, tidak menggubris ucapan Rendi sama sekali. Ia tetap fokus melangkahkan kaki dengan pandangan lurus ke depan membuat Rendy jengkel. Tak ada cara lain Rendy pun mempercepat langkahnya dan menghalangi jalan Rey.

“Apasih, Ren?” desis Rey memutar bola matanya malas.

“Jawab dulu pertanyaan Gue!”

“Ckk! Kayak anak kecil lu, Ren! Awas minggir gue mau lewat!” Rey mncoba menyingkirkan Rendi dari hadapannya namun Rendi bersikekeh tak mau pergi dan memberi jalan yang membuat Rey bernafas pasrah.

“Huuuuh ....” Hembusan nafas panjang Rey terdengar berat dan begitu kentara menandakan sang empunya pasrah.

“Cepetan!” seru Rey.

“Nah gitu kek dari tadi!” ucap Rendi tersenyum puas.

“Lima menit dari sekarang, Ren!” tegas Rey yang membuat Rendi membola.

“Dasar pelit!” cibir Ren.

Rendi mengatur nafasnya sejenak lalu mulai bertanya kepada Rey tentang siapa gadis yang bisa membuat Rey melupakan Rara. Dengan tegas Rey menjawab jika dirinya belum bisa memberitahu siapa gadis tersebut karena ia sendiri belum yakin dengan perasaannya. Ia juga belum terlalu kenal dengan si gadis. Apalagi dengan keadaan Andrea yang sekarang dia semakin tak mungkin memberitahu Rendi apa yang sebenernya tentang Andrea sebelum ia memastikan perasaannya.

“Hah! Jadi lu sendiri gak tau gadis itu siapa?” tanya Rendi menatap Rey tak percaya.

Rey menganggukkan kepala. “Pertama aku melihatnya aku langsung jatuh hati padanya, tatapannya mengingatkan aku pada seseorang.”

“Dih! Jangan gitu kamu! Jangan menyukai seseorang karena seseorang dong! Gak boleh itu!” tukas Rendi.

Rey menyentil dahi Rendi. “Sok tau kamu! Aku kan belum cerita semua kamu sudah main menyimpulkan aja!”

“Ya sudah buruan cerita!” desak Rendi.

Rey melirik ke arah arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. “Sudah LIMA MENIT!” ucap Rey menunjuk ke arah jam di tangannya.

“Ckk! Ayolah Rey cerita jangan bikin aku mati penasaran dong!”

Rey meraih tubuh Rendy memutarnya ke arah sebuah lorong yang di sampingnya terdapat sebuah ruangan operasi. “Tuh liat! Gue udah ditungguin!”

Rendi berdecak sebal, mau tak mau ia harus melepaskan Rey karena saat ini memang sudah waktunya ia bertugas. “Oke baiklah, kali ini lu boleh pergi! Tapi setelahnya kamu harus ceritain ke gue!” ucap Rendy yang kemudian berlalu pergi.

Rey tersenyum melihat punggung sang sahabat yang kian menjauh, ia lantas melangkahkan kaki masuk ke dalam ruang operasi. Pintu ruangan sudah tertutup, semua tim medis sudah masuk dan siap bekerja.

Semua tim mulai melakukan tugasnya masing-masing begitu juga dengan Rey, ia melakukan tugasnya sesuai ketentuan.

Sekitar tiga jam berlalu Rey kini sudah menyelesaikan pekerjaannya, ia berjalan keluar dari ruang operasi. Setelah membersihkan tubuhnya ia pun kembali menuju ruangannya. Saat ini jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari, operasi dadakan kali ini membuatnya sangat lelah.

Rey duduk bersandar di kursi kerajanya, ia kembali memikirkan perkataan ibunya yang ingin sekali bertemu calon istrinya karena ia ingin segera melihat Rey menikah. Begitupun dengan sang ayah yang saat ini menderita diabetes, ia juga sering mendesak Rey untuk segera menikah dan memiliki keturunan sebelum ia tiada.

“Apa Andrea jawaban dari doaku dan doa kedua orang tuaku?” gumamnya lirih.

“Oke, seandainya itu benar. Apakah Andrea mau menerimaku? Dia baru saja mengenalku kan? Jika mendengar cerita dari Sifa dan pembantunya aku yakin Andrea saat ini pasti masih trauma,” ucap Rey menerka-nerka kemungkinan yang akan ia alami.

“Tapi, jika aku tak mencobanya aku tak akan pernah tau juga hasilnya kan?”

“Semoga saja Andrea memiliki perasaan yang sama denganku, dan semoga saja traumanya tak terlalu dalam sehingga aku masih bisa membuatnya membaik.”

“Hah! Cinta memang aneh ya? Aku mencintai setengah mati bahkan rela menjadi budak cinta selama bertahun-tahun tapi berakhir dengan dicampakkan, dan lucunya aku malah move on gara-gara jatuh cinta dengan seorang gadis kecil yang sedang hamil dicampakkan oleh kekasihnya pula.”

“Benarkah takdir harus begini? Baiklah aku harus move on kan? Aku juga harus memenuhi keinginan orang tuaku bukan?” ucap Rey yang beranjak dari tempat duduknya karena melamun  dan asik dalam pikirannya membuat Rey lupa waktu. Jam istirahat Rey telah habis, ia kembali bekerja kali melaksankan tugasnya hingga jam kerjanya usai.

Di lain tempat Andrea sedang duduk bersandar pada kepala ranjang sembari memeluk guling, pikirannya melayang jauh kesana kemari memikirkan nasibnya serta nasib perasaannya. Andrea menampik perasaannya yang sebenarnya ia rasakan sekarang. Ia membuang jauh-jauh pikiran tentang Dokter tampan yang tadi ia temui meski sebenar ia tak bisa tapi ia bersikeras melupakannya dan mengalihkan pikirannya dengan memikirkan nasib dirinya serta bayi yang dikandungnya saat ini setelah lahir.

Lama berdiam dan melamun membuat seseorang yang sedari tadi tidur di samping Andrea terheran. “Non Andrea belum tidur tadi?” tanya Sifa yang saat itu tidur bersama Andrea.

“Apa Non Andrea membutuhkan sesuatu?” tanya Sifa sembari menggosok matanya yang masih terasa lengket.

Andrea menggelengkan kepalanya. “Enggak, Fa. Aku hanya gak bisa tidur saja.”

“Non Andrea mau Sifa buatkan susu coklat?” tanya Sifa yang membuat Andrea menggelengkan kepalanya lagi.

“Kamu tidur lagi aja, Fa ini kan masih malam.” Andrea melirik jam dinding yang saat ini menunjukkan pukul dua dini hari.

Sifa menggelengkan kepalanya. “Kalau Non Andrea gak tidur mana bisa Sifa tidur, lha wong tugas Sifa kan nemenin Non Andrea tidur to.”

Andrea terkekeh mendengar gaya bicara Sifa yang medok. “Yowis, kalau gitu ayo kita tidur!” ajak Andrea dengan meniru gaya bicara Sifa yang membuat Sifa terkekeh.

“Non Andrea ini lucu juga yo, kalau niruin gaya bicara Sifa yang medok,” celetuk Sifa.

“Hahaha, ayo kita tidur!” ucap Andrea setelah tertawa pecah.

Meski belum merasa ngantuk namun Andrea kembali merebahkan tubuhnya ia tak ingin membuat Sifa menungguinya sampai pagi karena besok ia harus pergi ke sekolah.

Andrea tersenyum menatap Sifa yang kembali tertidur pulas. Ia pun menarik selimut menutupi tubuh Sifa dan mencoba memejamkan mata berharap segera tidur.

“Andrea ayo tidur, kasihan bayimu! Kamu butuh istirahat!” ucapnya lirih.

“Sayang, maafkan Mama ya bikin kamu gak bisa tidur dengan nyaman di dalam sana karena Mama tidak kunjung merebahkan badan.” Kali ini Andrea bicara sembari mengusap perutnya sendiri.

Beberapa menit setelahnya, deru nafas Andrea mulai teratur pertanda sang empunya sudah terlelap tidur. Andrea tertidur dengan posisi miring dan memeluk guling..

Young Mommy (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang