Marno mulai merangkak lagi. Di depan mukanya ada batu besar. Dengan sendirinya ia menuju ke sana. Desingan peluru keras karena ia memasuki daerah tembakan lagi. Di dekat batu itu ia tiduran menelungkup badan gemetar semua, ketakutan dan harapan mendorongnya maju. Waktu melewati batu itu, pantatnya tergesek. Meskipun lelah dan sakit, angin yang bertiup saat itu terasa juga.
Marno merangkak terus diburu takut, diimbau oleh harapan. Dan ia teringat cerita ayahnya tentang surga. Ia bayangkan bahwa surga itu seperti bukit yang kini di hadapannya. Bukit yang hijau dan aman. Dan ia merasa seperti merangkak dari neraka ke surga lewat jembatan Siratalmustakim yang terentang di atas parit menyala-nyala.
Ia merangkak dengan lunglai tangannya yang gemetar menandakan rasa takut dan tak mampu lagi menggenggam laras panjang. Pikirannya tak lagi tertuju pada diri dan sekitarnya. Bau anyir tercium di mana-mana, tetapi semangatnya tak pernah padam. Rasa optimis pada diri Marno mulai bangkit, ia mulai pelan-pelan merangkak dan menyelinap menuju area aman. Beberapa kali marno hampir terkena peluru yang di hujani oleh para pemberontak, karena ia pasti tau ada beberapa tentara di area itu namun para musuh tidak melihatnya. Pandangan mereka terhalang oleh gelapnya malam.
Marno terus merangkak menyusuri bukit dengan rasa optimis. Tembakan dari benda laras panjang yang ia dengar disebrang sana tak lagi membuatnya diselimuti rasa takut. Ia bersembunyi diantara rumput bukit yang hijau.Di tengah-tengah bukit, ia berhenti bergerak kemudian mengambil kotak kecil berantena dari dalam sakunya. Ia mulai menyalakan benda itu dengan terus memperhatikan sekitarnya. Walaupun Marno optimis, akan tetapi rasa takut dan was-was akan tertangkap oleh musuh terus menghantuinya. Dengan perasaan cemas ia menekan tombol pada benda itu dan terus berbicara. "Jon aku tak tau lagi apa yang harus kulakukan, peluruku hanya tersisa 1 untuk bertahan hidup".
Lantas karena tak mendengar balasan dari kawannya itu, ia pun menghela napas berat . Marno memperbaiki posisi tengkurap di tengah-tengah rumput yang lebat sambil memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi nanti setelah pelurunya habis tak tersisa. Ia telah pasrah.
Marno dan pasukannya mulai memutar otak, bagaimana ia bisa bertahan dan menyerang ketika pelurunya habis. Marno mencari celah agar bisa kembali ke pos untuk mengatur strategi, ketika pelurunya sudah mulai habis. Ia memanfaatkan celah, ketika sang surya mulai bersembunyi dibalik lautan putih.
Setengah pasukan pemberontak tertidur. Para Pemberontak berfikir Marno dan pasukannya mulai pergi, padahal mereka sedang berkamuflase. Marno kembali ke pos untuk mengatur strategi ulang.
Tetesan embun bersama dengan kicauan burung yang beriringan membentuk suatu nada membuat suasana menjadi terasa nyaman dan damai. Pagi ini ia dan beberapa pasukan lainnya diberi perintah oleh Komandannya untuk menemani para Dokter Relawan mengunjungi rumah salah satu warga yang sedang sakit. Mereka baru mendapat informasi dari tetua desa, salah satu keluarga yang merupakan Ayah dan anak sedang terbaring sakit setelah mengonsumsi makanan kadaluarsa yang mereka simpan. Tiga Sepeda onthel itu pergi dari Rumah Dinas Dokter dengan membonceng para Dokter Relawan. Pergi menuju desa terpencil yang jaraknya lumayan jauh dari kota dan pos penjagaan para pasukan. Ditambah lagi penerangan didesa ini cukup sulit. Marno dan para dokter tiba ketika sang surya sudah menunjukan kegelapannya. Rumah-rumah warga banyak menggunakan penerangan lilin ataupun oncor.
"Gelap sekali di sini, apa mereka tidak kesusahan melakukan aktifitas di malam yang sangat gelap gulita ini?". Tanya Dokter Rania dengan mata menelisik keadaan beberapa rumah warga yang ia lalui.
Marno pun ikut mengedarkan pandangan matanya. " Penggunaan listrik disini masih belum merata. Pemerintah yang sibuk memperbaiki tatanan di kota maju. Mereka mengabaikan yang dipelosok negeri " Ujar Marno.
Ditengah jalan sepeda yang dikendarai Marno dan pasukan lain bannya terkeba benda tajam yang runcing ujungnya. "Ada apa Jon?" Tanya Marno pada Jono.
" Ban ku bocor terkena benda ini" Jawabnya sambil melihat ke arah ban sepeda.
Marno mengarahkan lampu senter yang dibawahnya kearah ban sepeda Jono. "Beruntung saja kita sudah masuk desa."
" Awas banyak paku disini." Marno dan kedua prajurit itu melirik satu sama lain. Mereka berpikir ada yang tidak beres. Seketika mereka langsung siaga. Mata elang mereka menelisik ke berapa tanah kosong yang tidak jauh dari desa rumah warga yang mereka datangi.
" Siaga."
" Ada apa ini pak?" Tanya Dokter Rani.
" Tenang Dokter kita semua aman." Ketiga Dokter itu ikut panik atas keadaan saat ini. Mereka berkumpul membentuk lingkaran didekat Marno, setelah mendengar tembakan yang diarahkan pada sepeda Jono.
Ada yang tidak beres dengan sekitarnya. Beberapa tembakan dilepaskan ke tanah kosong, tempat dimana tembakan sebelumnya berasal. Ternyata mereka sudah di kepung oleh tentara musuh.
" Tetap tenang, merunduk" Perintah Marno dengan suara lantang.
" Arah jam 12, panggil bantuan" ucapnya lagi.
"Kita semua sudah dikepung pak" jawab Jono dengan perasaan pasrah.
Benar saja mereka sudah mengepung dari setiap sudut. Mulai muncul beberapa orang yang memegang senjata Laras Panjang. Marno berusaha melindungi para Dokter Relawan. Sementara Jono dan Reyhan turut mengambil posisi melindungi para Dokter Relawan. " Bala bantuan segera datang." Tegas Reyhan.
"Kita harus memeikirkan cara menghadapi mereka, sambil menunggu bala bantuan datang". Tegas Reyhan.
"Kita harus tetap siaga". Ucap Jono.
Beruntung saja ketika ban sepeda Jono terkena paku Reyhan dengan sigap dan cepat menghubungi pos untuk meminta bantuan. Reyhan merasa ada yang tidak beres dengan adanya kejadian ban sepeda Jono terkena paku. Mereka mendapat bala bantuan. Para pasukan datang dengan cepat. Mereka menerima kode bantuan itu dengan sigap. Sehingga mereka dapat mengatasi semuanya dengan cepat. Mereka semua selamat dan tidak kurang apapun.
Oleh kelompok 5 :
Aliya Arniatin Az Zahro (03)
Bima Setiawan (08)
Muhammad Neezard ataillah (16)
Novelita Fatma Anjany (27)
Vina Dwi Mauliddiana (33)