Tanda Merah Keunguan

3.3K 14 0
                                    

Sena melipat kedua tangannya di depan dada, ia menatap lurus ke arah Mita dengan tatapan tajam. "Kenapa? Kamu kaget?"

"Bukankah kamu mau menikahiku hanya demi uang dariku? Sudahlah! Aku sudah tau semuanya!"

Mita hanya diam, tak menanggapi pertanyaan Sena, meski sebenarnya ia ingin, tapi ia menahannya karena mengingat sang ayah membutuhkan pengorbanannya saat ini. Dan benar apa yang dibilang Sena, jika alasan awalnya mau menikah memang karena uang.

Sena berjalan mendekat ke arah Mita, mencengkram kedua pipi Mita dengan sebelah tangannya. "Kamu kira aku tidak tahu apa alasanmu menerima tawaran ibuku untuk menjadi istriku, hemm?" Sena tersenyum miring.

Beberapa hari lalu, Sena hendak menjenguk calon mertuanya. Tentu saja itu memang bukan atas kemauannya sendiri. Tetapi, setelah menimbang-nimbang permintaan sang ibu yang terus memohon kepadanya agar menemui calon mertuanya pun membuat Sena mau melakukannya. Ia pergi ke rumah sakit dengan membawa beberapa bingkisan. Tetapi belum sampai ia berjumpa dengan kedua orang tua Mita, ia lebih dahulu di hadang dengan dua orang wanita yang belakangan diketahui adalah bibi dan sepupu Mita. Wanita paruh baya itu tanpa permisi menceritakan apa yang sebenarnya terjadi, meski sebenarnya sedikit banyak telah Sena ketahui dari ibunya sendiri. Namun hati Sena tersulut emosi ketika mendengar cerita versi Bibi Mita yang sengaja melebih-lebihkan dan mengumbar  keburukan-keburukan Mita. Sena yang awalnya masa bodo pun lama-lama menjadi terhasut akibat ulah bibi dan sepupu Mita itu. Hal itu lah yang membuat Sena membuat surat kontrak dan bersikap lebih dingin kepada Mita seperti saat ini.

Perlahan Sena melepaskan cengkraman di pipi

Mita, lalu kembali bersedikap. "Jangan kamu kira aku ini lelaki bodoh seperti lelaki di luar sana, Mita!"

"Tanda tangani surat kontrak itu! Dan ingat baik-baik peraturan yang tertera disana. Jangan coba-coba melanggarnya. Kau sudah ku bayar untuk menjadi istriku, tugasmu sudah jelas tertera disana. Patuhi semua perintahku hingga aku menemukan wanita yang ku cintai," ucap Sena tanpa rasa bersalah.

Mita memejamkan matanya sejenak, menahan segala rasa yang berkecamuk di dalam hatinya saat ini. Selanjutnya, ia menganggukkan kepalanya mantap lalu menandatangani surat kontrak perjanjian pernikahan yang diberikan oleh Sena.

"Ini, Mas. Saya sudah tanda tangan." Mita menyodorkan map itu kepada Sena kembali lalu beranjak dari tempat duduknya hendak pergi ke kamar mandi karena dirinya tidak kuat menahan rasa sedihnya. Namun, baru beberapa langkah saja Sena sudah menahannya.

"Mau kemana kamu? Saya kan udah bilang kalau kamu harus melayani saya!" bentak Sena.

Mita segera menghapus air mata yang sudah berada di pelupuk mata, ia lantas membalikkan badannya menghadap Sena.

"Baik, Mas. Tolong katakan apa yang harus saya lakukan?" tutur Mita dengan nada melembut meski sebenarnya di dalam hatinya marah.

Sena berjalan menuju sofa, ia merebahkan tubuhnya di sana lalu meminta Mita memijat kaki dan tangannya. "Hari ini saya lelah sekali, tolong pijat kaki dan tangan saya."

Tanpa babibu, Mita berjalan mendekat dan mulai memijat kaki dan tangan sang suami hingga sang suami tertidur pulas di sofa. Merasa aman, Mita berlari ke dalam kamar mandi, ia menumpahkan kesedihannya disana. Ia menangis terisak duduk di atas kloset kamar mandi, entah berapa lama ia menangis,yang ia tahu ia hanya ingin meluapkannya saja karena hanya itu satu-satunya cara yang bisa ia lakukan untuk membuat hatinya merasa lega.

"Mitaaa!" Suara Sena dari dalam kamar yang cukup keras terdengar jelas oleh Mita.

Mita menghentikan tangisannya, ia mencuci wajahnya, lalu segera membuka pintu kamar mandi dan berjalan ke arah sofa.

Wife Per HoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang