chapter 13

561 99 0
                                    

Angin berhembus menggerakkan anak rambut.  (Y/n) duduk melamun di atas atap.  Langit gelap malam dengan jutaan bintang yang kelap-kelip bergantian.  Kata Rowan, setiap bintang yang jatuh kau bisa berdoa dan meminta satu keinginan. Lalu,  tinggal menunggu saja keinginan itu akan terkabul.

"Kalau tidak terkabul gimana?"

(Y/n) ingat pernah menanyakan itu.  Rowan tersenyum. 

"Mendongak dan berdoa lagi."

"Kalau masih tetap tidak terkabul?"

Raut wajah pemuda itu hampir terlihat bingung.  Dia berdeham sebentar untuk berpikir.

"Tetap mendongak."

(Y/n) menghela nafas panjang.  Wajahnya berubah masam.

"Cerita anak-anak," cacinya.

"Kita memang anak-anak." balas rowan.

Dengan tegas (y/n) menggeleng.  Dia berdiri tegak dengan tangan berdecak pinggang.  Dengan lantang dia berkata bahwa dirinya sudah besar dengan bukti sudah tiga hari tidak minum susu.

"Dan kemarin, aku tidak lagi meminta ibu membacakan cerita dongeng sebelum tidur. Aku sudah besar."

Rowan ikut berdiri.  Dia mengamati (y/n) dari atas sampai bawah.  Terdiam sebentar.  Lalu membandingkan tinggi mereka yang terpaut lumayan banyak.  Yah, tinggi (y/n) hanya sebahunya. Lidahnya berdecak beberapa kali dan duduk kembali.

"Kau kenapa?" tanya (y/n).

"Kau yakin sudah besar?"

"Yakin! Seratus persen yakin!" sorak (y/n) sembari mengangkat kedua tangannya keudara.

Suara helaan nafas panjang terdengar berat dari rowan.  Dia menatap lurus mata (y/n) yang masih jernih.  Dia masih suci.  Belum pernah nakal sampai mencuri barang milik orang lain atau berkelahi hanya karena rebutan roti keras yang sudah dibuang ke tempat sampah.  Dia masih bersih dari dosa. Dengan pelan rowan menepuk pahanya untuk (y/n) duduk disana. Mereka berdua duduk dalam diam.  Tak bersuara melihat langit malam yang sama seperti sekarang.

(Y/n) masih ingat kalimat rowan malam itu.  Kalimat lembut yang terdengar halus ditelinganya yang membuatnya seketika luluh.  Padahal selama ini (y/n) suka dengan rowan karena pemuda itu punya lesung pipi yang terlihat sangat dalam ketika tersenyum.

"Ibumu akan marah kalau kau tiba-tiba tumbuh besar. Kau tahu, (y/n), tumbuh besar itu tidak enak. Seandainya, bibi Ackerman ada disini dia pasti akan menjitakmu karena kau membuang susu yang susah payah dia beli dipasar dengan cuma-cuma. "

Nafas (y/n) bergetar takut.  Dia meringkuk memeluk lutut.  Wajahnya muram karena menyesal.

"Aku tidak bermaksud begitu." bisiknya pelan.

"Tetaplah seperti ini. Kau adalah kau selamanya. "

Kau adalah kau selamanya,  pikir (y/n) dia sudah terbaring di atap.  Tangan kanannya terangkat seakan ingin menggapai bintang lalu menggenggam dengan erat. Jika dia tetap polos seperti dulu dia pasti sudah mati. Dia berubah seperti ini karena ingin tetap hidup.  Ingin hidup seperti yang pernah rowan katakan, hidup untuk dirinya.

Tapi kenapa rasanya begitu sesak.  Apakah karena pasukan sialan itu? (Y/n) langsung berubah posisi menjadi duduk.  Dia harus segera mengusir mereka.  Tangannya meraba parang yang hampir memenggal kepala levi namun pria itu begitu kuat sampai berhasil membalikan posisinya menjadi di atas.  Jarak wajah mereka terlalu dekat.  Hambusan nafas berat khas pria dewasa membuat sekujur tubuh (y/n) merinding.  Akhirnya pertahanan terakhir terpaksa dia lakukan.  Dia tendang selangkangan levi sampai mata yang biasa terlihat malas mendadak melotot lalu berubah putih. Dia pingsan.

"Jika tidak bisa dilakukan dengan cara halus. Aku bisa membunuh mereka semua ketika mereka tidur. "

Saat malam hari, titan tidak banyak bergerak.  Dia lemah dengan cahaya bulan.  Satu-satunya energi yang bisa membuat mereka lari seperti orang dikerjar setan adalah cahaya matahari.  Meskipun begitu cahaya bulan berasal dari matahari. Mereka masih bisa bergerak walaupun lamban.

Pegangan parang miliknya terasa dingin namun ketat ketika dia remas.  (Y/n) menarik nafas sejenak.  Membunuh lima orang sekaligus butuh tenaga dan fokus yang tinggi. Mereka hanyalah pasukan tolol yang makan pajak negara dengan menggunakan kata-kata kebebasan. Nyatanya sampai sekarang tidak ada kata bebas.  Titan masih berkeliaran dimana-mana.  Manusia mati sia-sia. Kalau begitu terus lebih baik pasukan pengintai dibubarkan saja.  Mereka bahkan tidak bisa melawan titan tanpa alat 3d manuver gear.

Dalam bayangan sinar bulan, mata (y/n) berkilat.  Aura membunuh menguar pekat diseluruh tubuhnya.  Dia bahkan tidak bernafas dan melompat dari atap rumah.  Larinya seperti angin puing-puing beton dan kayu yang berserakan bisa dia lewati dengan mudah.  Jika kau mengamati dengan langsung pada pergerakan nafasnya.  Dia menarik nafas dengan cepat.  Memompa paru-parunya untuk tidak cepat kelelahan. 

Malam itu sudah awal masuk tengah malam. Para perempuan sudah dulu tidur sementara laki-laki berjaga disekitar.  Dengan terkantuk-kantuk, jean berusaha untuk tetap membuka matanya.  Dia berjaga tepat disamping pintu utama.  Lalu, kapten levi berjaga dipintu belakang.  Suasana sangat sunyi diiringi dengan nyanyian hewan malam yang saling berderik.  Nyanyian itu membuatnya semakin mengantuk dan mengantuk lagi.  Kelopak matanya terasa sangat berat.  Dia pun terlelap tanpa menyadari sebuah parang sudah terangkat tinggi-tinggi dibelakang kepalanya. 

*
*
*
Tengkuk lelaki itu terlihat jelas.  Hanya sekali tebas.  Sekali tebas saja.  Dia pasti sudah mati. Ujung bibirnya tertarik membentuk seringai keji.  Ini sangat mudah dan gerakannya terpaksa berhenti saat jean tiba-tiba menoleh sembari berteriak.

"SETAAAN!!" teriak jean dengan suara yang melengking seperti perempuan.

Dia langsung terjungkal dari kursi.  Blingsatan mencoba untuk kabur tapi malah kesandung kakinya sendiri yang membuatnya jatuh dengan posisi menungging.

(Y/n) terdiam.  Tak bisa berkata-kata.

Dia bodohkah? Pikirnya.

"Setan? Setan tidak ada disini. Adanya titan." kata (y/n) tidak mengerti suasana muram dan suram disekitarnya.

Jean lupa kalau perempuan itu sudah lama tinggal di distrik shigansina sendirian.  Sudah pasti tidak ada yang dia takuti.  Wajahnya tiba-tiba memerah malu.  Dengan canggung dia berdiri menepuk-nepuk celananya. Kemudian tangannya terangkat mengelus tengkuk.

"Bi-bisakah kau merahasian ini?"

Sebelah alis (y/n) terangkat.  Aura membunuhnya ikut hilang.  Mood membunuhnya juga hilang.  Semuanya hilang.  Ah, sudahlah.

Kemudian dia bersedekap lalu tersenyum jahil. Dengan keras tanpa merasa penuh dosa (y/n) berteriak memberitahukan semua orang diseluruh rumah kalau jean takut dengan setan.  Tak lama kemudian terdengar suara Sasha yang mendengus dan hanji yang tertawa sampai terpingkal. Perasaan malu karena sudah berteriak takut seperti wanita iru lebih menyakitkan dibandingkan dibunuh dengan parang.  (Y/n) tersenyum lebar.  Dia tahu itu karena rowan juga pernah berteriak seperti perempuan ketika wajahnya menabrak kecoak terbang.

Tbc.

______________

Habis chapter gelap terbitlah chapter terang.

:')

Coureuse (AOTxReader)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang