First Sight

220 57 5
                                    

.

A Little Thing Called Love

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Story by : Pinky Rain

Pairing : Sasuke x Sakura

Rated : T

Don't Like Don't Read

.

.

.

Lensa hitam itu tengah memandang malas gedung yang berdiri di depannya. Hari ini adalah hari penerimaan murid baru di Konoha International High School, dan karena dia adalah murid dengan nilai tertinggi dalam ujian masuk, maka dia diharuskan memberikan pidato sambutan.

Dia adalah murid dengan nilai tertinggi, bahkan sempurna. Dan dia diharuskan memberi pidato sambutan. Itu yang membuatnya begitu tidak bersemangat datang ke sekolah hari ini. Dia benci keramaian, apalagi jika dia harus menjadi pusat perhatian dalam keramaian tersebut.

Jika saja dia bukanlah murid dengan peringkat tertinggi, maka dia akan dengan senang hati membolos hari ini. Tapi apa daya, orang tua serta kakaknya yang menyebalkan itu tak memberinya kesempatan untuk kabur. Mereka bahkan sudah menunggunya di depan kamar karena mereka sudah hapal dengan sifatnya yang suka melarikan diri jika harus menghadiri acara-acara yang berhubungan dengan keramaian.

Pemuda itu mendecih. Sekarang dia sudah tidak bisa kabur lagi. Mau tidak mau dia harus berpidato untuk sambutan penerimaan murid baru.

Dia berjalan menuju gedung aula yang kini sudah mulai dipenuhi oleh laki-laki dan perempuan yang mengenakan seragam kotak-kotak biru tua, sama seperti seragam yang dikenakannya.

"Tunggu aku, Ino!" sebuah teriakan dari arah belakang membuat sang pemuda menoleh.

Tubuhnya terpaku. Iris onyx-nya terpana. Indranya seolah tak bekerja dengan seharusnya. Yang ia rasakan saat ini adalah segalanya bergerak lambat dan sekelilingnya menjadi sunyi. Hanya ada dirinya dan sosok itu.

Sosok yang berlari ke arahnya. Dengan rambut merah muda panjang yang tergerai dan senyum yang terkembang dari bibir mungil itu. Rambut yang melambai-lambai terkena angin itu tanpa sengaja mengenai wajahnya ketika sosok itu berlari melewatinya. Tidak keras menghantam wajahnya memang, tapi itu cukup untuk si pemuda menghirup aroma wangi dari rambut sewarna bunga sakura tersebut. Kemudian semuanya kembali normal seperti semula.

"Kau lama sekali!" protes seorang gadis berambut pirang pada gadis merah muda tadi. Gadis itu hanya menyeringai sambil meminta maaf pada si pirang.

Bahkan hingga gadis itu menghilang di tengah keramaian murid-murid pun, pemuda bermata tajam itu masih terpaku di sana. Terpaku akan sosoknya yang entah bagaimana begitu menarik perhatiannya. Oh, ayolah! Ini benar-benar seperti drama picisan yang sering ditonton oleh ibunya setiap sore. Dia hanya berlari melewatinya, dan rambutnya tanpa sengaja mengenai wajahnya. Tapi kenapa dia bisa membuatnya begitu terpesona?

"Yo, Sasuke!" teriak seseorang, membuat pemuda itu kembali menolehkan kepala ravennya ke belakang. Tampak seorang pemuda berambut pirang dengan cengiran lebarnya sedang berjalan ke arahnya bersama pemuda berambut coklat panjang.

Pemuda berambut khas pantat ayam itu kemudian bertiga dengan teman-temannya memasuki aula tempat penerimaan murid baru.

***

"Cih!" umpat seorang pemuda. Rambut raven pantat ayamnya sedikit berantakan karena dia acak-acak sendiri. Mata jelaganya memandang malas pada setiap kaum hawa yang ia lewati. Tak bisakah mereka bersikap biasa saja? Haruskah mereka memandangnya seolah ingin memakannya?

Hal ini selalu saja terjadi padanya. Sejak duduk di taman kanak-kanak, semua anak perempuan pasti memandangnya dengan tatapan yang sama. Tatapan memuja. Dia tidak suka. Apalagi mereka selalu mengusik waktunya untuk sendiri.

Seperti saat ini. Baru seminggu dia bersekolah di sini sudah begitu banyak kaum hawa yang silih berganti menghampirinya. Dia terpaksa melarikan diri karena para gadis itu selalu mengerubunginya. Ingat, dia tidak suka keramaian. Dan sekarang di sinilah dia, berdiri di dalam sebuah ruangan serba putih. Dinding putih, perabotan yang sebagian besar berwarna putih, tirai putih, bahkan ranjang yang tersedia pun berseprai putih. Ya, dia berada di ruang kesehatan.

Dia memilih tempat ini karena menurutnya tempat ini adalah tempat yang tepat untuk bersembunyi dari makhluk-makhluk mengerikan bernama wanita itu. Dia berjalan mendekat pada ranjang pasien untuk kemudian menyibak tirai yang menutupinya.

Lagi. Tubuhnya terpaku. Iris onyx-nya terpana. Indranya seolah tak bekerja dengan seharusnya. Untuk beberapa saat dia hanya terpana menatap sosok yang tengah tertidur di atas ranjang ruangan tersebut.

Matanya yang terpejam. Wajahnya yang memerah. Helai-helai merah muda yang menjuntai di sisi wajahnya. Serta bibir mungilnya yang sedikit pucat itu entah mengapa menjadi sebuah pemandangan yang begitu menarik di matanya. Lihat saja, dia bahkan tak mengalihkan onyx-nya dari sosok yang tengah tertidur itu.

Memberanikan diri dia mendekati sosok itu, mengamatinya dari dekat. Jemarinya terjulur kemudian menyibakkan helai rambut yang sedikit menutupi wajahnya. Suhu tubuh yang tidak biasa dari sosok itu langsung terasa begitu jemarinya menyentuh kulit pipi yang memerah itu. Rupanya gadis ini sedang demam, begitulah batin pemuda itu.

Jemari-jemari itu masih menari di atas pipi hangat si gadis. Kulit yang terasa begitu lembut itu entah bagaimana begitu memanjakan jarinya. Hingga iris onyx itu menangkap sebuah benda kecil persegi panjang yang tersemat di dada kiri gadis itu.

Tak lama setelahnya, pemuda itu keluar dari ruangan berbau obat tersebut dengan senyum puas terukir di wajah rupawannya. Dia berjalan menjauhi ruangan kesehatan itu sambil mengetuk-ngetuk dagunya dengan sebuah benda kecil persegi panjang.

'Haruno Sakura'.

Sebuah nama yang terukir pada name tag tersebut.

.

.

.

.

A Little Things Called LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang