Awal Mula Cerita

5.9K 30 0
                                    

Seorang gadis berambut panjang sebahu sedang duduk di kelas sembari membaca ulang buku catatan yang ia tulis miggu lalu. Ia duduk dengan tenang mengabaikan beberapa teman di belakangnya yang asyik mengobrol. Ini adalah kelas terakhir dalam semester ini sebelum dirinya melakukan ujian akhir dan melaksanakan skripsi pada semester selanjutnya.

Sesekali gadis itu terlihat berdesis menanggapi kehebohan yang dilakukan oleh teman-temannya. Namun, ia tetap kembali fokus pada bukunya. Sampai sebuah panggilan telepon membuatnya terpaksa berhenti.

Drrrrt Drrrt

Mita merogoh saku celananya lalu mengeluarkan ponsel yang terus bergetar tanpa jeda. Dilihatnya nama sang ibu yang tertera pada layar utama. Ia buru-buru menggeser tombol warna hijau lalu mendekatkan benda pipih itu pada telingannya.

"Halo, Ma?” Mita menutup sebelah telinga, memfokuskan pendengarannya dan bersiap mendengarkan suara sang ibu dari seberang sana.

"Sayang, kamu dimana? Apakah masih di kampus?" Marta berucap dengan suara bergetar.

Terdengar jelas di telinga Mita pertanyaan sang ibu dengan suara seperti selesai menangis. "Ma, ada apa? Mama menangis kan?" tanya Mita cemas, ia mengabaikan semua pertanyaan dari sang ibu untukya.

Suara isak tangis yang semula ditahan oleh sang ibu pun mulai terdengar jelas di telinga Mita.  "Papamu kambuh, Mit. Segeralah pulang," tutur Marta terdengar masih terisak.

Deg, mendengar berita tersebut membuat pikiran Mita kacau. Namun, ia berusaha untuk tenang. "O-oke, Mama tenang dulu. Mita segera pulang."

Mita segera mematikan sambungan teleponnya, memasukkan peralatan tulisnya ke dalam tas dan beranjak dari tempat duduknya. Ia berjalan dengan cepat keluar kelas, melewati teman-temannya yang sedang asyik mengobrol begitu saja.

Dialah, Aira Laksmita atau yang akrab dipanggil Mita. Seorang gadis berusia belum genap dua puluh dua tahun. Merupakan seorang mahasiswa tingkat akhir di sebuah universitas swasta, Fakultas Ekonomi.

"Mita!” seru salah seorang teman dekatnya.

Mita tak menoleh, ia sengaja melakukannya dan memilih berjalan terus ke depan.

“Mita! Ta, kamu mau kemana? Apakah ada sesuatu yang terjadi?" tanya seseorang yang akrab dipanggil Dini, yang saat ini berhasil mengejarnya.

Mita tersenyum dan menggelengkan kepala pelan, enggan menjelaskan apa yang terjadi kepada teman dekatnya itu. “Gak apa kok, Din. Aku duluan ya? Aku sedang buru-buru," balasnya.

Salah seorang lainnya berjalan mendekat dan terheran dengan keanehan Mita si anak rajin yang tiba-tiba berjalan keluar kelas begitu saja ketika mata kuliah segera dimulai. "Mita kenapa? tumben bolos," tanyanya kepada Dini.

Dini menggedikkan bahu seraya menggelengkan kepalanya pelan. "Ada urusan mendadak mungkin Le," pungkas Dini.

Mita kini berjalan setengah berlari menuju area parkir, ia mengenakan helm lalu melajukan motor  menuju jalanan ke rumahnya. Fikirannya kacau, saat ini di dalam otaknya berputar-putar tentang kecemasan akan keadaan sang ayah dan kepanikan ibunya di rumah.

“Ya Tuhan, Semoga Papa baik-baik saja,” batinnya sembari merapalkan doa.

Kecemasan Mita kian bertambah kala dari ujung jalan ia melihat sebuah mobil ambulance berlalu dari pekarangan rumahnya dengan sigap ia melajukan motornya mengikuti kemana arah ambulance itu pergi.

"Ya Tuhan, apa yang terjadi? Semoga Papa baik-baik saja," gumam Mita menambah laju kecepatan motornya.

Mita memarkirkan motornya di area parkir lantas berlari masuk ke dalam rumah sakit dan bertanya kepada seorang resepsionis dimana sang ayah di rawat.

Wife Per HoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang