Untuk menghargai penulis, kalian hanya cukup vote dan komen saja.
Sesuai jadwalnya, hari ini Devon harus menghadiri wawancara pemilihan sekretaris yang nanti akan bekerja untuknya. Kandidat pertama peserta wawancaranya adalah Andre, masih seorang karyawan di perusahan milik Devon yang mendapatkan promosi naik jabatan menjadi sekretaris.
"Kalau begitu saya permisi, Sir," pamit Andre pada Devon.
"Silakan."
"Peserta selanjutnya dipersilahkan masuk." Adrian memanggil kandidat berikutnya agar segera melakukan wawancara dengan Devon.
"Permisi, Sir."
"Silakan duduk." Devon mempersilakan duduk wanita di hadapannya tanpa mengalihkan perhatiannya dari kertas yang berisi biodata dari si kandidat.
"Namamu benar Laura Dablia Rodhes?"
"Betul, Sir."
Devon mendongakkan kepalanya berniat melihat wajah dari orang yang diwawancaranya.
Deg
Entah kenapa dada Devon berdesir ketika melihat wanita di hadapannya. Ia sangat terkejut hingga membuat debaran jantungnya sangat cepat. Apakah hanya karena nama wanita itu adalah Laura atau karena wajahnya yang sangat mirip dengan wanitanya masa lalunya?
Wanita dengan rambut hitam yang panjang, wajahnya yang sangat cantik, ditambah dengan kondisi tangannya yang di gips menambah rasa kecurigaan Devon semakin besar. Persis seperti ciri-ciri yang dikatakan Alvin.
"Maaf, apakah Tuan baik-baik saja?" tanya wanita itu karena melihat Devon yang memandangnya sambil melamun dengan mata yang menunjukan kesedihan.
Tidak lama Devon tersadar dari lamunannya karena suara wanita itu mengintrusinya.
"Maaf jika boleh tahu, apa yang terjadi dengan lenganmu?" Mata Devon melirik lengan wanita itu sebagai kode.
"Minggu kemarin saya mengalami kecalakaan, Sir. Mohon maaf jika kondisi saya menganggu."
"Tidak apa, tidak perlu dipikirkan. Semoga lekas sembuh."
"Terima kasih, Sir."
"Baik, aku mulai wawancaranya."
Jika wanita ini adalah Laura yang dimaksud Alvin, betapa beruntungnya Devon karena tidak perlu bersusah payah mencari wanita bernama Laura. Devon sangat yakin wanita dihadapannya ini adalah Laura yang menyelamatkan Alvin.
Wawancara pun telah usai. Sepanjang wawancara dengan Laura, rasanya Devon rasanya ingin menanyakan banyak hal tentang kecelakan itu, tetapi bukankah hal tersebut adalah masalah pribadi? Tidak enak jika ia selalu menanyakan hal-hal bersifat pribadi kepada orang yang baru dikenalnya.
"Bagaimana? Apakah kau sudah menentukan siapa sekretarismu?
Pertanyaan Adrian menghancurkan lamunan Devon."Hm, sudah."
"Biar kutebak, kau pasti memilih wanita itu, 'kan?" Adrian menebak dengan senyum jahilnya.
"Alasannya?"
"Dia memiliki kriteria kuat di posisi tersebut. Sepertinya dia akan cocok denganmu."
"Aku harap begitu."
"Dia juga cantik. Aku harap dia juga cocok dengan anakmu."
"Hmm— Bagaimana?" Devon tidak mengamati perkataan Adrian yang terakhir.
"Lupakan saja." Adrian pun keluar meninggalkan Devon sendirian dengan segala pemikirannya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny [Uncompleted]
Romance"Mama!" Kehidupan Laura seketika berubah setelah bertemu dengan seorang anak laki-laki yang menganggapnya seorang ibu, padahal ia adalah seorang perawan yang tak pernah menjalin kasih dengan lelaki mana pun. Jadi, siapakah anak lelaki tersebut? Star...