1. The Destiny

4.3K 154 2
                                    

Ini adalah cerita pertamaku. Cerita pendek dengan konflik ringan, jadi aku tidak berharap kalian akan menyukainya karena aku merasa tidak percaya diri, hehehe.

ʚ Happy reading ɞ

⎯⎯  ୨✧୧⎯⎯

"Papa! Kapan Mama akan pulang? Aku Rindu sekali padanya. Sudah lama dia tidak pulang."

Alvin, bocah laki-laki tampan berumur 4 tahun itu merengek kepada ayahnya karena ingin bertemu dengan ibunya. Bocah itu sangat merindukan ibunya yang sudah pergi meninggalkannya sejak setahun yang lalu.

"Tadi malam ibumu memberitahu Papa bahwa dia tidak bisa pulang karena masih sibuk bekerja."

Devon Lucian Griffith, pria berusia dua puluh delapan tahun itu menjawab pertanyaan putra kesayangannya dengan sabar dan penuh kebohongan.

"Lama sekali! Mama jahat! Sepertinya Mama tidak sayang padaku; hiks." Alvin mulai menangis karena kesal.

"Mama sangat sayang padamu, Alvin. Setiap malam dia selalu menanyakan keadaanmu dan juga selalu meminta foto pada Papa." Devon mengusap air mata Alvin yang mengalir di pipi chubby anak itu.

"Kenapa Papa tidak memberitahuku bahwa Mama menelepon?"

"'Kau sedang tidur, Alva. Mana mungkin kami berani membangunkanmu yang sedang tidur nyenyak."

"Kalau begitu kenapa tidak siang saja Mama menghubungi Papa?"

"Saat siang Mama dan Papa sedang bekerja, maka dari itu kami hanya bisa bertukar kabar saat malam."

"Kenapa Mama harus bekerja? Bukankah uang Papa sudah banyak?" gerutu Alvin.

Sialan, kalau begini Devon harus memutar otak untuk menemukan jawaban yang tepat dan masuk akal.

"Karena Mama sedang menjaga Kakek dan Nenek, sekalian saja dia bekerja di sana." Devon merutuki kebohongannya sendiri karena telah melibatkan orang tua kekasihnya.

"Kalau begitu kita pergi saja ke rumah Kakek dan Nenek."

"Iya, nanti. Akhir-akhir ini Papa juga sibuk bekerja." Devon mengelus surai putranya sambil tersenyum.

"Aku kesal pada Papa. Bisa berbicara dengan Mama tapi aku tidak ajak. Mama juga, katanya rindu tapi tidak pulang-pulang."

"Sstt... Kau sayang pada Mama, 'kan?" Alvin pun mengangguk dengan cepat.

"Sayangnya, Kakek akan marah jika Mama pulang. Bagaimana? Kau ingin Mama dimarahi oleh Kakek karena berani pulang?"

"Tidak mau!"

"Nah, makanya kau harus percaya pada Mama. Nanti juga dia akan pulang karena sudah rindu sekali padamu." Anak lelaki itu hanya mengangguk paham sambil mengelap ingusnya.

"Tidurlah. Sudah jam delapan lebih." Devon membaringkan tubuh Alvin di ranjang dan menarik selimutnya hingga sebatas dada.

"Selamat malam, Alvin. Papa menyayangimu."

"Selamat malam, Papa. Aku juga menyayangimu.

***

"Bagaimana wawancaranya?"

Destiny [Uncompleted]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang