5. Just Need Talk

2.1K 94 3
                                    

Laura berkemas mempersiapkan kepulangannya dari rumah sakit dibantu oleh Devon dan Alvin.

"Mulai sekarang Mama tinggal dengan kita, ya," ajak Alvin.

"Tidak." Bukan suara Laura. Itu suara Devon dengan nada ketus dengan tatapan yang dinginnya.

"Kenapa? Papa tidak sayang padaku dan Mama, ya? Papa ingin memisahkan kami?"

Mata Alvin mulai berkaca-kaca sambil mengerucutkan bibirnya. Gemasnya. Kalau bisa, rasanya Laura ingin menculik Alvin saja daripada dibiarkan tinggal dengan ayahnya yang dingin, sombong, dan menyebalkan.

"Jangan melihatku seperti itu. Aku tahu aku sangat tampan dan menawan." Devon menyadari jika ia ditatap oleh Laura dengan tatapan yang tidak bersahabat dari tadi. Omong-omong, sejak kapan Devan menjadi narsis seperti itu? Sejak kenal dengan Laura sepertinya.

"Papa dan Mama sedang bertengkar, ya?"

"Tidak—"

"Alvin." Lihat, Devon memotong ucapan Laura lagi dan mulai menjelaskan alasan Laura tidak akan tinggal dengan mereka. Laura hanya bisa berdecak kesal.

"Mama sudah punya rumah sendiri, jadi dia tidak bisa tinggal bersama kita."

"Memang benar, Ma?"

"Iya. Tapi jika kau ingin bermain atau menginap di rumah Mama, nanti Mama akan menjemputmu. Tidak apa jika Papa tidak ingin ikut, kita berdua saja."

"Ekhem!" Devon berdehem tidak setuju atas apa yang diucapkan oleh Laura. Masa ia harus sendirian di rumah, sementara mereka tidur saling berpelukan berbagi kehangatan. Tentu saja Devon juga ingin ikut.

"Alvin, sekarang Papa akan mengantarmu ke rumah Nenek Rose dan Kakek Charlie, ya. Papa ingin mengajak Mama ke suatu tempat dulu, hanya berdua. Setelah itu, nanti Papa akan mejemputmu."

"Kenapa begitu? Aku juga ingin ikut! Jangan-jangan Papa ingin mengusir Mama, ya?"

"Tidak, sayang. Papa hanya ingin berbincang dengan Mama tentang tempat tinggal. Bukannya kau ingin sekali Mama tinggal bersama kita?"

"Mau! Awas saja kalau Papa bohong." Alvin menyipitkan matanya, merasa curiga pada ayahnya.

"Tidak akan. Makanya kau jangan ikut dulu, ya. Lain kali kita bertiga jalan-jalan bersama, mau?"

"MAU!"

***

"Kakek Charlie! Nenek Rose! Mamaku udah pulang!" teriak Alvin sambil berlari memasuki rumah kakek dan neneknya.

Charlie dan Rose, orang tua dari Devon dibuat kaget dengan apa yang dikatakan oleh Alvin. Mereka berdua langsung keluar untuk bertemu Laura yang masih berada di halaman rumah bersama Devon.

Ibu dari Alvin sudah pulang Kekasih Devon maksudnya? Begitulah yang dipikirkan oleh Charlie dan Rose.

"Ini Laura, Pi, Mi." Devon memperkenalkan Laura pada kedua orangtuanya.

Rose sangat antusias dan langsung memeluk Laura. Ia menyambut dengan hangat kepulangan kekasih putranya.

Sementara Charlie hanya menatap Devon dengan tatapan bingung dan khawatir, dan Devon berusaha menenangkan ayahnya itu dengan menganggukan kepala.

"Akhirnya... setelah sekian lama. Ayo masuk dulu." Rose menarik lengan Laura agar masuk ke dalam rumah.

"Kita tidak akan lama di sini karena aku mengajaknya ke suatu tempat." Devon menahan lengan ibunya agar tidak membawa Laura masuk ke dalam rumah.

"Aduh, bagaimana kau ini, pacarannya nanti aja."

"Ini bukan sekedar pacaran, Mi. Ada yang mau aku bicarakan dengan dia, sangat penting." Devon berbicara dengan tatapan serius membuat Rose mengalah.

"Ya sudah, besok kalian harus berkunjung kemari."

"Kalau kami tidak sibuk. Besok 'kan kami juga harus bekerja."

"Kau itu menjawab terus, Devon, bikin Papi kesal."

"Ya sudah, sana pergi. Jangan lupa oleh-oleh adik untuk Alvin, alias cucu buat kita," titah Rose dengan cekikikan kepada dua insan tersebut. Laura hanya bisa tersenyum kikuk mendengar arah pembicaraan yang dewasa.

"Adik? Aku mau adik!"

"Kami pamit." Devon segera memotong pembicaraan agar pembahasan tidak terus berlanjut.

***

Devon membukakan pintu mobil untuk Laura, dan berhasil membuat wanita itu merasakan perasaan asing.

"Apa kau biasa membukakan pintu pada wanita yang menaiki mobilmu?" tanya Laura pada Devon yang sudah memasuki mobilnya.

"Tidak ada yang wanita yang pernah menaiki mobilku kecuali Mami."

"Benarkah? Bagaimana dengan istrimu?"

Devon hanya memandang Laura dengan tatapan penuh arti, tapi Laura tidak bisa menerjemahkannya. Laura menelan ludahnya kasar. Apakah ia sudah salah bertanya?

"Ya, selain kau aku juga selalu membukakan pintu untuknya," jawab Devon dengan nada yang kurang bersahabat untuk didengar.

Devon melajukan mobilnya ke arah tujuan, sementara Laura hanya memandangi wajah Devon dengan lamat lalu sesekali memijit pelipisnya karena terlalu banyak berpikiran yang tidak perlu.

-to be continue

Sebagian cerita diunpublish karena sedang direvisi. Aku baru sadar bahwa cerita ini sangat pendek, jadi mungkin aku akan sedikit menambah kata serta mengganti sebagian nama-nama karakter yang menurutku kurang 'srek'.

Jadi kalian bisa langsung baca sekuelnya; Miracle, mumpung part masih lengkap.

Destiny [Uncompleted]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang