Disekitar daerah pesisir utara, dengan langit yang masih sangat gelap, kota-kota luluh lantah dilahap si jago merah, lautan api terbentuk. Pepohonan hangus tak bersisa, hewan-hewan terpanggang mati. Air menguap, tanah tandus, bangunan tak bersisa. Api berkobar, bagaikan bendera yang berkibar.
Semburat merah kejinggaan yang dihasilkan bersamaan dengan kepulan asap hitam hampir menutupi dataran . Merusak pemandangan. Menghancur- kan udara.
Puluhan, tidak, ratusan jerit kesakitan memilukan warga sipil menggema dilangit suram. Makhluk berbulu hitam terbang bebas mengeliling, melihat kejadian mengerikan itu. Dia Howl.
Seringainya muncul kala melihat pesawat perang besar yang menjatuhjan ribuan peluru, bom , dinamit entah untuk merusak apalagi. Mereka bodoh. Merusak untuk kejayaan. Merusak untuk kepuasan sendiri. Entah sudah berapa korban jiwa yang berjatuhan.
Puluhan monster burung hitam sejenisnya keluar dari awak pesawat membentuk formasi.
Seringai mengerikan semakin mengembang, Howl terbang untuk menyerang. Diserang ,terkepung. Howl berhasil membinasakan puluhan monster mengerikan itu, terbang menembus awan hitam.
.."Markl, kau lihat Rine?" Sophie mencari-cari kucingnya itu, etts! Saudarinya itu yang tidak kelihatan sejak tadi siang. Tapi kan Sophie khawatir kalau Rine lagi-lagi tercebur di kubangan, jadi mau tidak mau harus dicari. Markl menggeleng dia sedang membaca buku super tebal sangat serius.
Dia kolong sofa tidak ada. Disela-sela ruangan tidak ada. Sophie tahu adiknya itu tidak suka tempat gelap dan kotor jadi percuma saja.
Sophie mendengus, berdecak kesal. Calcifer menguyah balok kayunya, "Kucing itu, bukannya, ke lantai atas?" Calcifer tiba-tiba menyahut Sophie mendongak. Ah! Benar juga, mungkin masih mengeringkan bulu warna-warninya di balkon.
Tumben sekali iblis api itu pintar! "Benar juga! Terima kasih Calcifer! Aku suka percikanmu!" Sophie berlari menaiki anak tangga meninggalkan Calcifer yang bersemu senang bukan kepalang!
Dia malu sampai-sampai Kastil bergerak lebih cepat. Markl sudah selesai membaca buku tebal itu, menanyakan kabar Calcifer yang tampaknya akan seperti itu untuk sementara waktu.
Sophie celingak-celinguk memanggil nama Rine. Nihil. Tidak ada yang menyahut-mengeong sebagai jawaban. Gudang tidak ada, kamar mandi? Tidak ada. Kamar Markl, apalagi. Atensi Sophie jatuh pada barang-barang yang jatuh berserakan tak jauh dari pintu kamar Howl.
Lantas segera kesana, merapikan semuanya. "Demi Kepala-Lobak, siapa yang melakukan ini semua?" Sophie menggeleng, tidak terbesit sedikitpun itu adalah kelakukan sang Adik yang sedang tertidur pulas didalam sana.
...
Rencananya Calcifer hendak akan beristirahat sebentar, menutup matanya karena sekarang masih pagi dan belum ada yang bangun. Dia bisa bernapas lega sekarang karena abu jelaga sudah dibersihkan, hatinya tambah senang dengan balok kayu yang ditaruh Sophie dan Markl.
"Sekarang aku bisa beristirahat sebentar,--"
Kring!
Pintu Porthaven berdenyit terbuka. Lonceng penyambut berdenting. Bundaran penunjuk lokasi berubah menjadi hitam, dan kembali seperti semula. Hitam. Itu tandanya Howl telah kembali. Makhluk hitam berbulu tampak sangat kepayahan, luka sana-sini ditambah dengan bau bubuk mesium mengerikan dia berjalan menaiki anak tangga. Letih.
Seakan tidak mengijinkannya untuk tidur, Calcifer mengernyit dahi ( memang api punya dahi? ) melihat makhluk hitam dengan tubuh tertutup oleh bulu-bulu hitam, satu-dua bulu itu kelihatan hangus terbakar.
Dia berjalan mendekat dengan sempoyongan, deru napas berat terdengar jelas. "Howl? Kau terlihat mengerikan...," Howl duduk di kursi kayu dekat perapian, meluruskan kedua kakinya disana. Calcifer sedikit menghindar agar tidak membakar kaki tuannya itu.
"Kau bau sekali Howl, maksudku, kau tidak boleh terbang dalam keadaan seperti itu lagi! Bisa-bisa kau tidak akan bisa kembali menjadi manusia!" Calcifer menasehati sambil menarik balok kayu baru yang sengaja disana. Dia mengunyak balok kayi itu canggung.
Howl mengerang pelan, rintih kesakitan lolos keluar dari mulutnya. Bulu-bulu hitam menghilang, berganti dengan wujud semula. "Lihatlah, Sophie yang meletakkan ini untukku, bukankah dia hebat?" Calcifer mengunyah--membakar balok kayu yang mulai terbakar.
Perapiannya telah bersih dari abu jelaga, dia tidak kesulitan bernapas lagi. Apalagi ditambah pujian tingkat tinggi tadi siang. Lengkap sudah kesenangan hati Iblis api itu.
"Perang ini mengerikan. Mereka mengebom pesisir utara," Howl berkata serius menatap Calcifer yang diam. "Mereka orang-orang bodoh yang tidak memiliki sopan santun! Aku muak dengan semua bau bubuk mesiu itu!" Sungut Calcifer mulutnya masih mengemut balok kayunya.
Howl meyandarkan punggungnya, mencoba lebih rileks sambil tersenyum miris, "Bahkan jenisku menyerangku."
Calcifer terbelalak dia kehabisan kata-kata. "Antek-antek Sulliman? " Howl menggeleng, "Bukan. Mereka penyihir bayaran yang mengubah diri atas kemauan sendiri." Calcifer diam lama sekali, di kepalanya muncul banyak sekali kekesalan.
Kenapa mereka begitu bodoh? Mereka sama sekali tidak akan bisa kembali ke wujud semula dan tidak akan bisa mengingat kenangan manusianya! Howl bangkit tidak melanjutkan lagi kalimatnya sudah kehilangan selera.
"Kau tidak melapor pada raja?" Calcifer bertanya dan dibalas gelengan oleh tuannya itu, "Aku malas, nanti saja."
"Calcifer buatkan aku air panas untuk mandi." Titah Howl yang mulai melangkah pergi. "Cih, kau menghabiskan air panasku lagi!" Calcifer bersungut-sungut yang sama sekali tidak Howl perhatikan.
Dia malah berjalan mendekat ke tempat dengan tirai yang menutupi isi dalamnya. Tangannya menyibak pelan, melihat gadis muda yang tengah tertidur lelap di sofa panjang. Howl terdiam sesaat, mulutnya terbuka bergumam, "Mantra penuaan...,"
Dia menutup kembali tirai, mulai menaiki anak tangga yang sudah terbebas dari debu. Sekaligus menilai hasil kerja wanita pembersih kastilnya sekarang.
Sampailah Howl didepan pintu kamarnya, alisnya terangkat pintu ini tidak terkunci. Tak! Mata Howl menangkap benda kecil jatuh ke lantai kayu. Dia membungkuk, "Kuku kucing?" Bayangan si Kucing putih yang terlintas dibenaknya langsung ditepis cepat. Tidak mungkin kucing itu berani mengotak-atik pintu kamarnya.
Saat dia memutar kenop pintu, daun pintu mulai terbuka suara krieet... tampak mengerikan yang dihasilkan dari engsel pintu yang sudah karatan, hampir keropos. Memperlihatkan ruangan berantakan disana.
Alis Howl terangkat, muka suramnya berganti terkejut melihat pemandangan aneh, tanpa sadar Howl tersenyum tipis. Hendak tertawa tapi urung saat melihat tamunya, itu tengah putih tertidur pulas sekali tergeletak terlentang diatas kasurnya.
Howl berjalan mendekat, melihat rak bukunya yang sudah kosong melompong, semua isinya telah berpindah ke atas kasurnya, mengelilingi si Kucing putih.
Satu-dua Howl melihat buku tebal, ah 3 buku filsafat yang masing-masing setebal batu bata merah berserakan dilantai. Entah bagaimana caranya kucing itu mengambil semua buku-buku miliknya itu.
"Buku sihir, cara mematahkan mantra transformasi?" Senyuman tipis masih bertahan disana, tangan Howl bergerak mengambil semua buku dengan hati-hati. Tidak berniat mengusik kucingnya.
Satu-dua suara grasa-grusu terdengar yang sama sekali tidak mengusik si Kucing. Dia tetap tertidur pulas. Lelap sekali. Sangat pulas, sampai mendengkur nyaman.
Howl melepaskan jubah besarnya mengantungnya sembarang tempat. Mengambil selimut bersih yang dia punya, menutupi setengah tubuh kucingnya itu lembut.
Pagi itu Rine tidak tahu. Dia sama sekali tidak tahu sedikitpun. Howl sudah menangkap basah dirinya. Kita berdoa semoga Rine tidak mati kutu.
*Sudah ku bilang, Howl ke semsem dengan pesonaku tehe! Boleh berimajinasi asal jangan berlebihan ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
RINE | Howl's Moving Castle X Reader ( Slow update )
Fiksi Penggemar[+15] Seandainya itu bukan hari sial mereka, sudah pasti keduanya tidak akan dikutuk oleh Penyihir Sampah. Nasib malang menimpa Rine dan kakak perempuannya-- Sophie. Mereka telah DIKUTUK! Panik bukan kepalang, keduanya pergi dari rumah untuk menemu...