Harry merasa senang ketika dua hari kemudian Zayn menemui Harry, mereka jadi teman dan Harry mengenalkan Zayn pada Louis, Liam dan Niall. Mereka jadi sahabat kental, bahkan Zayn sudah tidak semalu dirinya yang dahulu. Hanya saja, Zayn tetaplah misterius, tapi tidak ada satupun dari mereka yang mengusik Zayn soal privasinya.
4 tahun berlalu, umur mereka sekarang sudah cukup dewasa. Louis sudah 19 tahun, Zayn 17 tahun, Liam 17 tahun, Niall 16 tahun dan Harry 16 tahun.
Mereka adalah senior di Sekolah Xavier, semua anak anak yang usianya dibawah mereka, menganggap mereka adalah senior yang keren. Walaupun terkadang, Proffesor X harus turun tangan untuk mencubit mereka dan memgembalikan mereka kedalam kelas. Masing-masing dari mereka adalah siswa pandai, kuat dan sangat berpotensi.
Semuanya berlangsung sangat santai dan menyenangkan hingga suatu malam, kastil diserang.
Semua mutan, termasuk mereka berlima, berlarian karena kaget oleh serangan ini. Mereka sangat panik dan Ms.Grey, Ms.Storm, Prof.Logan dan Prof.Summer berusaha untuk melindung setiap anak dalam sekolah itu dengan cara mengirim mereka keluar dari kastil lewat jalan rahasia.
Tapi, kelima cowok ini tidak menemukan guru-guru mereka. Sementara Proffesor X berada disisi lain planet dan tidak tau, (tentu saja dia tau) tapi tidak berada di dalam kastil. Semuanya kacau dan Niall bisa mengetahui kalau setiap orang yang menyerang kastil ini, adalah kawanan manusia yang tidak setuju dengan keberadaan mutan. Mereka berpendapat, mutan tidak seharusnya jadi bagian bumi, mereka hanya akan menghancurkan bumi, dan akan membuat manusia menderita.
Louis tau jalur rahasia lainnya, mereka masuk kedalam sana, berusaha untuk pergi dan menemui mutan lain ketika Liam berteriak. Menghentikan langkah mereka dan menyuruh mereka mendengar.
Itu, Harry dan Zayn.
Niall menggeleng cepat dan berlari kearah berlawanan karena mendengar jeritan orang yang mungkin disentuh Zayn.
Louis mengumpat, "Sial!"
Lalu mereka berlari kearah Harry dan Zayn, saling berpunggungan, mengincar lawan berpakaian hitam dihadapan mereka. Berjubah dan bertopeng. Mereka tidak tau siapa dibalik topeng itu, tapi mereka tau tujuan orang-orang ini. Membunuh mutan sebanyak mungkin.
"Stop disana."
Harry berbalik dan melihat Liam keluar dari pintu rahasia dengan tangan berlumuran lidah api. Harry tidak bisa menahan senyum, dia dan Liam seharusnya jadi musuh besar dengan elemen yang mereka kuasai, tapi mereka malah jadi sobat. (Ok, Lirry)
Louis menyusul dibelakang. Berubah jadi Louis versi biru. Dengan banyak sekali tato dan bercak krem diseluruh tubuhnya. Inilah Louis, dia menjadi makhluk berbahaya ketika dia terangsang marah dan kecewa atau bersemangat dalam membunuh seseorang. Louis tadinya ada disebelah Liam yang berpunggungan dengan Zayn. Tapi, detik kemudian, Louis sudah berada dibelakang pria bertudung, menikam jantungnya dengan pisau.
"Kau tidak melihat aku datang, huh?"
"Wow, keren." Niall muncul dengan aksen Irlandianya dan bergabung, dia tersenyum dan menyeringai. "Lawan kami, manusia."
Niall menghentakan kakinya dan meninju udara, tanah bergemuruh dan bangkit menghantam dua dari 8 orang yang ada dihadapan mereka.
"Hebat, Horan." sapa Zayn.
"Yeah, lads. Ayo selesaikan ini." gumam Louis dengan seringai yang bagaikan serigala.
"Tunggu! Kalian bilang kami manusia? Kalian juga manusia!" Jerit salah satu pria bertudung. Harry melihat jaketnya dan melihat simbol yang waktu itu dilihatnya... pria yang dia bekukan 4 tahun lalu, juga mengenakan simbol ini.
Mutan sepertimu seharusnya berada di neraka.
Harry merasa kebencian. Manusia tidak seharusnya seperti ini. Mutan tidak melakukan apapun yang membahayakan kehidupan mereka. Mutan yang malah dihancurkan. Dibully di dunia nyata, dijauhi dan dicari-cari untuk dibunuh. Sementara manusia mengklaim dirinyalah yang terancam. Dimana mata mereka?
"Tidak. Kau yang bilang sendiri. Kaummu yang bilang kalau kami adalah mutan." gumam Harry, suaranya sangat dalam dan terdengar keren, bahkan untuk dirinya sendiri. "Dan, mutan seperti kami, seharusnya berada di neraka."
Salah satu pria tertawa, "Yeah siapapun dia dia benar."
Harry dan Zayn ikut tertawa, mereka tentu sudah pernah diceritakan Harry soal pria tidak beruntung itu. "Yah, dan tebak. Pria itu, sudah beku dan mungkin, ada dineraka?"
Harry tersenyum dan sekali lambaian tangannya, angin beku menjalar, sama juga yang lainnya. Es dari tangan Harry menerkam senjata yang dipenggang si pria, meremukannya dan memecahkanya. Sementara Harry menyiksa pria itu dengan membuatnya hiportemia.
Zayn melakukannya dengan lebih gemulai. Dia luar biasa hebat dalam karate dan bela diri lainnya. Jadi Zayn menghantam pria-pria itu dan menarik tudungnya, meletakan tangannya yang berbahaya dijidat orang orang itu dan membiarkan mereka merasakan kesakitan yang luar biasa.
Liam hanya berdiri disana dan menyemprotkan api-api dengan gerakan yang aktraktif. Dia meninju udara, memutar tangannya dan menendang udara, hingga banyak sekali api keluar dan membakar orang-orang itu berserta senjata mereka.
Louis yang paling santai. Dia berayun diatas atap, berbalik dan ketika mereka siap menembaknya, Louis menghilang. Muncul dibelakang mereka dan menikam mereka, atau, meninju mereka dan menendang mereka hingga terjungkal, lalu melucuti mereka dengan cara menekan dibeberapa bagian tubuh mereka dan melumpuhkan mereka untuk selamanya.
"Kenapa kau lakukan itu?!" Jerit Liam.
"Agar ada menceritakan kita, Payno."
Liam mendengus dan melanjutkan pertempurannya.
Niall tersenyum disetiap gerakannya. Dia sudah tau pergerakan mereka. Setiap mereka siap bergerak, Niall sudah tau lebih dulu dan menghajar mereka sebelum start.
Pertarungan selesai, mereka bernapas dengan dada yang sesak karena letih. Harry tersenyum dan berkata, "Keren."
"Aku tidak pernah merasa begitu puas dalam menghajar seseorang." jawab Zayn dan mengenakan kembali sarung tangannya.
"Percayalah, akupun tidak." sahut Niall.
Louis sudah berubah jadi dirinya lagi, dia menyeringai dan kemudian senyumannya hilang. "Oh tidak, mereka pasti sudah pergi."
"Tentu saja, kita sudah menghajar mereka."
"Bukan, Liam. Ini soal yang lain. Mereka sudah meninggalkan kita disini."
Mereka terdiam dan saling bertukar pandang. Zayn yang pertama kali bicara. "Lalu, kita harus apa?"
"Diam disini dan menunggu mereka kembali?" usul Niall.
"Ide buruk," balas Harry. "Yang kembali malah manusia itu. Pasti ada sesuatu yang mereka inginkan. Kita harus pergi."
"Kemana? Kita semua anak terlantar, Harold." imbuh Liam.
"Ingat seseorang yang rumahnya berada di sisi lain Amerika?" Louis menyeringai. Satu-satunya yang pernah tinggal di Amerika hanyalah Zayn. Dia tinggal sendirian, karena Ibunya pergi meninggalkannya, itu adalah kenangan yang buruk dan tidak pernah Zayn ceritakan pada siapapun.
"Senang kau ada disini bersama kami, Zaynie." sahut Liam.
"Zaynie? Oh ayolah. Nama buruk!"
"Tidak. Itu terdengar imut, ayo. Zaynie, berpegangan!" Louis mengomandekan. Dia tidak menyentuh siapapun, hingga Liam menyentuh Niall dan Zayn berpegangan dengan Harry, Louis menjadi lem dia memegang Zayn juga Liam, dan puff. Mereka hilang.
-continue