Duka Neira

1 0 0
                                    

Dering ponsel seseorang berbunyi nyaring di dalam tas membuat sang pemilik mau tidak mau harus mengangkat panggilan tersebut. Tatapan tajam dari sekitar orang yang menatap Ira sudah melembut dikarenakan suara nada dering telepon yang tidak ia angkat-angkat dari tadi.

Ira meminta maaf dengan menganggukan kepala sebentar berkata maaf tanpa disuarakan lalu sedikit menjauh dari kerumunan.

"Aku sekarang lagi di rumah sakit, Bundaku yang sakit bukan aku. Oke nanti ketemu di sekitar sini aja aku samperin kamu."

Telepon dimatikan Ira kembali duduk di antrian, wajah nya lelah kemarin Ira cuma tidur dua jam dikarenakan Bunda nya yang tiap jam terbangun karena sakit di dada nya.

Tidak ada saudara atau kerabat dari Ayah nya yang menjenguk semua seakan-akan hilang setelah kematian Ayah Neira keluarga dari pihak Ayah Neira seperti memutuskan silaturahmi. Sedangkan keluarga Bunda nya sudah tidak berurusan lagi setelah pernikahan orang tua diselenggarakan. Bisa di bilang pernikahan orang tua nya itu tidak di restui oleh kedua keluarga tapi Ayah dan Bunda nya nekat untuk melakukan pernikahan dan pergi di kota lain untuk menyelenggarakan pernikahan tanpa restu kedua keluarga.

Miris sekali, apa mungkin kematian Ayah nya dan rasa sakit yang di derita Bunda nya ini adalah karma? Karena menentang keyakinan orang tua dulu? Rasa nya tidak adil bagi Ira menanggung semua ini.

Menyangkut tentang keluarga Ira akan selalu kalah tapi tidak untuk urusan asmara. Ira mempunyai kekasih yang sangat mencintai nya menggantikan sosok Ayah di hidup nya menjaga dan melindungi nya. Ira harap kekasih nya itu akan selalu ada di sisinya apapun keadaan Ira.

Tapi harapan itu sirna setelah pertemuannya dengan Drevano sang kekasih dan saat ini sudah berganti menjadi mantan kekasih.

"Maaf ya aku gak bisa nemenin kamu seterusnya, kedepannya aku harap kamu bisa menjalankan hari-hari tanpa aku. Kamu ngerti kan apa yang aku ucapin barusan. Hubungan sampai di sini aja." Drevano menghembuskan nafas lega setelah mengakatakan hal itu. Menunggu beberapa menit untuk Ira membuka suara.

"Alasan... kamu  apa mutusin aku Dre?" Suara Ira tercekat tenggorokanya sakit hati nya juga sakit.

Drevano diam memilih menjadi pendengar untuk Ira mungkin ini terakhir kali nya dia mendengar suara Ira.

"Drevano." Panggilan Ira kepada Drevano yang memanggil nama cowok itu dengan nama akhir nya.

"Jangan nyesel dan ujung-ujung nya lo minta balikan sama gue nanti nya, gue akan ngelepasin lo dan gak akan mau balikan sama lo kapanpun!" 

Drevano sedikit tidak percaya dengan perubahan Ira tadi seperti sedih sekarang kebalikannya seperti biasa saja. Melihat itu Drevano akan tenang untuk meninggalkan Ira.

Drevano tersenyum kecil. "Ntar juga lo yang minta-minta balikan sama gue, seakan gue itu idola nya para cewek." Ucapan Narsis Drevano ditanggapi Ira dengan ekspresi mau muntah.

"Jangan harap ya prinsip gue gak akan mau balikan sama mantan." Seru Ira.

"Baik deh kalo lo baik-baik aja, gue pamit. Dadah mantan."

Ira memperhatikan kepergian Drevano sampai tidak terlihat oleh pandanganya. Barulah disini Ira menumpahkan tangisannya kedua tangannya menjadi peredam tangisannya. Untung di sekitar taman tidak terlalu ramai. Dada Ira rasanya sesak kali ini siapa yang akan meninggalannya lagi? Bahkan pacar nya saja memutuskannya.

"Aku mohon tuhan jangan ambil Bunda, Ira cuma punya Bunda di sini."

Dari kejauhan seseorang memperhatikan Ira dengan rasa bersalah. "Gue tahu lo nggak sekuat itu, kali ini gue pantes lo benci Ra."

.
.
.

"Ra muka lo kusut banget, kenapa? Berantem lagi sama Drevano? Atau jangan-jangan lo putus sama Drevano!?"

"Emang." Jawab Ira lesu.

Sela menganga tidak percaya dengan jawaban temannya, gurauan dengan berkata putus itu dijawabi serius oleh Ira. Padahal sudah tiga tahun hubungan mereka berjalan.

"Serius lo Ra, gak bercanda kan lo." Sela meneliti wajah Ira jika saja temannya itu nge prank doang.

"Kali ini emang serius."

"Wah... wah gila padahal Drevano dulu pernah bilang mau lamar lo kalo udah lulus S1 kan? Brengseng tu cowok!" Emosi Sela tersulut ia berdiri akan pergi menghampiri Drevano memberi pelajaran seenaknya nyakitin sahabat nya.

"Lo mau kemana Sel."
"Ngasih pelajaran Drevano udah nyakitin lo."
"Percuma Sel, dia orang nya gak peduli."
"Gak peduli kata lo, hidup lo udah berantakan Ra dan seenaknya tu cowok ninggalin lo gitu aja tanpa alasan yang gak masuk akal." Teriak Sela dihadapan Ira.

Ira menunduk ucapan Sela ada benar nya. "Tapi gue udah iklas kok mungkin bukan takdir gue. Lo gak usah gitu Sel gue jadi ikut sedih kalo lo kayak gitu."

Sela menyebikkan bibir nya ikut sedih ia peluk tubuh kecil Ira. "Jangan pergi ya Sel, gue gak punya banyak orang di hidup gue."

"Yaelah Ra itu mah jangan dipikirin gue emang gak bisa selalu ada buat lo tapi kalo lo butuh gue, gue siap bantuin lo."

Mereka berdua tersenyum Ira bahagia mempunyai sahabat yang begitu baik mampu menerti keadaanya.

.
.
.

Sudah hampir seminggu ini Ira menemani Bunda nya di rumah sakit, kadang Sela yang berjaga untuk menggantikan posisi Ira kasihan sekali Ira disaat kayak gini pacar yang sangat ia sayangi pergi meninggalkan nya.

Ira duduk di depan brankar Bunda nya sambil memainkan ponsel nya. Chat room dari Drevano ia buka, banyak sekali pesan teks dari Drevano dan balasan Ira yang mampu membuat Drevano salting kala itu.

"Ah jangan sampai gue balikan sama tu cowok." Desis Ira.

"Iii.. Ira." Panggilan lemah Bunda nya menyadarkan Ira.

"Apa Bun."

"Bun. Bu.. Bundaaahh, gak kkuatt."

"Bunda yang kuat aku panggilin dokter!" Panik Ira.

"Ira Bu..nn.. Bunda paammit, maa. Maafin Bunda ningg. ninggalin kamu sendirian."

"Bunda jangan ngomong kayak gitu." Rengek Ira air matanya deras begitu saja melihat tubuh lemah Bunda nya.

"Semangat ya Ira tanpa kehadiran Bunda, ohya Drevano Bunda tahu kamu udah putus sama dia. Bunda yakin Drevano nanti kembali lagi ke kamu. Kamu berjuang terus ya untuk Drevano dia anak baik. Maafin Bunda gak bisa nemenin kamu di sini. Bunnn.. Bun. Bundahhh ga kkuat Rra."

Ira berteriak memanggil dokter, dengan sigap dokter datang dan mengecek kondisi Bunda nya.

"Pasien sudah tidak bernafas dok." Seru suster disitu."

Tangis Ira pecah sekali lagi ia berteriak untuk membangunkan Bunda nya memeluknya erat untuk terakhir kali nya.

"Tuhan gak adil kenapa orang yang Ira sayangi meninggalkan Ira. Bunda Ira sayang sama Bunda." Ira menangis tersedu-sedu seluruh tubuh Bunda nya tertutup kain putih.

Ira, Neira Berlianira perempuat kuat yang akan  menjalankan hidup nya dengan tenang tanpa orang-orang hebat di sekitar nya.







Bersambung.

Dia Kembali!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang