Tiga

1.2K 204 4
                                    


"Eh ! Gue gak mau tukeran deh sama Lo. Biarpun gue kangen berat sama Mama,tapi gue gak akan ikhlas kalau Lo harus dipukulin sama Papa," ucap Alfano sambil berjalan menuju parkiran bersama sang kembaran.

Azrean tertawa singkat, "Sama dong. Gue gak mau Lo ditekan sama Mama,disalahin Mulu sama Ayah,dibandingin sama Geza juga,"

"Fan,"

"Ya?"

"Nanti malam,gue boleh kan kalau nemenin Lo lembur?" tanya Azrean.

Alfano tampak ragu, cowok itu menggeleng. "Lo dirumah aja,belajar. Gue gak mau kalau Lo terus-terusan dibandingin sama Geza gara-gara nilai Lo turun,"

"Lo juga,inget waktu dong! Lo kudu belajar"

"Santai aja Re, Papa gak akan marah kalau nilai gue turun,orang papa aja lebih suka gue gak sekolah," tawa Alfano.

"Tapi jangan mau ya,"

"Kalau gue gak sekolah,kita gak bakal bisa ketemu Re,"

"Maafin gue Fan,gue Abang Lo tapi gak bisa ngelindungi Lo" ujar Azrean.

"Jangan ngomong gitu. Kita tumbuh sama-sama. Punya luka sendiri-sendiri tapi kita tetep yakin bakal bisa. Yang penting kita bareng terus,itu udah lebih dari cukup buat gue"

Ucapan Alfano benar-benar mengena untuk Azrean. Cowok itu suka dengan cara berpikir Alfano.

...

Azrean menunduk. Cowok itu berusaha menulikan pendengaran nya ketika sang ayah tiri sedang memarahinya besar-besaran. "Aku sudah bilang, kamu itu lebih cocok masuk SMA ! Kenapa juga masuk ke SMK ! Mau jawab dengan alasan apa lagi kamu?!"

Pria dewasa itu terus membentak tapi Azrean hanya terdiam tanpa berminat untuk menanggapi. Lagipula,pria itu akan selalu mencari alasan untuk menyalahkan dirinya.

"Biar bisa ketemu kembaran kamu?? Hah ?! Kamu itu gak berbakat di bidang kejuruan ,Rean ! Harusnya kamu masuk SMA seperti Geza !"

"Tapi Rean—

"Alasan apa lagi ?! Kamu itu bodoh ! Nilai umum kamu masih bagus,tapi buktinya? Nilai kejuruan kamu sangat jauh dibawah rata-rata!! Mikir kamu !"

Azrean semakin tak berminat menjawab apalagi membela diri karena ia rasa yang Rama ucapkan benar adanya. Azrean mengakui ia tak berbakat sama sekali di kejuruan yang ia pilih saat ini, Multimedia.

Azrean lebih menguasai teori daripada Alfano yang justru lebih menguasai praktik. Azrean tahu jika nilai memang sangat penting,tapi baginya tak ada yang lebih penting daripada cara agar tetap bisa bersama sang kembaran.

....

Alfano berlari panik menyusuri koridor rumah sakit. Cowok itu berlinang air mata sambil terus meneriakkan nama sang ayah. "Pa,papa bertahan!!"

"Mas nya bisa menunggu di luar ya,"ucap sang suster menghentikan langkah Alfano yang hendak menyusul brankar Pawit yang didorong ke ruang UGD.

"Gue gak bisa,gue gak bisa sendirian kayak gini!!"  Alfano mendial salah satu nomor telepon yang ada di handphone nya, "Tolong kesini,gue butuh Lo"

...

"Udah Fan, tenang" ujar Hamda,cowok itu menepuk-nepuk punggung Alfano yang gelisah. Bagaimana mungkin Alfano bisa tenang saat kondisi Pawit sangat tak memungkinkan untuk bertahan.

"Gak mungkin Da,gak mungkin gue bisa tenang! Papa gimana,Da?! Gue cuman punya Papa!" teriak Alfano kalut.

"Please Fan, jangan membuang apa yang ada. Lo punya gue,punya Azrean,"

Mendengar nama sang kembaran yang disebut,Alfano langsung menatap Hamda tajam, "Gue mohon jangan sampai Azrean tahu masalah ini"

"Kenapa? Papa Lo,Papa Azrean juga kan? Fan,Lo selalu tahu masalah Azrean,tapi Azrean gak pernah tahu masalah lo. Berbagi Fan, dia saudara Lo"

"Gak,gue gak mau Rean tahu,gue gak mau Rean ketemu Papa,"

"Stop egois,Azrean pasti kangen sama Papa nya,Fan"

"Tapi gue gak mau ! Lo gak tahu gimana rasanya di tampar sama Papa ! Rasanya dicambuk sama Papa ! Gue cuman gak mau Rean mengalami hal itu,Da ! Gue gak mau dia terluka !"

Greb

Hamda memeluk tubuh sahabatnya cowok itu tak bisa banyak berkata-kata, "Maafin gue Fan,gue mohon tetap berjuang untuk persaudaraan kalian. "

"Pasti,Da. Pasti"

...

A NADHITAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang